Part 2: Berkecamuk

3 0 0
                                    

Maiza membulatkan mata saat melihat kehadiran sosok dari balik pintu. Dia menyaksikan dengan jelas bagaimana berantakannya penampilan pemuda itu. Ingin sekali gadis itu melompat dari kasur untuk memeluk, tapi dia ingat kejadian hari ini sudah pasti membuatnya tidak boleh lupa diri.

Tangan yang tadinya beranjak ke udara mengarah pada pemuda itu, kini beralih membuka earphone di kepalanya.

"Qi, kamu ngapain masuk ke dalam sini?"

"Mau mengobrak-abrik dunia!" Jawabnya ketus.

Pemuda itu, sahabatnya, memilih duduk di sebelahnya. Maiza tahu sahabatnya sedangkan memperhatikan semua benda yang ada di dalam kamarnya. Ini bukan pertama kali dia main ke sini. Tetapi, sudah pasti ini pertama kali dia menemukan semua benda di kamarnya.

"Ada apa?" Maiza memilih bertanya seperti itu. Namun, bukannya menjawab, Arqi malah terlihat melototinya dengan marah. "Kamu nggak seharusnya di sini. Sebentar lagi mereka akan datang. Kamu bisa kenapa-kenapa kalau ada di sini. Aku nggak mau itu terjadi."

"Kalau kamu masih peduli sama aku, kenapa kamu memilih ini? Kenapa, Za?" Tanpa Maiza duga, Arqi malah langsung menyahuti kalimatnya.

Kenapa katamu? Sergah Maiza dalam hati. Aku udah lama peduli sama kamu, tapi apa kamu ingat bagaimana respon kamu ke aku? Maiza mendengus.

"Itu kan salah kamu sendiri!" Jawab Maiza kesal.

"Aku salah kenapa?"

Aduuuuhhh masih nanya lagi.

"Pikir aja sendiri!" Arqi tidak lagi dipandangi Maiza dengan baik. Sepertinya kali ini benar-benar serius hatinya sedang marah.

"Za, bagaimana aku bisa mikir sendiri kalau ada kejadian yang tiba-tiba gini? Kamu nggak ada ngasi kabar ke aku kalau kamu mau balik. Kamu nggak ada ngasi kabar ke aku kalau kamu mau punya acara ginian. Kamu malah nggak ada ngasi kabar ke aku sudah berapa lama?"

Mau tidak mau, kalimat-kalimat itu menarik wajah Maiza menoleh sepenuhnya lagi pada Arqi. Terlihat matanya membulat penuh.

"Kamu jangan bercanda!" Ada nada sedikit tinggi di suaranya.

Arqi sampai terlihat heran. Mulutnya kelihatan bergerak bingung hendak mengucapkan kalimat apa untuk merespon. Yang diharapkannya adalah jawaban, bukan ketusan.

Beruntung Maiza menyambung lebih cepat, "Nggak ngasi kabar?"

Tangannya menggenggam bantal di pangkuan dengan erat.

Ni cowok minta dikecam apa? Yang nggak ngasi kabar itu siapa?

Yang benar aja!

Bibir Maiza manyun lagi.

Tapi Arqi masih menunggunya berbicara.

Lama menunggu, Maiza tidak lagi melanjutkan kata-katanya. Dia malah meletakkan telapak tangan kirinya ke dagu dan pipi. Telapak itu menahan beban dagu, terlihat dari bantal yang turun di bawahnya.

Arqi berdecak sambil menutup mata.

Hhhhh...umur segini kayaknya emang troublesome. Ditelannya saliva yang berkumpul di leher. Buru2 badannya ditarik menghadap ke pintu saja. Dan entah mengapa, dia berdiri hanya untuk memberi jarak duduknya sedikit lebih jauh dari Maiza.

Maiza yang menoleh hanya mata dan sedikit gerakan kepala, mengerutkan kening.

Apa dia marah? Kok dia yang marah?

Tanpa disadari, Maiza menggigit sedikit bibir bawahnya di bagian dalam.

Diturunkannya telapak itu dan ditegakkannya badannya lalu bertanya, "Kok kamu jauh gitu?".

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang