Kekacauan Kedua

62 5 0
                                    

Hp Jannah berbunyi. Nomor baru tertulis di sana. Jannah yang sedang khawatir segera mengangkat.

"Halo, Assalamu Alaikum?"

"Jan, ni Sera."

Wah, tuh anak agaknya lupa jawab salam.

"Ser, lo jawab salam dulu." Suara Raka ikutan terdengar.

Sera seperti kaget. Dia sontak mengucap Astagfirullah lalu menjawab salam Jannah.

Jannah beranjak menjauh.

"Jan, siapa, Jan?" Sahabatnya membuat langkah Jannah belum bisa maju.

"Sera."

Seketika 3-4 cewek bangun mengikuti. 3 orang cowok tidak mau ketinggalan. 1 cewek berhenti di pintu sementara yang lain mengelilingi Jannah di kursi teras. Cewek yang satu itu masuk ke dalam.

"Ya, kenapa, Ser? Gimana keadaan di sana? Kak Damar mana? Yugi dapat gak?"

"Jan, nanyanya satu-satu."

"Iya, Sera gimana bisa jawab itu." Yang cowok menambahkan.

"Jan, kak Hasrul ada nggak di situ?"

Jannah tidak langsung menjawab. Keningnya mengerut. Dia memandangi kawan-kawannya. Lalu berdiri ke arah pagar. Gadis berpakaian gamis itu melihat ke bawah.

Dia kenal motor Hasrul. Tidak ada satupun anggota mereka yang tidak. Soalnya motor Hasrul yang motor besar ala geng motor. Stiker-stiker anak punky nya masih ada.

"Kak Hasrul udah balik belum?" Ia menoleh ke kawan-kawan.

Kawan-kawan itu ada yang saling berpandangan sebelum menggeleng.

"Tadi dia disuruh pergi sama kak Damar dan yang lain buat ngejar Yugi."

"Weh, ada kak Hasrul di dalam?" Yang cowok terdekat dari jendela berbicara melalui benda itu.

"Nggak ada."

"Belum balik."

"Tuh, Jan."

Jannah mengangguk, "Kak Hasrul belum balik, Ser. Tadi kan dia ikut kalian. Eh kalian dimana sih?"

Suara di seberang terdengar saling bertengkar. Kedengarannya mereka ada bertiga dan sedang di pinggir jalan.

"Mungkin sebaiknya kita balik lagi ke rumah om kamu, Ser. Motor Baso biar aku pakai dulu. Kita nggak bisa biarin kak Damar sama Rania sendiri hadapin Yugi. Yugi kan anak preman juga." Farul terdengar mengusul.

"Tapi ayahmu akan bilang apa nanti? Kita juga perlu cari itu secepatnya." Sera berbicara tanpa menjauhkan hp.

"Ser, ada apa sih?"

"Bentar, Jan."

"Atau panggil anak-anak lain aja buat ke dermaga. Wahab agaknya sudah di rumahnya itu. Kali aja dia punya teman di sana bisa...kawal kak Damar sama Rania." Itu suara Raka lagi. "Anak-anak lain suruh kemari juga. Tapi yang cowoknya aja."

"Ka, kita nggak bisa juga agaknya manggil anak-anak. Kalau sampai kak Damar tahu, dia bisa tambah pusing. Tadi aja kak Damar udah sempat nggak bisa mikir."

"Kamu sih pake ngusulin Hasrul jaga tadi."

"Lah dia kan udah berubah."

"Berubah apanya?"

"Kok kalian jadi ribut?" Sera terdengar kesal. "Jadi ini kita mau gimana?"

Suara di sana diam.

"Jan, gimana? Ada apa?"

"Kok kamu malah diam, Jan?"

"Telponnya masih aktif gak?"

Tangan Jannah yang pegang hp ditarik temannya.

"Masih aktif, tapi cuma ada suara mobil."

Yang lain ikut nempelin telinga. Cowok-cowok tidak berani. Hanya melihat saja.

"Halo, Jannah?"

"Eh balikin balikin." Kawannya mengoper lagi hp itu ke pemilik. Tapi Jannah masih mematung.

"Jan...Jan..." dia terpaksa disadarkan.

Jannah menoleh. Dia terlihat lebih mirip habis amnesia.

Temannya memberi isyarat ke hp.

"Oh. Ya." Jannah mengambil dan menempelkan lagi ke telinga. "Halo?"

"Halo, Jannah. Di situ ada Wahab nggak?"

"Bi, liat ada Wahab atau nggak." Jannah bicara ke cowok yang paling tidak gabung dengan mereka.

"Wahab nggak ke sini, Jan. Katanya sore baru bisa datang." Teman laki-laki di belakang jendela menjawab. "Ada apa?"

"7 orang. Oh tidak. 3 orang saja, berangkat ke dermaga. Yang lain, ada sesuatu yang harus dikerjain. Katanya cowok semua aja." Jannah hanya bisa menjawab seperti itu.

"Tapi kak Fiqi dan yang lain ngelarang kita kemana-mana, Jan."

"Bio, panggilin kak Nita ke bawah. Tungguin aku di..." Jannah mencari tempat. "Bawah manggis sana. Panggilin kakak sepupunya juga."

"Weh jadi siapa yang mau berangkat ke dermaga ini? Motor cuma ada berapa? Yang punya mobil bisa pinjam nggak? Atau ikut aja sekalian."

"Nit, Sahrul, dipanggil ke pohon manggis! Tungguin Jannah di sana."

Bio seperti tak ingat tempat sampai harus berteriak. Padahal dia cewek.

Keadaan menjadi sangat berisik. Ini lebih dari kebisingan sebelumnya. Suara-suara panik itu bahkan sampai terdengar di dalam kamar Arqi.

"Duh tuh anak-anak kok makin berisik aja?" Fiqi sewot.

"Eh itu suara motor bukan?" Anto menimpali.

"Kak..." panggilan dari luar menyetop mulut Fiqi menjawab. Ketukan terdengar setelah itu.

Anto melihat mereka lalu beranjak ke arah pintu.

"Eh ada Dara. Kenapa, Dara?" Anto bermanis muka.

Gadis cantik yang terlihat imut-imut banget itu malu-malu.

"Ah kamu tuh, To. Godain anak perempuan aja." Fiqi memotong Anto di depannya dan mendorong pintu.

Anto nyaris terjatuh.

"Pantesan gak jadi nikah melulu. Sewotnya kebangetan." Ipul menyindir.

"Apa kamu bilang?"

"Kenapa, De?" Teriakan Arqi membuat mereka berdua merasa malu. Suara paraunya terdengar kesal.

Arqi cemas itu kabar tentang Maiza.

"Jannah dapat telpon dari Sera, Kak. Teman-teman mau pergi."

Kalimat itu bagai sambaran petir buat Fiqi, Anto, dan Ipul.

"Pul, kau di sini saja."

Fiqi sudah lari duluan.

Kesempatan!

***

Remaja 26 (Dilanjutkan Part2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang