Hargai tulisan ini dengan vote dan komen
🌸Terima kasih🌸
Daffa semudah itu terlena dalam waktu yang cenderung singkat? Dia yakin perasaannya pada Kamila murni cinta. Sudah sewajarnya sebagai suami dia mencintai sang istri. Meski jalinan kasih itu dari perjodohan.
Namun, Daffa yakin Kamila belum utuh memberi hatinya pada Daffa. Kamila menjalani pernikahan itu dengan keterpaksaan dan mengalir begitu saja. Toh, Daffa tidak berbuat jahat dan memperlakukan dirinya dengan baik. Kamila sadar dia menikah dengan pria yang paham agama, ya sejauh ini itu pandangannya pada seorang Daffa. Pria itu juga dewasa dan banyak bersabar. Tidak seperti Kamila yang emosinya masih suka meledak, tidak stabil. Tidak ada alasan buruk yang harus Kamila ujarkan untuk menolak Daffa. Dia ingat mama sangat mengidam-idamkan sang suami.
Daffa merasa kehidupan pernikahan mereka masihlah rumit, mereka belum saling memiliki secara utuh. Daffa harus meredam hasrat sebagai lelaki beristri entah sampai kapan. Orang-orang berbisik melempar candaan, mengatakan Daffa masih ingin berpacaran dengan sang istri. Jadi menunda hadirnya malaikat kecil dari benih cinta mereka.
Andaikan mereka tahu, betapa ingin Daffa menuntaskan hasratnya. Tidak ingin dengan wanita lain, dia hanya ingin dengan istrinya yang halal untuknya. Sering terbayang, bahkan dia beberapa kali bermimpi menghabiskan malam yang panas bersama Kamila. Sekadar angan yang tak sampai, yang membuat wajah Daffa merah padam.
Sulit, terasa sulit karena Kamila membentengi dirinya. Dia apa tidak sadar dengan kebutuhan biologis suaminya? Kamila dan Daffa tak pernah menyinggung kebutuhan batin mereka. Daffa berujung gelisah karena sangat ingin.
Daffa menyalahkan dirinya yang bersikap manis dan akhir-akhir ini sering menyentuh Kamila. Walau sekadar memeluk dan mengecup sang istri. Dia akan membuat Kamila terbiasa akan sentuhannya. Kamila ibarat pajangan menggiurkan yang membuat Daffa melirik penuh minat. Namun, hanya dapat dipandang. Tak bisa disentuh lebih jauh.
Malam ini Daffa menggeser tubuhnya menjauh dari Kamila. Tak ingin dihantui rasa ingin yang dapat membuatnya bertindak memaksa. Seolah Kamila santapan sedap yang siap dia lahap. Kamila yang beberapa terakhir mulai terbiasa dengan lengan besar yang melingkari pinggangnya, merasa kosong. Dia memandang Daffa yang memberinya punggung.
Ada jarak yang dibentangkan lagi di ranjang itu. Kamila menoleh bingung, tak merasa keberatan jika Daffa tak menempel padanya. Namun, kini dia merasa agak terbiasa dengan pelukan Daffa.
Kamila memejamkan mata, tak lama dia merasakan Daffa bergerak gelisah. Kamila bangun menyenderkan punggung ke kepala ranjang. Kini Daffa terlentang dengan jejak keringat yang jelas di dahi. Pria itu bergumam tak jelas, lalu Kamila mendapati bibir itu bergerak mengucap kata maaf. Ini bukan pertama kalinya Kamila melihat Daffa gelisah dalam tidurnya dan berkeringat seperti ini.
Kamila mengucek mata dan kembali berbaring. Dia mendekatkan tubuhnya pada Daffa. Mengusap lengan besar itu agar tenang. Memeluk Daffa erat, dia tak tega melihat Daffa seakan dihantui mimpi buruk saat tidur.
***
"Tadi malam A'a mimpi sesuatu?" Kamila memberikan wadah untuk nasi goreng yang sudah diaduk rata Daffa.
"Mimpi? Maksud kamu?" Daffa terdiam sesaat.
"Tadi malam A'a gelisah tidurnya, mimpi buruk lagi ya?" Kamila tak yakin itu mimpi buruk? Karena mengapa Daffa harus berujar maaf. Maaf kepada siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)
ChickLitKamila tak pernah menyangka harus membagi waktunya sebagai seorang istri dari Daffa Alhusayn. Dirinya masih aktif menjadi mahasiswa, sedangkan pria yang berusia 31 tahun itu adalah pengusaha kafe. Awalnya kehidupan pernikahan mereka terasa normal-no...