43. EUN HWAN ENDED

1K 163 4
                                    




Jennie tidak bisa menahan senyum kebahagiaannya yang sejak tadi terus menguar lebar di wajahnya. Binar matanya itu mengambarkan bahagia juga lega. Dia tidak melepaskan pandangannya dari Chaeyoung. Tangan kurus itu selalu berada di genggaman Jennie, dia mengecup punggung tangan itu terus menerus.

"Ku rasa bibirmu akan melebar hingga sobek jika kau terus tersenyum seperti itu," kata Chaeyoung dengan suara seraknya.

Dia masih berbaring. Dokter belum menyarankan Chaeyoung untuk duduk. Luka di bagian bahu kirinya masih rentan. Chaeyoung harus rutin mengonsumsi obat nyeri yang di dosiskan oleh dokter dan tugas Jennie adalah mengingat semua itu.

Jennie tahu kapan Chaeyoung harus minum obat dan apa jenis obatnya. Tanpa catatan atau pengingat apapun, dia mengingatnya dengan baik demi kesembuhan Chaeyoung.

"Memangnya salah kalau tersenyum?" respon Jennie menatap lekat wajah Chaeyoung.

Jennie mengecup tangan Chaeyoung lagi, juga membawa punggung tangan itu ke pipinya tanpa ragu. Jennie begitu nyaman dan senang.

"Aku tidak akan bisa seperti ini padamu saat kau sudah pulih sepenuhnya. Kau akan berubah menjadi sosok yang dingin," kata Jennie lagi.

Chaeyoung hanya tersenyum kecil mendengarnya. Sejujurnya, dia sama sekali tidak keberatan dengan apa yang Jennie lakukan. Chaeyoung tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Dia tentu bahagia karena Jennie ada disini.

Tapi, dia juga khawatir. Kondisinya tidak bisa menjamin Jennie baik-baik saja dari rencana-rencana Eun Hwan. Dia berharap Jennie berada di tempat yang aman tetapi juga tidak mau jauh darinya.

Memandangi wajah cantik Jennie, Chaeyoung kini tahu tentang perasaannya yang nyata ada karena cinta.

"Setengah jam lagi kau harus minum obat, Chaeng. Aku akan meminta suster membawakan bubur," ujar Jennie sambil berdiri untuk keluar.

Sebelum pergi, Chaeyoung menahan tangan Jennie membuat gadis itu berbalik lagi menatapnya. Chaeyoung malah kikuk saat Jennie berhenti dan menatap tepat pada matanya. Wajah kebingungan itu terlihat cantik dan anggun meski Jennie hanya mengenai kaos biasa saat ini, tanpa riasan wajah.

"Kenapa?" tanya Jennie.

Chaeyoung menggeleng. Tidak ada yang serius. "Jangan lama-lama."

Jennie kira ada sesuatu yang serius, tapi lihatlah. "Iya iya, tidak lama. Kau pasti akan merindukanku jika aku lama. Aku memang ngangenin, aku tahu itu." Jennie mengedipkan matanya genit.

Ingin mengelak tapi itulah kenyataannya. Chaeyoung lagi-lagi hanya tersenyum mendengar tutur kata Jennie. Chaeyoung tidak mau berpisah lagi, setidaknya hanya untuk saat ini, saat ia tidak bisa melakukan apapun dan dia ingin Jennie ada untuknya.

Setelah Jennie tidak terlihat lagi, Chaeyoung mengalihkan pandangannya ke jendela besar yang ada di ruangan ini. Dia menatap langit yang cerah di luar sana. Kehadiran Jennie adalah kejutan dari Tuhan saat ia membuka mata.

"Rasanya aku tidak membutuhkan apapun lagi saat dia ada di sini," kata Chaeyoung yang berbicara pada dirinya sendiri.

Jennie menutup pintu kamar rawat Chaeyoung. Ketika ia berbalik, ia dikejutkan dengan sosok yang bertubuh tegap di belakangnya.

"Aiigoo!" sentak Jennie, dia menahan tangannya pada pintu. Mengusap dadanya sejenak, Jennie bersikap sopan. "Mianhe, Ahjussi. Aku sedikit terkejut dengan kehadiranmu."

Dia Joosung, ayah Chaeyoung. Joosung hanya menatap Jennie datar, lalu mengangguk sebagai responya. Keduanya terdiam. Joosung enggan bicara pada Jennie. Dia pikir, Jennie adalah orang yang tidak tahu diri karena menunjukkan diri di hadapannya, di hadapan Chaeyoung setelah semua yang menimpa Chaeyoung adalah karena dirinya.

MY COOLDEST SENIOR (CHAENNIE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang