EMPAT BELAS

641 41 0
                                    

Keesokan harinya, Naufal berniat untuk menemui abahnya. Ia hanya ingin bertanya terkait perjodohannya dengan Kayla. Memastikan tentang siapa yang sebenarnya akan dijodohkan dengan gadis itu.

Kakinya hendak melangkah, namun tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilnya. Suara yang sangat Ia kenal. Naufal menoleh, mendapati Hafizh tengah berdiri dibelakangnya sembari bersandar di tembok dengan kedua tangan yang dilipat didepan dada. Ekspresi wajahnya sulit diartikan.

"Ada apa, bang?" Tanya Naufal.

"Bisa bicara sebentar?"

Naufal mengangguk, lantas keduanya berjalan menuju balkon kamar Hafizh. Dari yang Naufal tangkap, sepertinya Hafizh akan membicarakan hal yang penting.

"Gue pengin lo jujur tentang perasaan lo terhadap Kayla."

Benar saja, abangnya akan membahas soal gadis itu.

"Lo suka Kayla sejak kecil, kan?" Tanpa basa-basi, Hafizh bertanya langsung pada intinya.

Naufal diam. Jujur, ia sangat ingin menghindar dari pertanyaan itu. Pertanyaan yang sama sekali tidak ingin ia jawab. Karena memang ia sendiri masih bingung dengan perasaannya.

Tapi bagaimana abangnya tahu kalau sedari kecil dirinya sudah mengenal Kayla?

"Gue nggak sengaja dengar percakapan lo dan Kayla tadi malam." Ungkap Hafizh seolah tahu pertanyaan yang ada di benak Naufal.

"Gue suka Kayla Fal, tapi lo lebih dulu suka ke dia."

"Dan terkait perjodohan itu, gue nggak tahu kenapa lo yang dijodohkan dengan Kayla. Bukan gue, abang lo."

"Tapi adek gue sendiri malah nggak pernah cerita soal itu." Sambung Hafizh. Tampak raut kekecewaan di wajahnya.

"Maafin gue bang, gue-- "

Spontan Hafizh memotong perkataan Naufal, "Kapan kalian akan menikah?"

"Abah nggak memberitahu gue soal itu."

"Jika seandainya perjodohan itu batal, dan ternyata abah menjodohkan gue dengan Kayla, lantas bagaimana dengan lo? Apa lo bisa menerima itu?"

Naufal tahu arah perkataan abangnya akan kemana. Hafizh akan mencoba membujuk abahnya demi bisa bersama gadis itu. Naufal paham sifat abangnya jika sudah mempunyai suatu keinginan.

"In syaa Allah bang. Yang gue percaya, jodoh tidak mungkin tertukar. Allah sudah mengatur semuanya. Jika memang Kayla jodoh abang, gue akan berusaha mengikhlaskannya."

Hafizh tersenyum mendengar jawaban Naufal.

"Kenapa bang?" Seolah ada yang salah, Naufal bertanya.

"Adekku ini... Lo nggak boleh lebih dewasa dari gue ya!" Ledek Hafizh.

"Ahaha abang bisa aja."

Hafizh menepuk pundak Naufal, "worth it buat jadi suami Kayla."

"Hah? maksud abang?"

Naufal menatap kepergian Hafizh. Ia bingung dengan sikap abangnya. Ada apa dengannya? Tadi dia bilang menginginkan gadis itu. Tetapi sekarang perkataannya seolah mendukung dirinya untuk menjadi suami Kayla.

"Bang, gimana maksudnya?"

Naufal menyusul Hafizh yang telah berada di kamarnya.

"Gue mendukung perjodohan itu."

"Bang, jangan bercanda!"

"Gue nggak bercanda."

"Terus gimana dengan abang?"

"Seperti yang lo katakan tadi, jodoh tidak mungkin tertukar. Jika memang Kayla jodoh lo, gua akan berusaha ikhlas menerimaya."

"Udah, siap-siap sana gih!"

"Buat?" Bingung Naufal.

"Ck, gue udah bicarain soal ini ke abah. Gue saranin biar lo cepet-cepet ngelamar Kayla. Kan lebih cepat lebih baik. Abah setuju, kalo bisa sih minggu ini."

"Hah! Minggu ini? Abah bilang begitu?"

Hafizh mengangguk sebagai jawaban.

"Ya nggak secepat ini kali, bang. Gue juga butuh banyak persiapan. Menikah itu ibadah yang panjang. Gue nggak mau buru-buru."

"Lo kan bentar lagi selesai coas. Bukannya pernikahan lo dan Kayla dilaksanakan sebelum lo internship, ya? Kata abah sih begitu."

"Rencana emang begitu, tapi gue nggak tahu, apa Kayla mau jika pernikahan dilakukan secepat ini. Terlebih, gue nggak tahu perasaan dia ke gue seperti apa. Sejauh ini, gue belum pernah nanya soal itu."

"Kayaknya ada yang lo nggak tahu deh."

"Maksudnya?" Bingung Naufal.

"Sebentar, ada yang mau gue tunjukin ke lo."

Hafizh mengambil sesuatu dari dalam laci kamarnya. Secarik kertas lusuh yang telah diremas oleh pemiliknya. Ia lantas memberikan kertas itu kepada Naufal dan menyuruhnya untuk membaca tulisan yang ada didalam kertas itu.

Perlahan, remasan kertas itu terbuka. Naufal membaca setiap kata dengan wajah berseri, seakan mendapat surat dari orang yang ia cintai.

Dear my future gus, Naufal.

Terimakasih udah hadir di hidup Kayla, dan maaf udah sering bikin gus kesel karna ulah Kayla.

Senang bisa mengenalmu, gus!

Begitu isi tulisan yang terpatri pada secarik kertas itu. Naufal tak menyangka bahwa ia akan mendapat ucapan seperti itu dari perempuan yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
 
"Senang dipertemukan denganmu, Kayla Andira." gumamnya.

"Gue nemuin kertas itu di kolong meja Kayla. Karena gue penasaran jadi gue ambil. Kemungkinan dia mau ngasih itu ke lo tapi gak jadi, dan akhirnya dibuang dan diremas-remas sampai seperti itu."

"Jadi gimana hm?" Tanya Hafizh karena sedari tadi Naufal tak kunjung membuka suara.

"Bang, lo nggak papa?"

"Hemm... ditanya malah nanya balik,"

"Fal, gue nggak mungkin ngerebut kebahagian adek gue sendiri. Lagian yang Kayla suka itu bukan gue, tetapi lo. Gue nggak mau jadi penghalang antara kalian berdua. Maafin gue yah, gue nggak tahu kalo kalian dijodohkan. Jika tahu mungkin gue nggak akan menyukai wanita yang udah abah jodohkan dengan lo."

Naufal tertegun mendengar penuturan Hafizh. Disatu sisi, ia ingin menikahi gadis yang ia cintai sejak kecil. Tetapi disisi lain, itu sangat berat karena akan ada hati yang terluka karena hal itu, yang tak lain adalah hati abangnya. Entahlah, apapun pilihannya semoga itu yang terbaik.

-------------

-TBC-

After With You (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang