Jalan Tidak Satu

36 2 0
                                    

Detak jantungmu yang pergi, pernahkah kau bayangkan itu?

Bertahan untuk sesuatu, apa pernah kamu lakukan?

Kun fayakun. Jika Allah mau, semua bisa terjadi.

Pohon-pohon melambai seperti mengucapkan salam. Angin berhembus terlalu lembut seolah membelai pundah-pundak yang tertunduk. Siapa yang bisa menyangka bahwa seseorang di balik ini akan dikelilingi banyak orang untuk melepasnya?

Seorang wanita berusaha tidak menangis. Sebaliknya, ia berusaha tegar sambil mengusap-usap punggung anak perempuannya.

Anak itu kira-kira sudah kelas 2 SMP. Duduknya tidak perduli tanah merah lembab yang melekat. Di pipinya bahkan sudah menempel tanah itu.

"Kakakku..." ucapnya. "Mami, tidak adami kakakku...siapami jagaka', Mami? Siapa jagaki', Mami? Tidak adami papi. Baru-baru papi pergi, Mami, kenapa kakak juga mau ikut? Tidak tegakah ini kakak sama saya, Mami? Sama Mami juga?"

Wanita 50an tahun itu tidak menjawab. Ia mencoba senyum, tapi senyum itu tidak sanggup merekah.

Hati mana yang sanggup kehilangan sosok penopang hidup? Dan kini ditinggal pergi anak laki-laki tertua satu-satunya?

"Banyak salahku sama kakak...banyak kata-kataku ceritaiki kakak di belakang. Belumpeka sempat minta maaf. Kenapa pergimi?"

Tangisnya pecah lagi sambil merebahkan bagian depan tubuhnya di tumpukan itu.

Di belakang, kebanyakan gadis meminta pelukan kawan sesama gadis. Mereka yang justru terbuai kepilauan itu.

Bahkan, pemuda-pemuda pria terpaksa menjauh atau mencoba menyembunyikan mata yang berair.

Salah satu pemuda itu, tangannya mengepal. Sebuah tangan lantas bertengger di bahunya.

"Tidak apa-apa, Farul. Tidak apa-apa."

Seharusnya kalimat itu sudah bisa membuatnya lega. Terlebih jika orang ini yang mengucap. Namun tidak. Farul tetap saja punya sesuatu itu di dadanya. Sesuatu yang membuat tangannya tegang dalam kepalan.

"Iye, Kak." Farul hanya bisa mengucapkan itu.

"Kak Damar, dipanggil sama kak Said."

Damar menoleh ke sosok yang berbicara dengan kakak-kakak senior lainnya. Dia mendesah. Perasaannya tidak enak. Mungkinkah kak Said menilai tindakannya salah tidak mengabari kejadian belakangan ini?

"Bentar ya, Rul."

Damar menerima anggukan sehingga ia bisa beranjak meski cemas.

Rul...

Panggilan itu membuatnya tak senang.

Apa ini sebuah kebetulan atau memang takdir?

"Kak Rul, kenapaki pergi...?"

Suara itu terdengar seperti persis di telinga Farul.

"Farul..." suara lain di telinga sebelahnya sanggup mengusir segala rasa yang tidak dia inginkan dalam sekejap.

"Kak Yugi." Dia merespon singkat.

"Thanks." Belum sempat Farul melakukan apa-apa, Yugi sudah memotongnya seperti membentak.

Farul terkesima. Orang-orang di dekat mereka bahkan menoleh, mengira ada sesuatu yang salah.

Yugi tidak perduli karena dia sendiri sedang berjuang melawan ego dan marahnya.
Kedua tangannya terlipat di depan dada seperti seorang bodyguard bertubuh kekar. Namun sayang, badan Yugi tidak sangat kekar seperti di dalam film-film itu.

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang