Langkah-langkah Hilang

64 6 2
                                    

"Ada yang liat nggak, mereka kemana?" Tanya Damar saat yang lain sudah berhenti di sekitarnya.

Mereka hanya membuka helm dan berkata tidak.

"Duh, harusnya tadi ada yang naik motornya berdua." Damar kesal. "Ini kita jadi kayak geng motor."

"Jadi gimana nih, Kak?"

Damar tidak menyahut cepat, dia kehabisan akal.

"Ada yang bawa hp gak?" Rania bersuara.

Hana keluarin benda itu dari sakunya, "Tapi aku nggak masuk group anak-anak. Cuma angkatanku doang, Kak."

"Kalo 3 orang yang berangkat duluan tadi ada nggak di group itu?"

Hana diam. Lebih tepatnya dia tidak ingat siapa-siapa yang tadi pergi duluan.

"Han, Vitri, Han!" Sera mengejutkannya.

Hana menelan ludah, "Vit..ri...?"

Dia tampak enggan. Rania mengerutkan kening. Yang lain juga merasa heran.

"Han, demi kak Maiza ini." Sera melanjutkan.

"Oke oke." Hana menyerah.

Ass. Vit, kamu dmn? Yugi kmn?

Mereka menunggu.

"Ya Allah...Han, nggak ikhlas banget sih kamu nih smsnya. Bilangnya cuma ass. Ass itu donkey." Sera protes. "Jangan-jangan Vitri nggak bakal balas lagi. Dia kan jago bahasa inggrisnya. Bisa salah paham dia."

"Shhhh berisik amat sih kamu. Jangan bilang yang tidak-tidak deh."

Pesan masuk.

Wa'lkmslm. Sorry. Hilang jejak. Opik jatuh. Nur yg ikutin.

Hana membacanya. Matanya membelangak.

"Astagfirullah! Belum selesai masalah yang satu, ada lagi yang lain..." Damar merasa gila mendengar kabar itu.

"Han, hubungi Tara atau Jannah! Chat pribadi saja. Yang lain jangan sampai tahu. Kasitahu mereka buat ke sana diam-diam."

"Kak, aku boleh ke sana nggak?" Hana mulai menangis.

Damar menatapnya. Heran. Penuh tanya. Namun bayangan Sera yang melihatnya seperti mendukung Hana tertangkap samar. Matanya beralih pada gadis itu. Hatinya langsung berkata oh.

"Oke. Tapi kamu pergi sama Baso." Ucapnya. "So, bawa motor Hana."

"Lah, motor gue gimana, Kak?"

Damar mengumpat dirinya. Dia benar-benar salah strategi.

"Kak, di depan ada rumah omku. Motornya bisa kita titip di sana." Sera memberi solusi.

"Syukurlah." Lesung pipi Damar nampak.

Ia berusaha berpikir cepat.

"Kak, aku bawa motor sendiri aja. Nggak mungkin dibonceng cowok."

"Gue ngerti, Han. Tapi kamu nangis-nangis gitu nggak mungkin bisa bawa motor. Nggak boleh. Sulitlah buat gue kalau ada yang kenapa-napa lagi." Damar menjawab, Rania bisa mendengar ada tekanan khawatir di sana.

Damar punya tanggung jawab lebih. Cuma dia yang paling tertua tersisa di perkumpulan mereka. Cuma dia dan kak Tara yang masih mau menghabiskan waktu dengan mereka, sesibuk apapun dirinya.

Ran, apa sekarang kamu kagum sama sosok ini?

"Raka, you ikut Hana sama Baso. Farul, kamu bawa motornya Baso ke rumah omnya Sera. Ah gila. Baliknya Farul pake apa?"

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang