PART 28: CACIAN TAJAM

3.4K 138 5
                                    

Hargai tulisan ini dengan vote dan komen

🌸Terima kasih🌸

Kamila tidak banyak merespon obrolan Intan, Veni dan Sherlia di kantin. Sherlia beberapa kali melemparkan pertanyaan ke Kamila agar perempuan itu menanggapi dan tertarik bergabung. Tidak banyak ekspresi dari wajah Kamila, Sherlia menduga Kamila masih kesal padanya. Bahkan, setelah Sherlia meminta maaf, Kamila tidak menegurnya lagi. Sherlia meringis dalam hati, pasti Kamila benar-benar mogok bicara padanya.

Raut Kamila yang sedang tidak ingin diajak bicara membuat teman-temannya akhirnya paham dan tidak mengusik perempuan itu. Sherlia sendiri menjadi canggung di depan Kamila.

Topik yang sedang hangat-hangatnya Veni bahas adalah alumni mereka yang masih fresh graduate sudah bisa punya rumah dan beli mobil BMW.

"Eh tapi kalau gaji fresh graduate pasti beda tipislah dari UMR kan?" Kata Intan.

"Bukan jurusan kita sih doi, jadi susah lacak dia anak siapa, mungkin aja orang tua dia emang berduit?" Sambung Veni.

"Pamer terus lagi di story IG, masih muda sudah mapan tinggal nikah aja, nyari jodoh. Tapi ya aneh tau gak?! Kalau bukan pemberian orang tua, itu mobil mau dicicil pake uang dari mana? Duit sendiri hm... gak mungkin cuy. Pake daun? Mustahil!" Mata Veni menyipit dengan isi kepala yang penuh kecurigaan.

"Username Instagramnya apa? Mau lihat dong!" Intan menepuk antusias bahu Veni.

"Tuh buka aja di DM, udah aku share profil IG dia ke kamu."

"Lagi cerita apa nih?" Perempuan yang mengenakan blouse coklat dan celana jeans dengan rambut yang digerai itu ikut nimbrung. Dina duduk di sebelah Sherlia yang menyantap nasi rames.

"Lagi gibahin ora- Eh kamu ganti hp?! Gilak ini yang terbaru kan? Iphone 13?!! Aduh mahal hp kamu dari motor aku Din! Parah, pengen pegang dong!" Pekik Veni terpesona melihat ponsel yang digenggam Dina. Perempuan itu memang telah mengganti ponselnya sejak dua hari lalu.

Sherlia ikut mengerling ke ponsel itu. Sherlia menahan wajahnya agar tidak terperangah, tak ingin terlihat kampungan seperti Veni.

Veni mengelus ponsel itu pelan dan begitu hati-hati seolah itu adalah kaca yang mudah pecah. Kalau tak sengaja jatuhkan repot gantinya, mesti tukar pakai ginjal. Itu pun kalau ginjal Veni laku.

"Cantik banget! Jadi pengen beli juga tau! Beli di big mall nih?"

"Iy-" perkataan Dina terpotong.

"Gak perlu dipamerin juga kali, gak malu jajan pake duit orang? Gaya selangit! Modalnya ya badan doang kan? Murahan!" Sahut Sarah sengit. Perempuan berkemeja kotak-kotak itu berhasil menarik atensi penghuni kantin siang itu.

"Eh apaan mulutmu Anjir! Dijaga!" Tak terima temannya diusik, Veni berbalik menghadap Sarah dan beberapa temannya yang tak jauh dari meja mereka. Sarah yang dikenal hampir tidak pernah heboh apalagi bersuara keras itu berhasil memancing perhatian. Perempuan itu memang terkesan jutek dan semakin angkuh jika terlihat marah. Wajah Sarah merah dengan tatapan tajam menghunus tepat bola mata Dina. Ada dendam yang membara di dadanya.

"Temanmu itu yang mesti dijaga! Biar berhenti obral badan depan omku! Nyari pelanggan kira-kira juga kali mbak, jangan gatal ke pria yang udah beristri. Kamu pikir aku gak tau, kalau kamu sering nongki nakal di tempat karoke? Bangga jual badan di sana? Cih, lonte!" Ucap Sarah tak gentar, kilatan tajam di bola matanya kian pekat. Dia sadar sudah mempermalukan dirinya sendiri dengan menyebut 'om'nya. Secara tak langsung memberi arti jika omnya adalah pemakai jasa perempuan asusila. Tentu rasa malunya tidak sebanding Dina, perkataannya jelas banyak menyudutkan perempuan itu.

"Pantes aja jajannya heboh banget, traktir sana sini, pemasukannya ya gampang tinggal buka kancing, ngangkang, duit masuk. Iya kan?" Ejek Sarah sambil tersenyum remeh dan menatap bengis Dina yang mengepalkan tangan di bawah meja.

"Bangsat! Diam gak? Mulut tuh direm, busuk banget mulutmu! Gak malu?" Veni berdiri siap memberi bogem di wajah yang merah marah itu. Sarah hanya tertawa meremehkan.

"Yang busuk itu temanmu, badan udah kayak limbah seharusnya dibuang karena dipake berulang kali sama om-om. Dia yang harusnya malu. Bakat kok melacur sih." Sarah tertawa puas.

Veni hendak melemparkan tisu kotor ke wajah Sarah, namun ditahan oleh Sherlia. Kamila bingung dengan semua perkataan yang saling bersahutan tadi. Benar-benar terdengar sangat kasar, tidak ingin jadi sasaran atensi yang dipojokkan. Sherlia mengajak teman-temannya pergi dari sana segera, setelah membayar semua makanan dan minuman. Rasanya amarah meletup-letup di dada Dina, tangannya terus terkepal erat. Dia bisa saja menarik rambut dan menampar mulut Sarah, tetapi mereka pasti akan semakin membuat kehebohan. Bahkan diusir dari kantin atau lebih parah dipanggil oleh ketua program studi.

"Si Anjing! Kalau Iri gak usah busuk gitu dong mulutnya, ah pengen narik rambutnya tau gak sih?!" Veni malah yang menggebu-gebu ingin menghajar Sarah.

"Udah, makin kita ladenin, makin dia ngomong aneh-aneh." Sherlia memberi air mineral pada Dina yang terus memasang raut keras tanpa berkata apa pun sejak tadi. Mereka kini duduk di bangku panjang yang ada di pinggir koridor.

Kamila diam-diam menilik wajah Dina, agak cemas akan keadaan perempuan itu. Dia juga sangat penasaran. Namun, Dina tidak mengeluarkan kata-kata apapun.

Sherlia sudah pernah memperingati perempuan itu agar tidak mencolok, tetapi Dina beberapa kali mempertontonkan kemewahan yang dia miliki. Dia juga termasuk sangat berani merengek pada 'gadun'nya untuk mengantar hingga depan gerbang kampus.

Sherlia yakin, mata Sarah pasti pernah menangkap mobil Pajero itu dan langsung mencurigai omnya punya 'peliharaan' yang rupanya mahasiswa dari kampus yang sama dengan dirinya. Jika tidak begitu bagaimana Sarah bisa tahu?

Perempuan bertubuh berisi dan berkulit kuning langsat itu sempat memberi saran Dina agar cari gadun yang lain, setelah tahu Dina terikat dengan pria beristri. Ucapan Sarah mengingatkan sekaligus mengejutkan Sherlia, dia baru tahu jika pria itu om dari Sarah.

Mudah saja kalau Dina hendak mengganti sugar daddy, asal dia rajin clubbing dan terus merawat diri. Namun, Dina telah terikat kawin kontrak dengan Aryo. Mereka sudah menikah sirih. Pria itu akan menjamin semuanya sampai Dina lulus kuliah.

Ini risiko yang mengesalkan dan tentu tidak aman, apalagi Sarah adalah keponakan lelaki dewasa itu. Pria berduit yang telah menikah biasanya cepat bosan dengan satu gundik, maka dari itu Sherlia tidak memilih gadun yang beristri. Namun, Sherlia melihat hubungan Dina dan papa gulanya cukup hangat dan langgeng selama satu setengah tahun. Kehidupan perempuan itu sungguh terjamin.

Dina tidak banyak pertimbangan jajan di tempat mahal dan fancy. Asal sat set sat set saja membayarkan teman-temannya. Dikenal royal dan dengan candaan teman-temannya menyebut dirinya 'anak sultan'.

Sherlia sendiri memilih jalan aman dengan terikat bersama pria berstatus duda. Seorang politikus yang untungnya tidak bosan padanya. Hubungan mereka awet, tiap bulan tabungannya terus bertambah. Tak tanggung-tanggung tanpa dia meminta, lelaki itu ingin membelikannya mobil. Sherlia tidak tergiur karena dia takut profesinya akan terendus. Dia tak ingin mencolok seperti Dina, jadi dia memilih motor.

Postingan instagram dia juga tidak akan mengundang prasangka orang-orang, intinya dia menjalani dengan aman.

Dia tak lagi pusing soal biaya tempat tinggal, tidak perlu kekurangan skincare, make up, makan, biaya kuliah dijamin dan bebas jajan juga. Sherlia tidak ⁴perlu menunggu uang kiriman orang tua yang sering dua sampai tiga bulan tidak dikirim, keuangannya telah ditanggung oleh sang sugar daddy. Jatah Sherlia bisa mencapi 30 juta dalam sebulan, belum uang jalan-jalan. Dia jadi punya banyak tabungan sekarang dan kadang mengirimkan ke orang tuanya dengan dalih 'Ini uang buat abah dan umah ya, ini Lia dapat dari hadih menang lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional.'

"Balik ke kelas aja yuk, bentar lagi jamnya pak Cakra." Ajak Sherlia.

Suasana hati Dina yang kacau dan beberapa kali hendak muntah, akhirnya memilih untuk meminta izin agar diperbolehkan pulang. Wajahnya tidak merona lagi sejak dari kantin, pucat dan tampak tidak enak badan.

***
Bersambung

DIDEKAP KALA ITU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang