SS: SIDE STORY, cerita sampingan dari kisah Kamila dan A'a Daffa
***
Ingat mama pernah gusar pada Kamila setelah tahu sang suami yang memasak sarapan? Menurut orang tua yang kolot tidak pantas kaum adam berada di dapur apalagi memasak? Mencuci? Daffa adalah pria beristri. Bukan bujangan lagi, pekerjaan itu seharusnya bukan dia lagi yang mengerjakan. Mama marah tahu Kamila tampaknya sangat bergantung pada Daffa untuk pekerjaan rumah. Siapa sebenarnya yang berperan sebagai istri? Dia atau Daffa?
Mama tidak mengelak anak perempuannya tidak dapat diandalkan. Namun, wanita di zaman dulu pun tidak langsung selancar itu melayani suami. Kamila tidak tinggal bersama ibu mertua, alhasil mama yang mengajarinya meski lewat panggilan telepon.
Daffa tidak pernah memerintah Kamila cuci piring, mencuci pakaiannya dan memasak. Dia terbiasa mandiri.
Ada hari saat Kamila mendapati Daffa kembali merangkak ke ranjang setelah salat tahajjud. Biasanya pria itu menunggu azan. Dengan sarung dan kaus lengan pendek Daffa tertidur pulas di sebelah Kamila. Terkadang guling yang selalu berada di tengah ranjang disingkirkan Daffa. Membuat Kamila tahu lengannya menempel dengan bisep besar Daffa. Hanya menempel, lengan besar itu tidak melingkari perut Kamila.
Saking pulasnya, Daffa tidak sadar Kamila bangkit dan menuju dapur. Masih terlalu pagi, bahkan murrotal sebelum azan di masjid belum terdengar. Dia menekan saklar lampu, lalu membuka kulkas. Kamila terdiam sesaat, bingung hendak memasak apa untuk sarapan. Dia beberapa kali menguap karena sangat mengantuk.
Sebentar dia membilas wajahnya dan duduk di depan kulkas yang pintunya terbuka lebar. Dia mengambil susu coklat dan meneguknya, tatapan Kamila terpaku pada isi kulkas yang bermacam-macam.
Dia tak tahu mengolah ayam dan ikan? Setahu Kamila tak baik makan makanan berat di pagi hari. Namun, mama pasti marah tahu dia cuma menyuguhkan Daffa roti tawar dan selai nanas. Itu hal mudah, tanpa tangan Kamila sang suami juga bisa. Emangnya apa yang Daffa tidak bisa sih? Pria itu tak pernah meminta ini itu. Malah Kamila yang perlahan bergantung pada Daffa karena Daffa gemar bertanya.
"Mau sarapan apa?"
"Mau makan siang apa La"
"Mau dibeliin dessert box rasa apa?"
"Mau titip gammi cumi dari kafe?"
"Mau beli apa? Bilang ya."
Ya Kamila yang diperlakukan sebaik itu merasa tidak tahu diri, merasa sungkan sebenarnya. Siapa sih yang jadi istri? Mengapa perkara perut, sang suami lebih jago mengatasi. Sang suami yang memenuhi kebutuhan itu, dia? Cuma jawab iya mau, iya boleh. Kalau serumah sama mama dan mama tahu. Kamila sudah jadi adonan roti.
Kamila mengeluarkan daun bawang, bawang merah, cabai, tiga butir telur dan sosis. Dia mengocok telur itu menjadi satu dan memberi penyedap rasa. Cabai, daun bawang dan bawang merah yang sudah dia cuci, Kamila iris. Bawang merah itu dia tumis di frying pan, sedangkan daun bawang dan cabai dia aduk dengan telur. Biasanya dia memasak telur dadar tanpa daun bawang dan cabai, ini agar terlihat istimewa saja. Kamila memasukkan telur yang sudah dikocok, bergabung dengan bawang merah.
Selesai dengan telur dadar, Kamila menggoreng beberapa sosis. Sampai beberapa menit sebelum azan, semua sudah terhidang di meja makan.
***
Daffa mengucek mata, merasakan dia hanya seorang diri di ranjang. Ini baru pertama kali terjadi, dia bangun merasakan keheningan di kamar mandi. Ke mana Kamila? Azan terdengar berkumandang, Daffa turun ke bawah dan mendapati perempuan itu dengan tangan terlipat menyanggah kepalanya. Mata Kamila terpejam dan tidak membalas panggilan Daffa.
Daffa mendekati meja makan melihat hidangan sederhana itu. Dia tersenyum kecil dan mengusap pucuk kepala Kamila. Perempuan itu mengerutkan dahi saat Daffa memberikan beberapa kali kecupan di sana.
"Kamila sudah azan." Daffa menepuk pelan bahu Kamila. Perempuan itu masih jatuh tertidur, untung tidak meninggalkan kompor menyala.
"Kamila bangun sudah azan, hey. Kamila." Daffa terpaksa menegakkan bahu Kamila. Menarik bahu pelan itu hingga punggung Kamila menempel dengan sandaran kursi.
Tubuh Kamila menegang sesaat karena terkesiap. Dia mengusap kasar wajahnya dan kembali menguap. Daffa memperbaiki surai Kamila yang berantakan dan duduk di sebelah Kamila.
"Kok gak bilang mau masak sarapan?" Daffa tidak suka dapurnya disentuh sembarangan atau bagaimana? Kamila jadi sungkan ditanya seperti ini.
"Nanti aku beresin kok dapurnya, tenang aja kak." Jawab Kamila tak nyambung. Kamila tersenyum perihatin melihat dapur Daffa berantakan. Padahal dia tidak seheboh itu memasak, cuma telur dadar dan sosis, tetapi dapur jadi berantakan karena ulahnya.
"Loh gak papah, dapur yang habis dipake yang tentu berantakan La." Daffa terkekeh pelan.
"Ini masih terlalu pagi La, sarapannya bisa dingin. Kenapa buat sepagi ini?" Tanya Daffa pelan.
Masa Kamila mau jawab karena dia malu. Dia malu ketahuan memberi perhatian dengan memasak untuk Daffa. Toh, ini berjaga-jaga mama menelepon dan bertanya apa dia melayani perut suami dengan baik atau tidak.
"E... biar gak telat nanti ke kampus." Tetap saja, setelah subuh masih sempat. Kamila menghindari Daffa untuk memasak sarapan, ya jangan sampai tahu. Kalau Daffa tahu, Kamila malah menjadi malu dan malas melakukan. Mengapa harus malu? Dia cuma bisa masak yang sederhana saja. Tidak seperti suaminya itu.
Daffa membiarkan, meski tidak puas dengan jawaban Kamila.
"Yuk ke atas, kita salat subuh jamaah." Tanpa menunggu jawaban Kamila. Dia menggandeng tangan kecil itu.
Besok sepertinya dia akan membiarkan atau pura-pura tidak tahu saat Kamila hendak membuatkannya sarapan lagi. Daffa merasa istimewa diperlakukan seperti ini, padahal sudah sepantasnya begini kan? Dia suami Kamila. Tugas Kamila melayaninya.
Dada Daffa menghangat tahu hidangan itu disuguhkan untuknya. Meski hanya hidangan sederhana. Dia harus sadar untuk tidak lagi terlalu mandiri. Dia memiliki istri sekarang. Ya, dia tahu Kamila juga perlu banyak belajar tentang perannya.***
Nantikan Side Story selanjutnya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)
ChickLitKamila tak pernah menyangka harus membagi waktunya sebagai seorang istri dari Daffa Alhusayn. Dirinya masih aktif menjadi mahasiswa, sedangkan pria yang berusia 31 tahun itu adalah pengusaha kafe. Awalnya kehidupan pernikahan mereka terasa normal-no...