hasil pemikiran sendiri ✓
Slow update ✓
Revisi 🤔🍀 Happy reading 🍀
Dua Minggu sudah berlalu semenjak hari kematian Kai, Rafa masih bersikap biasa. Ia memang lebih suka sendirian, baik dirumah maupun disekolah.
Sesekali Rafa pergi kerumah yang dulu ditinggali oleh Kai, rumah yang sengaja ia beli 3 tahun yang lalu. Seperti saat ini, Rafa sedang duduk diatas kasur milik Kai dan termenung sendirian.
Seperti saat ini, sepulang sekolah ia memutuskan untuk pergi ke makam Kai, setelah itu ia mendatangi rumah Kai dijemput oleh Robi, supir pribadi Kai.
"Apa tuan muda butuh sesuatu?" tanya Robi lembut pada tuan mudanya yang sedang termenung di dalam kamar Kai.
Rafa menggelengkan kepalanya, lalu menatap pria paruh baya yang sejak kecil sudah dianggap sebagai ayah baginya.
Rafa lebih dekat dengan Robi dari pada Ardian, itu karena Ardian memang selalu memperlakukan Rafa seperti orang asing. Berbeda dengan Robi yang selalu ramah dan bersikap baik pada anak majikannya membuat Rafa menganggap Robi seperti ayahnya sendiri.
"Pak Robi kalau mau pulang kampung gak papa kok.?" ucap Rafa sambil tersenyum miris, toh pak Robi yang bertugas menjaga Kai tidak diharuskan lagi bertahan bekerja padanya.
"Saya akan terus bekerja pada tuan muda selama tenaga saya masih dibutuhkan, dan lagi kalau tidak keberadaan saya ingin terus berada disamping tuan muda seperti amanah dari mendiang nyonya Mina untuk selalu menjaga tuan muda." Robi membungkukkan badannya, ia berharap bisa menjalankan amanat dari ibu tuan mudanya.
"Kalau itu terserah pak Robi aja, Rafa juga tidak memaksa bapak untuk pergi atau tetap berada disamping saya." kaya Rafa.
"Kalau begitu saya undur diri." Robi pergi dari kamar Kai, membiarkan tuan mudanya untuk sendirian.
Selepas Robi pergi, Rafa menghela nafasnya. Ia menatap sekeliling kamar kakak angkatnya yang masih tetap rapi, dan sepi tentunya.
Ia kehilangan celoteh ria yang selalu kakaknya lakukan untuk sekedar menghiburnya. Kakak yang selalu jadi penenang saat ia diliputi kemarahan ataupun kekecewaan, sang bulan yang selalu senantiasa mengiringi sang matahari.
Rafa mengeluarkan kalung pemberian dari Kai, ia memandanginya dengan sedih. Rasa kehilangan kembali menyeruak dalam hatinya, tanpa sadar cairan bening kembali keluar dari matanya.
Rafa menghapus air matanya, lalu berjalan kesebuah laci tempat kakaknya meletakkan obat. Matanya tertuju pada sebuah kotak yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Sedikit penasaran, Rafa mengambil kotak tersebut. Saat membuka kotak, ia menemukan sebuah gelang anyaman dan sebuah kertas yang dilipat rapi.
Rafa membaca tulisan dikertas tersebut, air matanya kembali tumpah. Ia bahkan terisak membaca tulisan tangan sang kakak.
[Dear adekku tersayang..
Mungkin saat kamu membaca surat ini Kai tidak yakin masih berada didunia ini, maaf ya selama ini Kai selalu nyusahin kamu, selalu jadi beban buat kamu. Terimakasih sudah menyelamatkan Kai dari segala penderitaan, sudah mau menerima Kai, bahkan menjadikan Kai sebagian saudara adek. Sungguh Kai merasa sangat beruntung dan bahagia.
Selamat ulang tahu ya dek, mungkin gelang ini adalah hadiah terakhir dari Kai. Kai ingin selalu berada disamping kamu, tapi sepertinya tubuh Kai sudah tidak sanggup lagi. Bukan berarti Kai tidak mau bertahan, kalau bisa Kai ini hidup lebih lama agar bisa terus jadi kakak buat adek.
Jangan sedih kalau Kai pergi ya dek, kai tahu adek itu kuat. Kai harap kamu bisa hidup bahagia, karena adek yang selalu baik hati memang pantas untuk bahagia. Janji ya jangan terlalu lama menangisi kepergian Kai, dan jangan pula berpikir untuk menyusul Kai. Kamu harus hidup, tetaplah hidup untuk merasakan kebahagiaan yang selalu kamu dambakan selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafanka Arlatea ✓
Fiksi PenggemarRafanka Arlatea adalah sosok mandiri yang pandai menyembunyikan perasaannya. Setelah mamanya meninggal, hubungan Rafa dan papa Ardian semakin menjauh. Saat sang papa memutuskan untuk menikah lagi, Rafa hanya menunjukkan wajah datarnya tanpa penolaka...