Part 2: Siapa Dia?

7 1 0
                                    

Arqi berdiri di ambang gerbang, menunggu para tetamu yang akan datang. Perasaannya diselimuti kecemasan juga rasa sakit. Tapi, Arqi tidak mengerti, rasa sakit yang seperti apa sedang menghampiri hatinya.

Di sekitarnya, ada beberapa kawan sedang berpakaian sama dengannya. Para gadis yang mengenakan baju bodo untuk penyambutan berdiri di depannya, menghadap ke jalan luar. Keadaan itu membuat kening Arqi berkerut.

'Ini aku lagi ngapain?' tanya hati kecilnya.

Belum selesai Arqi bingung, suara lantang mencuri perhatiannya, "Penari! Penari! Siap! Musik! Musik!"

Dia ingat wajah itu.

Perasaannya berubah semakin tidak karuan.

Dicobanya menarik nafas dalam, berharap dirinya bisa tenang meski sedikit. Namun lantunan musik tarian penyambutan khas Sulawesi yang dimulai, menggagalkan harapannya. Lima penari gadis meliuk di tengah gerumulan. Arqi merasa sedikit silau. Samar-samar dilihatnya seseorang berpakaian khas pengantin laki-laki Sulawesi, dia juga merasa kenal dengan pemuda itu.

Tapi siapa?

Pemuda itu masuk dengan senyuman merekah. Dia bahkan sempat menoleh pada Arqi, seolah meminta dukungan bahkan izin. Tahu-tahu Arqi mengangguk. Pemuda itu pun melangkah dengan tenang diiringi musik dan orang-orang berpakaian pesta.

Aku menghadiri pesta siapa? Eh tapi sebentar! Ini kok aku tahu rumah siapa?

Arqi memperhatikan taman sebelah kiri jalan masuk. Tempat itu sangat disukainya saat kecil. Dia dan sahabat kesayangannya selalu menangkap capung jarum panjang di sana.

Kaki Arqi lalu menyeretnya ikut naik ke atas rumah. Sebuah rumah panggung yang punya tingkat dua terbuat dari dinding batu bata di bawah. Jantungnya segera berdenyut lebih kencang.

Jangan bilang. Kuharap jangan bilang. Jangan bilang yang sedang kupikirkan benar-benar terjadi! Oh no! Arqi bergidik ngeri.

Diam-diam, Arqi menerobos masuk. Dia naik ke sebuah kamar yang pernah sering didatanginya. Kamar gadis satu-satunya di rumah ini yang dia sukai.

Setiba di atas, Arqi nyaris oleng. Dua orang tante Maiza berdiri di kiri kanan pintu kamar itu, seolah sedang mengawal dengan tegap bagai seorang dayang.

Za, ini bukan acara kamu kan? Tanya Arqi entah pada siapa.

Terguncang, dia berusaha mendekat.

"Za..."

"Mundur, Qi!" Cegat salahsatu dari mereka.

"Aku perlu ketemu Maiza. Mohon beri aku jalan." Pintanya serak, nyaris hilang kesadaran.

"Nggak bisa! Biarpun kamu sahabat ponakan kami, ini tetap bukan waktunya kamu muncul dan mengacaukan acara, Arqi!" Kata tante yang satunya dengan kasar.

"Tante, aku mohon, izinkan aku ketemu Maiza. Aku perlu bicara." Pintanya lagi.

"Nggak, Qi! Lagian kamu kok di sini? Bukannya di bawah? Ini siapa sih yang izinkan dia naik, Wa?"

Awa menggeleng kepala sambil mengangkat kedua telapak tangannya ke udara, seolah menyerah, "Jangan tanya padaku. Aku di sini denganmu dari tadi kan, Nud?"

"Qi, mending kamu turun deh. Ntar malah berabe kalau kamu kelihatan di sini." Bujuk Awa.

"Za..." Arqi malah merespon dengan memanggil nama sahabatnya. "Za, buka pintunya! Ini aku, Arqi."

"Qi...Arqi...jangan gitu dong!" Pinta tante Awa.

"Kamu bisa ngerusak acara kalau begini." Kata tante Nudia.

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang