Kenalan sama Arqi

63 3 4
                                    

Hai, aku Arqi, 26 tahun. Sejujurnya aku tidak pernah marah. Ayah dan ibuku tidak pernah ngajarin aku mudah marah.

Tak ada perlakuan khusus, cuma kebetulan punya orangtua yang komitmen menjaga nada dan tindakan. Katanya sih dengan banyak istigfar dan ingat perasaan orang lain.

So, meski kamu belum dewasa atau belum menikah, komitmen ini sudah harus dibangun. Soalnya gak bisa cuma sehari aja.

Tidak masalah kan merencanakan jadi orangtua seperti apa kelak, dari sekarang?

Aku dulu anak bahagia yang biar diberi permen saja sudah merasa gimanaaaaaaa gitu.

Tapi sejak sekitar 19 tahun yang lalu si mbak Maiza (sttt jangan bilang-bilang kalau aku manggilnya mbak. Dia bisa marah!) datang dalam kehidupanku. Bawaannya seperti bunga mawar yang mengharumkan setiap saat.

Ah lebay.

Itu yang kamu pikirkan kan?

Tapi percayalah. Setiap laki-laki punya sisi romantik yang disembunyikan. Kamu hanya perlu menggali dan bersabar sedikit saja.

Cuma, setiap ekspresi romantik kami berbeda-beda. Buat para anak remaja masjid, lebih ada kontrol. Kecuali kalau hati kami lebih ikutin hawa nafsu.

(Maaf ya buat sesama kaum aku, aku buka dikit rahasia nih. Jangan marah please!)

Back to Maiza.

Maiza ya. Bukan Raisa.

Maiza dulu si muka lugu yang bawaannya bikin aku selalu pengen jaga terus. Dia orangnya cerewet abiz. Banyak nanya. Banyak mau tahu, tapi bukan suka kepoin orang ya!

Banyak nanya Maiza tuh kayak gini. Misalnya lagi nonton Spongebob. Nah dia tiba-tiba dia nyeletuk tuh, "Qi Qi, itu dia segi empat kenapa sih? Kenapa bukan segi lima aja atau sekalian bulat aja?".

Di hari lain, dia nanya, "Qi, ini film kenapa sih? Bikin sedih banget..." sambil nangis-nangis. Padahal dia sudah kelas 3 SMA loh.

Waktu kuliah, "Qi, itu daun sedih amat sih. Kok bisa melengkung gitu? Kasihan tahu."

Kalau ketemu cewek kayak gini, kamu bakal gimana? Kamu harus selalu siap dengan jawaban yang memuaskan dan membuatnya pintar. Soalnya serasa ngejagain anak. Biar tumbuhnya dia jadi gadis cerdas dan beremosi stabil.

Tapi...lama-lama...

Entah sejak kapan,

Aku mulai punya marah. Anehnya, aku marah Maiza dapat pujian dari oranglain. Aku marah Maiza tidak bisa kujaga lagi. Aku marah saat sadar dia sudah dikelilingi banyak orang.

Aku marah.

Hanya pujian kecil. Hanya pujian kecil seperti salah seorang junior laki-laki memanggilnya kakak cantik di acara pengkaderan angkatanku.

Aku keluar.

Aku memutuskan keluar.

Tapi aku tidak bisa jauh dari kelompok itu. Kebanyakan anggota itu adalah teman-teman masa kecilku. Rumahku yang besar mau tidak mau jadi tempat perkumpulan.

Pikiranku tidak bisa jauh dari Maiza. Tapi aku juga tidak bisa dekat dengan Maiza. Saat seorang junior menyatakan perasaannya, aku menerimanya.

Aku sering tidak di rumah. Rumahku lama-lama tidak didatangi. Aku juga semakin jarang ketemu Maiza. Maiza juga seperti nggak perduli...

Menyedihkan...

Maiza malah banyakan pergi dengan anak-anak dari pengkaderan itu. Sudah angkatan 15 kalau tidak salah. Bukan hanya sekedar pengaderan, bahkan untuk jalan-jalan pun mereka sering. Yang membuatku marah, aku pernah dapat foto Maiza berdua berdampingan sama cowok. Sementara di foto yang lain, beberapa anak perempuan yang meski pakaiannya sudah tidak ketat, mau saja membiarkan bahunya jadi topangan tangan atau lengan laki-laki.

Apa bedanya mereka dengan aku?

Aku masih bisa hormati cewek aku dengan tidak menyentuhnya atau sekedar memegang tangannya.

Bonceng sih iya. Hanya itu sih. Tapi aku lebih baik dari mereka kan?

Karena itu, aku merasa marah saat mereka 'mengutus' Maiza untuk bicara padaku soal pacaran.

Aneh.

Apa karena aku hanya dengan pacarku yang karena itu bisa banget terlihat, makanya dianggap salah? Sementara mereka yang katanya 'cuma teman' jadi 'suka-sukanya' atau 'sentuh-sentuhnya' jadi sah gitu?

Aku memang salah sih tumpahin semua ke Maiza. Padahal dia sendiri tidak seperti itu. Foto berdua sama teman cowok itu hanya berdampingan. Nggak deketan kayak biarin tangan si cowok nyentuh apa-apa.

Maiza pernah selalu digangguin oleh 1 senior. Senior itu religious tapi bisa-bisanya dia mencolek Maiza. Maiza yang sudah sekitar beberapa bulan berhijab marah. Dia tegas mengucapkan dia tidak suka. Senior itu kuperhatikan mundur. Hanya berbuat begitu ke yang lain.

Ketegasan wanita itu penting. Tegas yang bukan marah tapi tetap diam, seolah antara senang dan tidak saat diperlakukan tidak adil. Meski untuk beberapa kasus, ada orang-orang yang tidak 'ngeh' oranglain tidak suka, menyerah berarti pasrah dan membiarkan orang itu tetap berbuat jeleknya.

Itu buruk.

Dan membiarkan perasaanku galau terus seperti ini juga buruk.

Perasaanku pada Maiza.

Aku harus bagaimana?

Sementara aku belum bisa seperti kak Damar. Aku belum mapan...

Maiza, jika kulamar engkau dengan diriku yang masih pengangguran ini, apakah engkau mau?

***

Author message;

Maaf ya, lama nggak nulis. Penulis lagi mengurus banyak hal. So, butuh bantuan kalian buat maksa dia nulis.

Well, kalau ada request request, komentar aja ya! Jangan lupa vote cerita Arqi-Maiza.

Love you
Eunoia Rain

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang