Kamila tak pernah menyangka harus membagi waktunya sebagai seorang istri dari Daffa Alhusayn. Dirinya masih aktif menjadi mahasiswa, sedangkan pria yang berusia 31 tahun itu adalah pengusaha kafe. Awalnya kehidupan pernikahan mereka terasa normal-no...
Rasa sakit meluapkan emosi dalam dada Kamila. Dada yang sesak terus memproses air mata yang membuat sisi wajahnya basah. Ya, dia harus menangis dari pada harus tidur dengan perasaan yang amat kacau. Dia duduk di bawah, bersandar pada pinggiran ranjang sejak tadi, hanya suara tangisnya yang terdengar di kamar itu.
Dia merasa bodoh harus bertahan dipernikahan ini sebab Daffa hanya memandang dirinya sebagai Keisya. Namun, kalau harus pergi dia sudah terlanjur mencintai pria itu. Perlakuan Daffa yang hangat membuat Kamila tak bisa menahan perasaannya sendiri untuk tidak jatuh hati pada pria itu.
Mama, kembali terlintas dalam kepala Kamila. Dia tidak tahu sampai kapan mama harus menyembunyikan cerita yang sebenarnya dan sampai kapan Kamila harus pura-pura tidak tahu cerita itu.
Kamila menengok jam dinding, sudah pukul 21:33, tetapi Daffa tak juga pulang. Meninggalkan pesan pun tidak. Dia tidak peduli, Kamila keluar kamar untuk mengompres matanya yang bengkak usai menangis. Rok dan sepatu yang dia gunakan ke makam pun sudah dia cuci dengan agak buru-buru usai salat isya. Dia tak ingin memancing beragam pertanyaan dari Daffa jika pria itu tahu dia keluar rumah hari ini.
Setelah 10 menit mengompres matanya dan meneguk air hangat, dia kembali ke kamar dengan wajah yang tak lagi sembap. Baru saja akan merebahkan badannya, Kamila kembali duduk tegak saat melihat pintu kamar terdorong ke dalam.
"Assalamualaikum." Salam itu terdengar tergesa diikuti gerak tubuh Daffa yang kelimpungan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Walaikumsalam." Tanpa baku tatap, pria itu langsung membuka laci meja rias. Kamila hanya mengamati dengan mulut tertutup rapat. Pria itu mengenakan kaus polo berwarna biru kelasi dan celana putih yang tampak kusam karena noda tanah yang menempel. Daffa menggeledah ruang laci yang sempit itu dan meraba ke sudut-sudut. Barang kali dia tak sadar meletakkannya di dalam laci meja rias ketika menyempatkan diri pulang ke rumah untuk salat zuhur.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dia menyugar surai lebatnya yang berantakan ke belakang karena menghalangi pandangan, rambut itu mulai memanjang. Namun, pria itu belum ada niat memangkasnya. Daffa berjalan masuk ke kamar kecil. Dia tarik dua laci meja wastafel, tetapi tak juga menemukan sesuatu yang dia cari. Keringat bermunculan di pelipisnya diikuti deru napas yang tak beraturan. Ya, dia lelah.