PART 40: DALAM BAHAYA (2)

2.2K 123 4
                                    

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

Kamila mengedarkan pandangan saat mobil itu berhenti. Dia melihat wanita paruh baya yang membuka gerbang kini berdiri di dekat mobil.

Aryo lekas keluar, dia membuka pintu belakang mobil dan kembali meraih Dina dalam dekapan.

"Bu, tolong bawa es batu ke kamar saya ya." Pembantu rumah tangga itu langsung masuk menuju dapur. Sesuatu yang dingin seperti es batu dapat membantu orang yang pingsan untuk segera sadar dengan menempel es tersebut pada kulit wajah.

Aryo berjalan cepat dengan beban di lengan hingga memunculkan tetes-tetes keringat pada pelipisnya yang mengalir menyentuh dagu.

Ini pertama kalinya Kamila datang ke rumah Dina. Dari berbagai sudut, rumah ini lebih baik dibanding kamar hotel tempat Dina mengasingkan diri dari perselisihan keluarganya. Ya setahu Kamila, perempuan itu pernah menginap di hotel karena bertengkar dengan orang tuanya.

"Tolong lepaskan sepatunya." Fokus Kamila yang awalnya menilik bagian-bagian rumah itu yang tampak cantik teralihkan. Dia mendekati tungkai Dina yang ada dalam gendongan ayahnya. Pelan-pelan dia melepas sepatu putih itu dan meletakkan pada rak sepatu yang ada di samping pintu.

Dia ikut melepaskan alas kaki dan membantu Aryo membuka pintu kamar yang tak jauh dari ruang tengah.

Kamila tak ikut masuk karena itu termasuk ranah privasi keluarga. Kemudian, dari arah dapur wanita paruh baya tadi kembali. Kedua tangannya membawa es batu dalam wadah mungil dan handuk kecil. Kamila segera mempersilakan wanita itu masuk.

Sebelum menutup pintu kamar, Kamila sempat melihat ayah Dina, Aryo duduk di pinggir ranjang untuk memeriksa denyut nadi Dina. Tarikan napas perempuan itu tenang, perutnya tampak naik turun teratur. Menyadari kondisi Dina berangsur baik, Aryo pun bangkit usai mengecup kening gadis itu dan berbisik "tetaplah seperti ini, sebelum saya menyuruh kamu bangun."

Tungkai Kamila bergerak maju menuju sofa yang ada di ruang tengah. Tak sadar, dia juga merasa lelah dan diserang rasa panik sampai ke rumah ini. Kamila kembali mengingat lebam itu. Dia tak berani bertanya pada ayah Dina tentang lebam pada rahang anaknya.

Kamila merasakan suasana rumah ini sangat senyap. Apa Dina tak memiliki ibu? Itu yang dipikirkan Kamila. Wanita paruh baya tadi dia yakin hanyalah seorang pembantu rumah tangga di sini.

Dia melihat ke sekeliling, rumah mungil ini tampak nyaman. Tampak tv yang diletakkan di meja yang bertingkat. Meja itu seperti lemari yang didesain tanpa penutup dan punya banyak ruang yang diisi oleh tanaman hias dan buku yang disusun rapi.

Tak lama, suara pintu yang terbuka membuat Kamila menoleh ke kamar. Aryo keluar dari sana dan diikuti oleh wanita tadi yang kembali buru-buru berjalan ke dapur. Entah apalagi perintah dari tuan pemilik rumah.

Aryo berjalan mendekat dan duduk di single sofa. Dada lelaki tua itu terlihat masih naik turun, terengah-engah setelah membawa tubuh Dina dalam gendongan. Roman pria itu menampilkan gurat lelah dan sedih, membuat Kamila melemparkan senyum sendu. Orang tua mana yang kuat melihat anak mereka berbaring lemah seperti itu?

"Kamu teman Dina?"

"Iya om." Jawab Kamila pelan.

"Kita sudah pernah ketemu sebelumnya kan?" Aryo ingat sekali pada gadis polos ini. Mereka pernah bertemu di Renjana.

"Oh, iya om saya ingat. Waktu itu di kafekan." Aryo mengangguk, lalu tersenyum tipis.

Obrolan ringan itu terhenti sejenak saat jamuan penyegar tenggorokan dihidangkan di meja. Ada dua gelas minuman dingin dan kudapan manis menggugah selera siap untuk disantap.

DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang