PART. 13
• • ๑ • •
"Ada apa, Aya?" Erise bertanya karena mobil yang mereka tumpangi berhenti. Aya menoleh menatap majikannya serius, belum sempat wanita itu menjawab, sebuah gedoran keras pada kaca mobil membuat fokus mereka teralihkan.
"KELUAR!"
Teriakan disusul gedoran keras pada kaca mobil membuat Erise cukup terkejut, Gare pun sama. "Mama," anak itu mendekatkan diri pada Mamanya, dan Erise memeluk cukup erat untuk menenangkan.
"Nona, tolong jangan keluar. Saya bisa menangani ini, jika nona butuh bantuan, segera telepon Sekretaris Tejo." Ujar Aya tegas.
Erise menatap keluar, disana terdapat satu mobil van hitam. Jangan lupakan ada ada beberapa orang pria berbadan kekar, wajah mereka tidak santai sama sekali. Beberapa dari mereka juga membawa tongkat baseball. Dari perawakannya, mereka terlihat seperti preman elit? Atau mungkin kelompok geng. Erise tidak pernah merasa punya masalah atau menyinggung sesuatu dari mereka.
"Kau akan keluar?" Erise bertanya cemas karena tampaknya Aya sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Tentu Erise cemas, Aya wanita seorang diri. Sedangkan diluar pria perkiraan ada sepuluh dengan badan kekar mereka.
"KELUAR ATAU KACA INI AKU PECAHKAN!" terdengar lagi teriakan membahana itu, Gare semakin memeluk Erise, anak itu ketakutan.
Aya menoleh menatap Erise serius, "Nona tolong ingat pesan saya, jangan keluar dan segera hubungi Sekretaris Tejo." Erise tak sempat untuk membalas karena Aya sudah keluar lebih dulu.
Erise panik, tapi dia tidak menunjukannya terlalu nyata. Disini ada Gare, anaknya butuh perlindungan. Melakukan apa yang Aya perintahkan, Erise segera melakukan panggilan langsung pada Nega. Panggilan terjawab pada dering kedua, Erise segera menjelaskannya secara singkat.
"Tunggu, aku sedang dalam perjalanan. Kau jangan sampai keluar. Paham?" Suara Nega terdengar tegas, tapi Erise dapat merasakan kecemasannya.
"Aku paham."
"Bagus, jangan mematikan telepon, biarkan ini tetap menyala sampai aku datang." Erise dapat mendengar Nega menghela napas kasar. "Bagaimana dengan Aya?"
Erise pada tempat Aya berdiri. "Aya di luar, dia sedang berbicara dengan orang-orang itu. Aku tidak dapat mendengar obrolannya."
"Bagus, pertahankan seperti itu untuk mengulur waktu."
"Tunggu," Erise menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas. "Sepertinya aku kenal dengan salah satu orang itu," ujarnya yang cukup di dengar Nega.
Orang yang Erise maksud adalah orang berbadan kekar, pria itu sedang memperhatikan seraya menyender pada van hitamnya. Seperti seorang pemimpin.
"Apa? Erise?"
Erise mengangguk, "Benar! Aku mengenalnya. Bagaimana kalau aku keluar dan berbicara dengan pria itu?" Dia tak tahu dapat pemikiran ini darimana, tapi tak ada salahnya mencoba bukan?
"Apa?! Jangan! Kubilang kau jangan keluar. Aku sebentar lagi sampai, tunggu sampai aku datang! Jangan buat aku membunuh semua orang disana!" aura kemarahan Nega di seberang sana tampaknya terasa sampai sini.
"Maaf, Mas. Aku akan mencoba dulu," ujar Erise. "Aku bukan bermaksud pamrih, tapi orang itu pernah mengatakan dia mempunyai hutang budi padaku."
Erise tak dapat mendengarkan seruan Nega diseberang sana, karena kini fokusnya pada Gare. Anak itu menangis, oh Gare yang malang, pasti dia sangat ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husbandy
RomanceKarena sifat baiknya yang berlebihan membuat Erise seringkali dimanfaatkan dan ditipu. Sebelumnya Erise akan menerima saja, selagi mereka baik padanya. Tapi sekarang tidak lagi sejak dirinya dikhianati oleh Ibu dan adiknya, apalagi mereka membawa-ba...