PART 19: TERKEKANG

3.2K 164 4
                                    

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

Tidak ada yang tahu eksistensi Daffa sebagai putra sulung pemilik salah satu kerajaan bisnis di Indonesia. Daffa pun tak disebutkan dalam profil keluarga Hasan group, atas permintaan pria itu. Indi tak bisa melerai sisi keras Daffa, membiarkan keberadaan Daffa seolah tak ada. Rasya seakan menjadi anak tunggal dari pernikahan Indi dan Hasan. Namun, itulah kenyataannya. Daffa dan Rasya datang dari rahim yang berbeda. Benih yang berbeda. Indi dan Hasan bukan orang tua kandung Daffa, itu yang membuat Daffa sadar akan posisinya. Dia memilih jalur berbeda dengan keluarga angkatnya yang membangun perusahaan besar di ibu kota.


Daffa sendiri melebarkan sayap di bidang kuliner. Dia tunjukkan pada nini dia bukan anak haram yang datang dan serakah akan harta dan posisi. Dia paham dan sadar, dari mana dirinya berasal. Daffa tak ingin terikat pada kerajaann bisnis keluarga angkatnya yang melambung namanya. Benar, ini karena ego yang terinjak-injak oleh bibir sang nini.

*Nini: nenek.

Hanya nini yang tak menginginkan Daffa.
Hanya nini yang tak menerima Daffa.
Hanya nini yang tak sayang pada Daffa.
Hanya nini yang kasar pada Daffa.
Hanya nini yang tak peduli pada Daffa.

Dia bersyukur bisa kuliah di luar negeri dan meninggalkan nini yang benci padanya. Daffa tak pernah berniat buruk pada wanita tua itu, sedari kecil dia diajarkan sopan santun dan hormat pada yang lebih tua. Namun, nini tak menghargai keberadaannya. Daffa bungkam, dari lubuk hatinya dia menyalahkan Indi dan Hasan. Mengapa pasangan itu memilih dirinya? Bukan orang lain? Jika itu orang lain apa akan diperlakukan demikian oleh nini?

Indi dan Hasan tak bisa bersabar diusia pernikahan mereka yang lebih dari dua tahun, tetapi tak kunjung diberi bayi. Mereka mengadopsi Daffa sejak pria itu masih balita. Daffa masih dapat tegar mencerna kenyataan itu diusianya yang masih 13 tahun. Dia seperti menelan pecahan kaca yang membuatnya berdarah karena nini yang melontarkan kebeneraran itu. Egonya kian tercabik dan hati Daffa patah mendengar ucapan pedas nini. Dia tak betah hidup serumah dengan nini. Tak berani pula manja dan membuka hatinya untuk Indi dan Hasan. Setelah kenyataan itu dia terima, Daffa bentangkan jarak pada kedua orang tua angkatnya. Indi dan Hasan terus berusaha mendekat dan meraih Daffa, membuat Daffa percaya. Jika Indi dan Hassan menyayangi dirinya dengan tulus. Namun, tidak dengan nini. Daffa pun sadar dan tak berharap banyak akan kasih sayang nini, yang tak akan pernah dia terima. Kata nini, Daffa ibarat parasit yang dipelihara dalam rumah. Dia bisa merusak, kejam sekali ucapan wanita tua itu.

Tak perlu lagi heran saat Daffa melepas masa lanjang, tak ada nini. Wanita renta itu tak sudi hadir. Daffa juga tak keberatan.

Daffa mengamati laporan stok barang bahan baku yang diserahkan Ata. Ada rincian persediaan bahan baku bulan ini dan data persediaan bulan sebelumnya. Kafe Daffa tak pernah benar-benar sepi dari konsumen, sebab kualitas makanan mereka terjamin dan sudah mendapatkan tempat di banyak hati pengunjung kafe. Daffa selalu meminta Ata agar ketat pada tiap pelayanan. Dengan begitu Kafe Renjana akan terus menjadi tempat idaman dan nyaman bagi banyak orang.

"Bahan baku bulan ini sudah ada digudang Ta?" Ata membalas tatapan Daffa.

"Besok bahan baku baru masuk gudang bang, saya sudah telpon sebelum bahan baku semakin berkurang." Jelas Ata.

"Kayaknya bulan depan saya mesti cek yang di Bandung Ta." Daffa masih memikirkan keputusannya, antara iya dan tidak sebab jika iya maka dia meninggalkan Kamila sendirian di rumah.

Setelah mengecek laporan tersebut, Daffa membuka ponselnya dan menemukan ada dua pesan dari Kamila.

Istriku
Aku udah sampai di rumah, gak usah
ke sana jemput kak.
Btw, malam ini kita makan apa? Mie ayam yuk!

Daffa menghela napas kasar, dia sudah memperingati Kamila untuk menelpon dirinya. Namun, perempuan itu diam-diam sudah sampai rumah. Kapan Kamila benar-benar mau menurut?
Dia tak membalas pesan itu dan lekas bangkit, mengambil kunci mobil.

Daffa kembali mendapati Toyota Vios hitam ada di depan rumahnya. Pria itu keluar dari mobil dengan gelisah, melihat pintu depan terbuka lebar dan ada pak Anwar yang tengah menyapu halaman.
"Assalamualaikum." Dua insan yang duduk di sofa, berseberangan itu menoleh. Kamila terkesiap tahu Daffa secepat itu sampai.

"Walaikumsalam." Kamila dan Pandu berdiri, Daffa mendekat dan berdiri di sampinh Kamila. Raut Daffa tampak serius dan rahangnya mengetat.

"Kak Pandu, perkenalkan ini kak Daffa su-sami suami a-aku." Ujar Kamila agak terbata-bata karena canggung.

"Perkenalkan saya, Pandu Mahendra kak. Teman Kamila." Pandu mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Daffa. Mereka pun berjabat tangan, Kamila melihat senyum Daffa agak terkesan dipaksakan.

"Saya Daffa Alhusayn, suami Kamila." Suara dingin Daffa membuat Kamila tak betah berada di posisi ini.

"Saya permisi dulu kak, udah mau magrib. Kamila aku pulang ya." Pamit Pandu dengan wajah yang belum berhenti tersenyum.

"Iya, hati-hati kak." Kamila berjalan hendak mengantar Pandu sampai halaman depan. Namun, langkahnya dihentikan Daffa.

"Kenapa?"

"Kamu sebenarnya tidak boleh menerima tamu, tidak boleh mengizinkan lelaki lain masuk ke rumah kita." Ujar Daffa yang mengatur napasnya karena menahan kesal.

"Dia bukan orang asing, aku kenal dia kak. Dia kemarin yang antar aku pulang. Dia kating aku."

"Bisa tidak kamu menurut Kamila? Tanpa izin suami, kamu tidak boleh memperbolehkan lelaki yang bukan suamimu dan tanpa sepengetahuan suamimu masuk."

Daffa tak asal berbicara. Rasulullah SAW bersabda, "Mereka tidak boleh memasukkan lelaki di rumah. Jika mereka melanggarnya, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Sementara mereka punya hak disediakan makanan dan pakaian dengan cara yang wajar, yang menjadi kewajiban kalian." (HR Muslim).


"Kamu punya adab sebagai istri disaat aku tidak ada di rumah, kita ini adalah pakaian untuk satu sama lain. Kamu menutup aku, aku menutup kamu. Aku menjaga diri untuk kamu dan kamu menjaga diri untuk aku. Dengan kamu menerima tamu, sampai lelaki itu masuk ke rumah ini. Apa tak akan mengundang fitnah? Kamu bisa merusak pakaian yang menutup kita." Jelas Daffa dengan raut mengeras. Dia seolah memiliki anak gadis pembangkang, susah diatur. Kenyataanya gadis ini adalah istrinya sendiri.

"Tapi aku gak berbuat yang tidak-tidak kak, cuma menjamu tamu. Masa diusir? Sudah baik aku menerima tamu dari pada mengusirkan? Lagian, kak Pandu datang mau ngantar naskah dialog buat nanti malam aku kasih ke temenku." Kamila membela dirinya dan mengatakan hal sebenarnya. Pandu tak dapat bergabung dalam kegiatan teater nanti malam karena harus keluar kota. Pemuda itu menitipkan naskah itu pada Kamila, karena wisma mereka berdekatan. Daffa memejamkan mata, kedua tangannya terkepal di pangkuan.

"Aku tidak izinkan kamu pergi nanti malam. Kamu tidak boleh lagi keluar malam La." Daffa bangkit menuju bilik pribadi mereka.

"KOK GITU?! Salah aku di mana lagi? Kak Daffa mau nya apa sih? Ini rumah bukan penjara! Kemarin sita motor, sekarang buat aku tambah gak bebas!" Teriak Kamila. Perempuan itu mundur beberapa langkah saat Daffa berbalik menghadapnya.

"Ini perintah Kamila, aku tidak izinkan lagi kamu keluar malam. Dan jangan lagi mengizinkan tamu pria masuk ke rumah ini. Jangan terlalu dekat dengan Pandu."

"Terserah!"

Mata Kamila terasa panas, dadanya naik turun oleh emosi yang tak bisa ditahan. Daffa benar-benar mengekangnya sekarang. Dia baru tahu Daffa punya sisi seperti ini, sisi yang membuat dirinya tak lagi betah di dekat pria itu.

***

BERSAMBUNG





DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang