•hasil pemikiran sendiri
•slow update
•revisi🍀 Happy reading 🍀
Rafa melempar tasnya ke atas meja belajarnya, hari ini ia merasa sangat lelah. Ia ingin segera membersihkan tubuhnya lalu tidur sesegera mungkin, hingga ia mendengar pintu kamarnya diketuk. Dengan malas Rafa membuka pintu kamarnya, ia menghela nafas melihat siapa yang sudah mengganggu istirahatnya.
"Ada perlu apa abang ngetuk pintu kamar aku?"tanya Rafa dengan nada rendah.
"Kamu tahu Dika dirundung disekolah?" tanya balik Andre.
"Tahu, pas jam istirahat. Dia gak sengaja numpahin baksonya ke Kevin terus kena tonjok deh, kebetulan aku lagi makan sama temen makanya liat." jelas Rafa dengan santainya.
Andrew terkejut, namun ia jadi menatap Rafa penuh amarah. Bisa-bisanya Rafa seperti tidak peduli dengan keluarganya sendiri, karena sekarang Dika adalah keluarganya bukan.
"Kamu gak belain Dika atau coba nolongin gitu, bibir Dika sampai lebam," ucap Andre penuh emosi.
"Kejadiannya itu cepet bang, aku mana keburu. Lagian Dika tuh lembek banget sih, gak bisa bela dirinya sendiri terus nunduk aja kaya orang abis ngejatohin duit." ejek Rafa.
Andre masih mencoba menahan kemarahannya "kamu harusnya jagain Dika, dia masih baru disekolah itu. Bukannya malah ngejek seenaknya, kamu gak tahu apa-apa tentang adik gw." Andre akhirnya meluapkan kemarahannya.
"Jagain dia buat apa, Dika itu laki-laki harusnya bisa ngehadapin masalahnya sendiri. Gak harus selalu dilindungi dan bergantung sama orang lain, pantesan aja mentalnya kaya tahu gampang hancur itu karena punya kakak yang lebay banget kaya bang Andre yang suka ikut campur. Udah lah aku cape pengen istirahat, urusin aja tuh bocah sama abang biar makin gak bisa apa-apa."Rafa sambil membanting pintu kamarnya mengabaikan Andre yang masih berdiri didepan pintu.
Tubuh Andre terasa membeku, Rafa dengan tidak sopan berani membanting pintu tepat di hadapannya.
Andre yang merasa diabaikan kembali mengetuk pintu kamar Rafa, namun nihil karena Rafa tidak membuka pintunya lagi. Akhirnya ia kembali kekamar karena takut ulahnya mengganggu penghuni rumah, dengan perasaan campur aduk dia membaringkan tubuhnya diatas kasur. Pikirannya melayang, ucapan Rafa ada benarnya. Karena selalu ikut campur masalah Dhika, adiknya itu menjadi lemah dan tidak bisa menghadapi masalahnya sendiri.
🌞🌞🌞
Pagi hari di keluarga Ardian diawali dengan sarapan bersama tanpa kehadiran Rafa. Ia berangkat sekolah pagi-pagi buta, saat sebagian penghuni rumah masih tertidur pulas dan sebagian lainnya tengah bersiap mengawali hari. Setelah meminta ijin pada bundanya yang sedang memasak sarapan Rafa bergegas pergi dan menghiraukan panggilan bundanya agar sarapan terlebih dahulu. Suasana hening hanya dentingan sendok dengan piring yang saling bersahutan saat mereka menikmati masakan buatan istri sekaligus bunda mereka.
"Kamu yakin mau berangkat sekolah de?" kata Andre membuka pembicaraan pagi itu.
"Eh,, iya kak. Adek udah gak apa-apa kok, ini cuma luka kecil." Dhika memegang sudut bibirnya yang terluka sambil tersenyum.
"Ya udah nanti biasa berangkat bareng sama papa ya de, Oh ya sayang ngomong-ngomong Rafa mana ya kok belum turun buat sarapan." tanya Ardian heran merasa ada yang kurang diruang makan pada Nafisa.
"Ohh... Rafa udah berangkat tadi pagi pas aku lagi masak, dia buru-buru banget. Aku minta dia sarapan dulu tapi Rafa malah bilang udah ditunggu didepan gerbang." ucap Nafisa sambil menuangkan air ke gelas disamping suaminya
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafanka Arlatea ✓
FanfictionRafanka Arlatea adalah sosok mandiri yang pandai menyembunyikan perasaannya. Setelah mamanya meninggal, hubungan Rafa dan papa Ardian semakin menjauh. Saat sang papa memutuskan untuk menikah lagi, Rafa hanya menunjukkan wajah datarnya tanpa penolaka...