chp 16: Rooftop

2.9K 218 7
                                    

•hasil pemikiran sendiri
•slow update
•revisi

🍀 Happy reading 🍀

Dika berdiri di depan pintu kamar Rafa, walaupun pelan ia bisa mendengar isakkan dari dalam kamar tersebut. Entah kenapa perasaan khawatir menyelimuti hatinya, walau ragu Dika memutuskan untuk masuk kedalam kamar Rafa.

Ceklek...


Rafa yang sedang menangis tiba-tiba dikejutkan dengan keberadaan seseorang didekat pintu kamarnya.

"Mau ngapain Lo masuk kamar gw?" sarkas Rafa pada Dika yang masih berada didekat pintu kamar Rafa.

"Kak Rafa kenapa nangis?" ucap Dika ketika melihat pipi Rafa yang basah.

Rafa langsung mengusap kasar wajahnya, sambil menghapus sisa air mata diwajahnya.

"Siapa yang nangis, gw gak nangis. Lagian ada urusan apa Lo masuk kamar gw?" tanya Rafa dengan kasar, tidak ada panggilan adek hanya kata Lo-gw.

Dika menatap sendu, ia merasa Rafa selalu menyembunyikan segala hal padanya juga pada keluarganya.

Rafa berjalan menuju koper yang ia simpan disamping meja belajarnya, ia terlihat membuka kopernya lalu mengambil sesuatu dari dalam koper tersebut.

Dika hanya diam sambil menatap bingung, kemudian Rafa menghampirinya sambil membawa sebuah paper bag berukuran kecil.

"Nih, oleh-oleh dari gw." Rafa menyerahkan paper bag tersebut pada Dika.

"Makasih kak. Padahal gak perlu sampai repot-repot beliin Dhika oleh-oleh segala." Dika menerima pemberian Rafa dengan senyum mengembang diwajahnya.

Sepertinya ia lupa dengan kekhawatirannya pada Rafa sebelum ia membuka pintu kamar tersebut.

"Iya, terus Lo ada perlu apa sebenarnya?" untuk ke3 kalinya Rafa menanyakan maksud Dika kakamarnya.

"Gak ada apa-apa sih kak, Dika cuma khawatir aja. Maafin kak Andre ya soalnya tadi udah marah-marah sama kak Rafa."

"Oh, ya gak papa lupain aja. Itu doang ada yang lain gak?" ucap Rafa yang duduk dikursi belajarnya.

"Iya, cuma itu kak." kata Dika yang berjalan hendak duduk diatas kasur Rafa.

"Kalau gitu sekarang mending lo keluar geh dari kamar gw, udah gak ada urusan lain kan, gw pengen istirahat soalnya."

Dika menghentikan langkahnya, menatap lekat kearah Rafa yang terlihat datar. Ia merasa sakit hati untuk sekian kalinya, Rafa mengusirnya saat ia pikir kakak sambungnya itu membuka hati untuknya.

"Ya udah kalau gitu Dika keluar ya kak, sekali lagi makasih buat oleh-olehnya." Dika keluar kamar dengan perasaan sedih.

Saat sudah berada diluar kamar Rafa, ia bisa mendengar suara pintu yang dikunci. Dika berbalik sambil menatap sedih pintu kamar Rafa, entah sampai kapan kakaknya itu akan menerima keberadaannya.

🍀🍀🍀

Pagi hari datang, mentari menampakkan semburat cahayanya malu-malu. Rafa bangun dari tidurnya, ia duduk sejenak diatas kasur untuk mengumpulkan nyawanya.

Rafanka Arlatea ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang