PART 16: MIMPI ITU, RENGKUHANMU DAN KECUPANKU

4.3K 219 3
                                    

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

Ini adalah pertengkaran Kamila dan Daffa yang pertama diusia pernikahan mereka yang belum mencapai satu tahun. Rentang jarak usia yang lumayan jauh membuat keduanya harus beradaptasi pada dua ego yang berbeda. Baik secara fisik dan batin, Daffa membiasakan kehadiran figur seorang perempuan muda di rumahnya. Perempuan yang menjadi pilihannya untuk menghabiskan waktu bersama sampai maut menjemput.

Katakanlah Daffa belum sepenuhnya mengenali karakter Kamila, tetapi Daffa tahu usia Kamila masih tergolong difase quarter life crisis. Istrinya itu masih berjiwa remaja yang bebas, satu atap bersama Daffa dan terlepas dari sang mama membangkitkan sisi liar Kamila yang sempat terkekang.

Kedewasaan tak dapat diukur dengan kematangan usia, banyak gadis kecil yang mentalnya lebih dewasa dari Kamila. Tergantung keadaan yang membentuk masing-masing orang. Di sini, Daffa ataupun Kamila masih belajar menerima satu sama lain. Daffa menerima Kamila yang masih kekanakan. Kamila yang belajar menerima dan mengenali Daffa yang lebih matang secara usia maupun mental.

Ditengah perjalanan mereka saling mengenal, tentu ada tantangan. Seperti sekarang, mereka bertengkar. Entah bagaimana penyelesaiannya.

Hampir pukul satu dini hari lampu di ruang tamu tak juga mati setelah Daffa menyalakannya saat Kamila datang. Gadis itu masih duduk lemas di sofa, larat bersama air matanya yang mengering di kedua pipinya. Kamila bingung akan sifat Daffa dan menebak sang suami mengalami masalah di kafe hingga dirinya yang menjadi sasaran di rumah. Bukankah membawa masalah dari tempat kerja ke rumah adalah sesuatu yang buruk?

Kak Daffa kenapa sih, batin Kamila.

Daffa mengapa jadi rongseng seperti tadi? Apa Kamila baru saja menyaksikan watak asli suaminya? Baru beberapa bulan menjadi nyonya di rumah Daffa, Kamila tahu sang suami buka tipe yang ribet apalagi rongseng seperti tadi. Daffa termasuk pria yang rapi, tetapi tidak juga perfeksionis. Tidak ribet, tidak ambil pusing makanya pria itu dia banyak bicara untuk mengatur Kamila.

Tidak pernah menuntut Kamila menjadi istri idaman yang bangun pagi menyiapkan pakaian untuknya dan sarapan. Hampir setiap pagi Daffa yang bangun lebih pagi, bersiap seorang diri di kamar yang hening sebab Kamila masih memeluk guling.

Jika dulu dia fokus pada kontur tubuhnya saat bercermin sembari mengancing kemeja. Sekarang saat jemari Daffa mengancing kemeja, kedua matanya berpusat pada gadisnya yang masih tidur nyenyak. Banyak kebiasaan kecil yang perlahan berubah dan Daffa menyukai itu, tanpa Kamila sadari.

***
Kamila membuka pelan pintu kamar, suasana remang-remang karena hanya lampu di nakas yang menyala. Kamila tadinya akan tidur di kamar tamu, tetapi pintu kamar itu terkunci sama seperti kamar kosong di sebelah kamar mereka. Pasti Daffa yang menyimpan semua kunci kamar itu, pasti! Dirinya pun tak akan memilih tidur di sofa, tentu tak nyaman.

Dengan menekan gengsi, Kamila masuk kamar. Sebelum merebahkan diri di sebelah Daffa dia masuk mencuci tangan, kaki, gosok gigi dan mengganti pakaiannya.

Kamila duduk di pinggir ranjang dan menggeser selimut jauh dari badannya. Dia melihat Daffa sudah tidur dan memunggungi dirinya. Tidak biasanya pria itu tidur sembari menyuguhkan punggung lebarnya ke Kamila. Daffa biasanya tidur terlentang atau memiringkan badan ke arah Kamila. Ini tanda jika sang suami memang marah padanya.

Sudah tua kok ngambekan! Ejek Kamila dalam hati.

Kamila sempat menjulurkan lidahnya ke arah Daffa yang tidak mungkin tahu kelakuan absurd perempuan itu. Bahkan guling di sebelah Kamila hendak dilemparkan ke bahu Daffa, tetapi kalau Daffa bangun mungkin saja Kamila akan diusir. Lebih parah lagi jika Kamila disuruh tidur di lantai saja.

Kamila menahan emosinya dengan memaksakan diri berbaring, tak ingin dendam pada pria di sebelahnya. Namun, sulit sekali. Kamila menggeser tubuhnya hingga ke pinggir ranjang. Tak ingin berdekatan dengan Daffa.

Kamila menggigit bibir bawahnya, pikirannya berpusat pada tawaran pilihan Daffa tadi. Tidak mungkin Kamila keluar dari teater kampus! Dia sudah melewati diklat yang menyenangkan dan bisa lolos bergabung dengan organisasi itu, terus Daffa seenaknya menyuruh dia keluar? Yang benar saja!

Dia pun tidak rela jika motor disita, ruang geraknya bisa tak bebas. Sebagai mahasiswa di kota orang, tentu kendaraan penting. Jika Daffa melarangnya, Kamila sulit bergabung dengan teman-temannya yang mengisi jam kosong atau jam makan siang di luar kampus. Sekadar berjalan-jalan usai kelas terakhir ke mall, berburu jajanan kaki lima seperti telur gulung, pentol rebus, pentol bakar, dan bakso sepuluh ribuan di tepian Mahakam. Meminta tumpangan? Dih, mending pakai motor sendiri.

Ranjang sedikit terasa agak berguncang, tumben pria di balik punggungnya tidak tenang. Kamila mengembuskan napas kesal dan berbalik. Melihat Daffa yang kini terlentang dengan kerutan di dahi. Apa pria itu tengah bermimpi buruk? Kamila mendekat, meski kondisi yang agak gelap itu tidak dapat menutupi keringat dingin di dahi dan pelipis Daffa. Kamila melihat Daffa yang tampak gelisah. Kamila bangkit dan duduk di sebelah tubuh Daffa yang berbaring.

"Kak Daffa." Kamila memanggil Daffa dan mengguncang sedikit bahu pria itu.

"Kak, Kak Daffa." Napas Daffa terasa berat dan sesak.

"Ma-maaf, maaf..." Kamila mengernyit, apa Daffa merasa bersalah padanya hingga terbawa mimpi? Kamila menyeka keringat Daffa dan mengelus bahu serta dada Daffa agar tenang.

Kamila yang juga mengantuk memilih berbaring dan mengulurkan tangannya untuk tetap mengelus bahu Daffa.

Daffa bergerak meringkuk ke arah Kamila hingga kepala perempuan itu tenggelam di dadanya. Gerak tangan Kamila perlahan berhenti. Gadis itu tidur dengan posisi tangan yang mendekap bahu Daffa. Daffa refleks merapatkan tubuhnya ke tubuh Kamila yang terasa hangat. Napas Kamila berembus teratur menerpa dada bidang Daffa yang dibalut kaus polos.

Tanpa sadar mereka memangkas habis jarak yang selalu hadir di ranjang itu.

Itu adalah dekapan hangat pertama mereka di ranjang setelah sekian lama sebagai pasangan suami istri.

***
Daffa mengucek matanya dan mengecek jam di ponsel. 15 menit lagi azan subuh akan bergema dan dia tak juga bangkit. Agak terkejut mengetahui tubuhnya dipeluk Kamila. Wajah gadis itu tertutupi lengannya karena memeluk bahu Daffa, Daffa menggeser lengan Kamila dan membawa tangan perempuan itu memeluk pinggangnya. Sekarang wajah polos Kamila terpampang begitu jelas, begitu tenang dan dekat dengan dada Daffa.

Pipi perempuan itu berisi dan selalu mengundang Daffa untuk menggigit dan mencubit. Meski kenyataannya Daffa hanya bisa mengelus dan mengecup gemas saat Kamila tidur.

Embusan napas Kamila yang lembut dan hangat terasa di dada Daffa. Daffa merasakan sensasi yang membuatnya betah berlama-lama di posisi itu. Menilik wajah yang tadi ia buat menangis, dia menatap sendu roman Kamila.

Bergerak mendekat ke wajah itu dan menggesek lembut hidungnya di pucuk hidung mungil sang istri yang masih nyenyak tidur. Lalu, mengusap sisi wajah Kamila yang polos, hampir setiap hari terlihat polos. Gadis itu tak pandai merias wajah, meja rias sepi dari alat-alat make up wanita. Gadis itu terbiasa menggunakan bedak bayi dan memoles tipis bibirnya dengan lip tint.

Daffa masih betah mengamati wajah Kamila, dia tak akan pergi dari kesempatan emas ini. Bibir Daffa mengecup pipi Kamila lama dan menjauh saat Kamila bergerak. Daffa pikir dia akan ketahuan, tetapi gadis itu hanya bergerak sesaat dan kembali merapatkan tubuhnya ke tubuh jantan sang suami.


Daffa mengulurkan tangan untuk menarik selimut, membawa Kamila melakukan sunnah Rasul yakni tidur dalam satu selimut dengan istri. Namun, perempuan itu selalu tak tahan dan merasa risih jika dibalut selimut. Sampai azan subuh berkumandang Daffa pun bangkit. Segera membersihkan diri dan bersiap menuju masjid. 

***

Bersambung


DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang