Pagi ini Elvano diantar oleh Darius ke tempat tinggal barunya yang berada di dekat rumah Afifah. Elvano kaget melihat kontrakan kecil yang hanya satu petak dengan sebuah kamar mandi di dalam yang sangat kecil dan sederhana. Memang sih di dalamnya sudah lengkap dengan kasur, bantal, lemari, TV, kipas angina, dan hal penting lainnya. Tapi bagi Elvano tentu saja ini tidak biasa, dia yang selama ini hidup mewah, bahkan selalu berada di ruangan ber-AC, tapi kini ia harus menggunakan kipas angin.
"Pah, yang benar saja, masa aku harus tinggal di tempat seperti ini?" protes Elvano.
"Tentu benar, kamu harus belajar hidup sederhana agar tahu bahwa tidak semua orang seberuntung dirimu. Jadi nantinya kamu tidak akan seenaknya menghabiskan uang untuk hal-hal tidak yang tidak berguna. Masalah makan, kamu akan makan bersama keluarganya Afifah, mereka masak apa saja kamu harus makan. Uang harianmu juga akan diatur oleh Afifah, sehari kamu hanya mendapat seratus ribu. Makan, transportasi, dan kebutuhan pokok lainnya sudah dijamin." Darius menjelaskan kehidupan yang akan Elvano jalani.
"Kamu nantinya mulai belajar mengaji pada sore dan malam hari setelah pulang kerja. Afifah akan memantau perkembanganmu, turuti saja dia, jangan sampai kamu merepotkan Pak Umar dan keluarganya. Semakin cepat kamu memenuhi syarat dari papa dan mama, maka semakin cepat pula kamu bisa pulang ke rumah dan mendapatkan semua fasilitasmu!" ujar Darius.
"Tapi, Pah, memangnya tidak ada tempat tinggal yang lebih layak dari pada ini?" tanya Elvano, setengah protes tentunya.
"Tempat ini layak kok, bersih, lingkungannya juga asri. Udah, gak usah banyak protes, jalani saja." Darius kemudian ke luar menemui istri dari Pak Umar untuk menitipkan Elvano selama tinggal di kontrakan dekat rumah mereka.
Elvano melempar kopernya, dia menatap kontrakan sempit yang memang terlihat rapi meskipun sederhana. Kemudian dia merebahkan tubuhnya ke kasur yang memang masih baru, tapi sangat jauh jika dibandingkan kasur yang selama ini dia tiduri baik di rumah, maupun di apartemen.
"Gila sih, gue yang sedari kecil selalu hidup mewah, tapi sekarang harus tinggal di tempat kaya gini." Elvano rasanya ingin berteriak kencang meluapkan emosinya, tapi dia berusaha tahan karena nanti pasti diomeli oleh papanya.
Setelah setelah papanya kembali, Elvano kemudian diajak oleh papanya pergi menemui orang yang akan mengajari tentang mengaji padanya. Rumah beliau memang cukup jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki.
Guru yang akan mengajari Elvano tentang agama adalah seorang pria paruh baya yang biasa mengajar ngaji di masjid terdekat. beliau begitu dihormati karena sifatnya yang baik, ramah, suka membantu sesama yang membutuhkan, dan cara berdakwah serta mengajar beliau tidak menggurui, dan mudah dipahami.
***
Malam harinya, Elvano tidak bisa tidur karena panas dan cukup banyak nyamuk. Padahal dia sudah menutup tubuhnya dengan selimut agar tidak digigit, tapi tetap saja rasanya gatal. Tidak lama kemudian Afifah yang ditemani oleh ibunya datang, mereka membawakan obat nyamuk untuk Elvano, serta autan. Tadi Elvano sudah makan di rumah Afifah, tapi Afifah lupa memberikan obat nyamuk pada Elvano.
"Pak, besok pagi langsung ke rumah aja buat sarapan sebelum kerja. Nanti kita bakal dijemput sama sopir yang Tuan Darius suruh, pulangnya juga diantar. Lalu setelah pulang kerja saya akan mengantar Bapak mengaji ke rumah Pak Kyai Ali." Afifah menjelaskan sambil memberikan obat nyamuk.
"Hmm," jawab Elvano.
"Ya sudah, kalau begitu kami pergi dulu. selamat istirahat, Pak Elvano, semoga Bapak bisa betah di sini." Afifah tersenyum ramah, lalu ia kembali bersama ibunya.
"Betah? Huh, yang benar saja. Bisa bertahan aja udah bagus." Elvano mendengus kesal sambil menutup pintu, untungnya Afifah dan ibunya sudah pergi dan tidak mendengar gumaman Elvano.
"Astaga, gue gak bisa tidur!" keluh Elvano yang sejak tadi berusaha memejamkan matanya, tapi tidak bisa. Dia sejak tadi berbalik ke kanan, kiri, terlentang, tengkurap, tapi tetap tidak menemukan posisi nyaman yang membuatnya tertidur.
Paginya Elvano dibangunkan oleh Afifah, padahal ini masih jam empat kurang. Dengan jengkel Elvano membuka pintu kontrakan. Rupanya di sana sudah ada Afifah yang ditemani oleh Pak Umar. Mereka terlihat sudah rapih, Afifah sudah mengenakan mukena sambil menenteng sajadah, lalu Pak Umar juga sudah menggunakan baju koko, sarung, kopyah, dan sajadah yang tersampir di pundaknya.
"Pak, ayo sholat subuh dulu di masjid bareng sama saya dan ayah saya. Inget, ini pesan dari Tuan Darius loh, jadi Bapak gak boleh nolak." Sebelum mendengar penolakan dari Elvano, Afifah sudah lebih dulu mengancamnya sambil membawa-bawa nama papanya Elvano. Terlihat penampilan bosnya itu kacau, layaknya pria baru bangun tidur, hanya bedanya Elvano baru tidur sebentar tadi.
"Gue gak bisa, gue udah lupa caranya sholat soalnya udah lama gak sholat." Elvano mengatakan hal yang sejujurnya, kini dia tidak memakai bahasa formal karena di luar kantor dan dia memang sedang enggan saja menggunakan bahasa formal, atau setidaknya menggunakan aku-kamu.
"Astaghfirullah. Hmm, kalau begitu Bapak ikut aja, tapi di belakang, sembari ikutin gerakan orang lain pas sholat, nanti sore kita langsung pergi ke tempat Pak Kyai biar Bapak bisa secepatnya diajari dan diingatkan kembali tata cara dan bacaan dalam sholat." Afifah tetap memaksa Elvano.
Sejujurnya saat kecil Elvano juga mengaji karena Darius sendiri menyewakan guru ngaji khusus untuknya. Saat berada di rumah, ia juga sholat bersama orangtuanya, hanya saja semenjak remaja sholatnya mulai bolong-bolong. Apalagi orangtuanya juga sibuk, jadilah kurang pengawasan yang ketat lagi. Ditambah saat di New York Elvano sama sekali tidak pernah sholat, dan perlahan-lahan semuanya sudah terlupakan.
"Gue ke masjidnya besok aja deh, nunggu belajar dulu. Gue terakhir sholat pas SMA, itupun jarang-jarang, dan gue dulu bisanya bacaan pendek, tapi sekarang udah lupa." Elvano menolak dengan alasan yang jujur.
"Kalau dulu Bapak sempat bisa, pasti kalau menjalankannya lagi, sedikit demi sedikit akan ingat. Nanti saat Bapak mendengar, atau mengikuti gerakan sholat, pasti masih ada ingatan yang tertinggal mencuat kembali. Belajar itu semakin cepat semakin bagus, sudah, buruan kami tunggu." Afifah tidak menerima penolakan dari Elvano, dia pikir semakin cepat semakin bagus.
"Huh, dasar kepala batu!" ujar Elvano menggerutu, dengan terpaksa dia masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti pakaian, kebetulan ada lemari kecil yang isinya baju koko dan perlengkapan sholat.
"Nanti biar ayah saya yang membimbing Bapak untuk wudhu." Afifah tersenyum senang melihat perubahan penampilan Elvano yang kini sudah mengenakan baju koko, kopyah, sambil menenteng sarung dan sajadahnya.
"Hmm," jawab Elvano malas.
Sebenarnya Afifah jarang sholat subuh ke masjid, karena memang perempuan bagusnya sholat di rumah, sedangkan laki-laki ke masjid. Tapi berhubung mulai saat ini Afifah ditugaskan untuk mengawasi Elvano, otomatis Afifah akan ikut ke mana pria itu pergi, guna memantaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Bos Playboy
RandomElvano Rafardhan Effendi, anak tunggal dari seorang konglomerat yang berdarah campuran Indonesia-Amerika. Pria itu tumbuh menjadi sosok playboy yang suka bergonta-ganti pasangan, bahkan dia beberapa kali tidur dengan perempuan berbeda. Wajah tampan...