Ngelantur Sarat Makna

89 3 0
                                    

"Apa yang bisaaa
Kulaakukann untukmuuu
Agar kau kemmmbaliii teeersenyummm,
Duhaii jeelitaaa.
Kurinnnduuu manismuuu
Tapi kuutahuuu tak bissa miillikii.
Kuuhanynya mampu
Melihatmuu dii kejaauuhan
Sammbil berbiisik,
Jeelita,
Apaakah kauu menjaawab pesankuuu?
Apaakah kau mennangkapp siratkuuu?
Kalau saja boolehh,
Kuingin segra datang
Melaamarmuu."

Arqi bersemu merah. Dari dalam kamar dia mendengar jelas nyanyian itu.

Telinga Ipul tidak kenapa-napa meski ia asyik menjelajah isi laptop Arqi. Dia yang kebetulan baru saja membuka file Arqi, membulatkan mata saat seluruh foto itu terlihat jelas hanya fokus padanya dan Maiza. Belum lagi ditambah nyanyian itu. Kepalanya lantas melarikan diri dari gambar yang masih terbuka, mengarah pada si pemilik.

Arqi seolah tahu, kepalanya ikut menoleh pada Ipul. Mereka terdiam beberapa saat. Lalu tawa kemudian lepas secara serentak.

"Kena lo tuh." Ipul tidak bisa menahan diri untuk meledek.

Tawa Arqi semakin meledak.

"Wahyu itu pake nyanyi segala. Dia bisa dilepasin dulu dari gitar nggak?" Pinta Arqi di sela-sela tawanya.

"Mending jangan, Qi. Lebih gila dia tanpa gitar. Dia kayak anak ayam kehilangan induknya."

Arqi tertawa lagi, "ah gila lu. Masa teman sendiri disebut anak ayam."

"Mending. Daripada gue bilang anjing, kan lebih parah tuh." Senyum Ipul tidak berhenti.

Mendengar itu, wajah Arqi berubah serius.

"Benar juga sih."

Ipul memandang Arqi dengan seksama. Dia merasa senang sahabatnya sudah kembali seperti dulu.

Ya, sahabat. Sahabat sejak lahir malah. Dulu, mereka selalu dipanggil kembar. Apa yang Arqi punya, Ipul juga pengen. Ipul selalu lengket. Bahkan sampai sekarang pun, Ipul sebenarnya masih begitu. Memang ada yang berubah. Mungkin karena dia juga sudah menjadi dewasa.

"Dalam Islam kan hewan itu yang tidak diperbolehkan dipelihara apalagi dimakan. Kita kena liur saja harus dicuci pakai tanah 7 kali."

"Yup. Liurnya dianggap najis,  sholat kita tidak sah. Tapi apa benar hewan ini haram, Pul?"

"Soal haram..." Ipul membalikkan badan ke arah laptop lagi.

Tangannya  mengelik-kelik dan mengetik-ketik. Mungkin karena yang ia cari tidak dapat, matanya dipicingkan. Setelah beberapa menit, dia membaca.

"Ini nih, Qi. Ada dibahas. Jadi, dulu di zaman Rasulullah, beliau diundang ke sebuah acara. Acara di rumah pertama, beliau datang. Tapi di acara rumah kedua, beliau tidak datang. Ketika ditanya, alasan beliau karena rumah kedua ada anjing."

"Itu maksudnya haram bukan?"

"Hmmm..." Ipul berpikir sejenak. Dia tidak mau salah-salah ngomong. "Well...secara spesifik, tidak ada disebutkan bahwa ini haram. Karena ini juga makhluk hidup yang Allah ciptakan dengan maksud. Namun untuk dimakan, iya, ini haram. Soalnya kan itu binatang yang berkuku tajam dan punya gigi taring."

Ipul scroll ke bawah.

"Hanya saja, kalau dipelihara selain buat jaga ternak dan tanaman juga berburu, akan mengurangi pahala pemiliknya sebanyak satu qirath setiap harinya. Hadits riwayat Bukhari nomer 5163 dan Muslim nomer 1574. Dikatakan bahwa ini dari Abdullah bin Umar. Dan ada juga dari Abu Hurairah, hadits riwayat Muslim nomer 1575."

Arqi tertawa, "kita mau lomba-lomba punya banyak pahala, eh malah berkurang."

Kepalanya sudah lebih mendingan setelah tidur beberapa jam dan tertawa.

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang