chp 10: Luka Rafa

3.3K 263 3
                                    

hasil pemikiran sendiri
•slow update
•revisi

🍀 Happy reading 🍀

Rafa meninggalkan kedua orang tuanya dan Sean yang terdiam memperhatikan kepergian dirinya.

Tidak berselang lama, dokter keluar dari ruang UGD dan Nafisa langsung menghampirinya meninggalkan Ardian yang masih diam.

"Gimana keadaan anak saya dok?" tanya Nafisa dengan nada khawatir.

"Pasien sudah dalam keadaan stabil, asma yang sempat kambuh juga sudah ditangani. Pasien akan dipindahkan keruang rawat dan mungkin sebentar lagi akan siuman." kata dokter membuat Nafisa bernafas lega.

"Boleh saya masuk untuk melihat keadaan Dika dok?" kata Nafisa yang diangguki oleh dokter.

Dokter pergi meninggalkan Ardian dan Sean, sedangkan Nafisa sudah masuk untuk menemui Dika.

"Om memang keterlaluan ya sama Rafa." ucap Sean dingin.

"Maksud kamu apa?" Ardian menatap Sean yang sedari tadi hanya diam.

"Asal om tahu saja, Rafa berlari secepat yang ia bisa saat mendengar Dika diseret oleh teman-temannya Kevin." Ardian terkejut dengan kata-kata Sean.

"Om bahkan gak minta penjelasan atas apa yang sebenarnya terjadi dan langsung menyalahkan Rafa, padahal Rafa berusaha keras untuk menyelamatkan Dika waktu itu." lanjut Sean menatap sinis pada Ardian.

"Dika itu lemah, dan itu kenyataannya. Tapi Rafa itu anak kandung om yang malah diperlakukan seperti itu oleh om sendiri. Om bahkan tidak merasa khawatir sedikitpun sama keadaan Rafa.

Rafa juga terluka om, dan om malah menambah rasa sakit ditubuh dan hati Rafa. Hidup Rafa memang menyedihkan tapi dia bisa dengan baik menyembunyikan semua perasaannya" tutur Sean.

Pemuda berlalu meninggalkan Ardian setelah mengatakan semua isi hatinya, membuat Ardian diam membatu.

Hati Ardian sakit, kenapa ia bisa sebodoh ini. Ia bahkan tidak bisa mempercayai anaknya sendiri dan terus menyalahkan Rafa tanpa memberikan kesempatan untuk anaknya menjelaskan hal yang sebenarnya.

"Mas, Dika sudah sadar." panggil Nafisa pada Ardian.

Ardian segera menghampiri Nafisa, kemudian masuk kedalam ruangan Dika. Ardian melihat Nafisa yang langsung duduk disamping Dika.

"Bagaimana keadaan kamu dek, apa yang sakit.?" tanya Ardian lembut pada Dika yang sudah membuka matanya.

"Kak Rafa mana pah, kak Rafa baik-baik aja kan, hiks,,hiks,?," lirih Dika yang mulai menangis.

"Adek tenang dulu ya, kan baru sadar." kata Nafisa menenangkan.

"Dika mau ketemu kak Rafa bunda, tadi Dika liat Kevin mukul kak Rafa pake tongkat baseball. Kak Rafa gak kenapa-kenapa kan bunda, hiks,,.?" tangis Dika pecah karena rasa khawatirnya.

Ardian seperti tersambar petir, ia menyesal sangat sangat menyesal. Ardian mengutuk dirinya yang bahkan tidak memperhatikan keadaan Rafa saat itu.

Sementara Dika terus menangis dan ditengah di tenangkan oleh bundanya, Nafisa.

😥😥😥

Keluar dari rumah sakit, Rafa memberhentikan sebuah taksi. Ia meminta supir taksi mengantarnya ke alamat yang ia sebutkan.

Pak supir sesekali melirik Rafa dikursi penumpang, keadaannya begitu kacau dengan lebam diwajah dan bibir yang terlihat memucat.

"Aden gak kenapa-kenapa, gak mau balik lagi kerumah sakit aja soalnya kelihatannya pucet begitu?" kata supir yang melihat Rafa menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil dari kaca spion.

Rafanka Arlatea ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang