PART. 22
Votenya [cry] tidakkah kalian menghargai ceritaku dengan vote?
• • ๑ • •
Wanita itu turun ketika mobil yang di tumpanginya berhenti. Setelah membayar, dia segera keluar. Pandangannya langsung tertuju ke depan, gedung perusahaan Naozka Group. Gedung perusahan kelas menengah itu kacanya tampak mengkilap karena pantulan cahaya matahari.
Vanessa berdiri memandang dengan wajah pucat seolah tak memakai riasan apapun. Kelopak matanya tampak bengkak dengan kantung mata yang sedikit hitam karena banyak menangis dan kurang tidur. Dia bahkan tidak memperhatikan penampilannya yang menjadi sangat biasa. Dengan keadaan standar seperti inipun tak menutupi kecantikan alami Vanessa.
Pulang dari pelelangan yang berakhir dengan sebuah fakta terungkap di taman, Vanessa menangis semalaman. Banyak pikiran masuk dalam otaknya, mulai dari awal tingkah laku Jameta, sifat serta sikapnya. Kemudian dia memikirkan Alvin, dihubungkan lagi dengan Jameta. Sebanyak apapun Vanessa memikirkannya, dia masih tak dapat menemukan jawaban apa yang membuat Jameta tega mengkhianatinya.
Padahal bukankah dia sudah sangat baik pada Jameta dan Ibunya? Air susu dibalas air tuba.
Lalu, pikiran Vanessa tak berhenti sampai di sana. Ketika pagi menjelang dia sarapan bersama orang tuanya yang gila kerja. Vanessa berpura-pura bertanya bagaimana jika dia membatalkan pertunangannya dengan Alvin.
Orang tuanya langsung menolak dengan tegas usulan buruk itu. Ibu Vanesa mengatakan pertunangan mereka adalah hal yang sangat menguntungkan. Sedangkan Ayahnya melanjutkan, jika Vanessa ingin membatalkan pertunangan, dia harus menemukan pria dengan kekuasaan lebih besar daripada Alvin.
Kembali pada Vanessa sekarang, kaki wanita itu melangkah membawa ke depan, perusahaan yang sering di kunjunginya sejak kenal dengan Alvin. Pegawai perusahaan itu juga cukup mengenal Vanessa sebagai kekasih dari dari pimpinan mereka.
Vanessa melangkah dengan pasti, dia membalas sapaan satpam yang menyapanya. Sampailah Vanessa pada bagian resepsionis. Senyum tipisnya terukir, "Apa Alvin ada?" tanyanya.
Resepsionis bername tag Vella itu cukup mengenal Vanessa hingga dia membalas dengan senyum ramah. "Ada, Nona. Tuan Alvin belum keluar sejak pagi." jawabnya.
Bagian resepsionis itu terdapat dua wanita, dan resepsionis satunya yang sedari tadi memperhatikan berkata khawatir. "Nona Vanessa, apa Anda baik-baik saja? Wajah Anda tampak pucat," ujarnya.
Vella juga menyadari, tapi dia tak sempat bertanya. Wanita itu membenarkan perkataan temannya, "Benar. Apa Anda baik-baik saja? Apa perlu saya panggilkan dokter?"
Vanessa mengibaskan tangan seraya tertawa ringan, meyakinkan kedua resepsionis itu. "Aku baik-baik saja, kebetulan hari ini malas sekali memakai make up." Ujarnya seraya tersenyum tipis. Dan sepertinya kedua resepsionis itu tampak percaya karena mereka mengangguk.
"Kalau begitu aku akan ke ruangan Alvin," pamit Vanessa. Vella dan temannya membalas dengan senyum ramah.
Rasanya Vanessa baru mengambil tiga langkah, ketika matanya menangkap orang yang di carinya keluar dari lift bersama dengan Jameta. Vanessa tak mempunyai waktu untuk bernapas dan bereaksi, dia dengan cepat berbalik dan memasuki meja resepsionis. Wanita itu merendahkan diri dan berjongkok tersembunyi di balik meja tinggi resepsionis.
Vella dan temannya, berserta dua pegawai lain yang baru datang tampak heran. Vanessa menggerakkan tangannya dengan wajah sedikit panik, mengode mereka untuk diam.
Di balik meja tinggi itu, Vanessa tak bisa melihat serta mendengar apapun. Pikirannya sudah tersita dengan kehadiran Jameta. A-apa yang dilakukan wanita itu di sini? Lagi-lagi ini hal yang baru di ketahuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husbandy
RomanceKarena sifat baiknya yang berlebihan membuat Erise seringkali dimanfaatkan dan ditipu. Sebelumnya Erise akan menerima saja, selagi mereka baik padanya. Tapi sekarang tidak lagi sejak dirinya dikhianati oleh Ibu dan adiknya, apalagi mereka membawa-ba...