15- Terdampar

381 64 7
                                    

Baca selengkapnya sampai tamat di Karya Karsa Wihelmina Miladi, lalu masuk ke bagian seri.


Matahari mulai menampakan sinarnya, hari sudah berganti. Syukurlah semalam Afifah dan Elvano baik-baik saja bermalam di tengah hutan. Memang sih Elvano kesulitan tidur karena sakit di kaki dan lengannya, belum lagi nyamuk-nyamuk yang menggigiti mereka. Untung saja Afifah membawa lotion anti nyamuk, jadi bisa sedikit mengurangi gigitannya.

"Pak, kok dari semalam belum ada orang-orangnya Tuan Darius yang nyariin kita ke sini? Apa karena kita masuk terlalu dalam ke hutan?" ujar Afifah.

"Fah, saya mendengar ada suara aliran sungai, sepertinya tidak jauh dari sini. Gimana kalau kita coba ikuti aliran sungainya, siapa tahu sampai di pemukiman warga. Dari pada kita menunggu terus di sini, nanti kalau kita sudah sampai di pemukiman warga, kan pasti ada sinyal, baru deh kita hubungi papa lagi. Soalnya gak aman juga terus-terusan berada di dalam hutan." Elvano mengusulkan untuk mengikuti aliran sungai.

"Tapi kaki Bapak 'kan sakit, apa gak sebaiknya kita tunggu bala bantuan aja? Lagian memang sudah pasti kalau ngikutin aliran sungai itu kita ketemu perumahan warga? Kalau nanti malah tambah nyasar gimana?" protes Afifah.

"Hah, tapi saya cemas, Fah. Gimana kalau mereka yang nyerang kita juga masih mencari kita? Dan kita 'kan gak tahu mana orang suruhan papaku dan mana penjahatnya, soalnya kemarin mereka pakai topeng."

"Hmm, ya, udah deh, kita berusaha aja dulu. Bismilah, semoga dengan mengikuti aliran sungai itu kita bisa ketemu perumahan warga." Afifah kali ini setuju dengan usulan Elvano, setidaknya mereka berusaha dulu.

"Bagus, ayo kita jalan pelan-pelan."

"Ya Allah, maafin Afifah yang terpaksa harus bersentuhan dengan Pak Elvano, soalnya ini mendesak." Afifah memutuskan membantu memapah Elvano untuk berjalan, karena kakinya semakin bengkak.

Keduanya berjalan mengikuti aliran sungai, meski sering berhenti untuk istirahat karena kondisi kaki Elvano.

"Pak, makan dulu, rotinya masih nih, alhamdulilah ada sungai, mau gak mau kita minum air sungai itu, kelihatannya bersih kok." Afifah menyerahkan roti itu untuk Elvano. Sebuah roti tawar dengan slai coklat, roti seharga dua ribu rupiah itu adalah penolong mereka kala lapar.

Setelah berjalan kurang lebih empat jam, itupun mereka sering beristirahat. Akhirnya mereka menemukan sebuah perumahan warga, itu seperti perkampungan biasa.

"Alhamdulilah, Pak!" pekik Afifah senang.

"Iya, Fah, kita bisa ke luar dari hutan. Cepat share lokasi kita sama papa." Elvano merasa senang karena perjuangannya berjalan dengan menahan rasa sakit akhirnya membuahkan hasil.

Afifah segera melaksanakan perintah bosnya, ia langsung menghubungi Tuan Darius dan mengirimkan lokasi mereka.

"Loh, Mba sama Masnya dari mana?" tanya seorang bapak-bapak yang baru pulang dari kebun.

"Kami dari Jakarta, Pak, tapi saat di jalan kami diserang orang jahat dan akhirnya lari ke hutan. Kami tersesat, akhirnya mengikuti aliran sungai dan sampai ke perkampungan ini." Afifah menjelaskan kronologinya pada bapak itu.

"Astagfirullah, kasihan sekali, lebih baik Masnya cepat dibawa ke puskesmas biar diobati. Ayo ikut ke rumah Bapak, nanti biar Bapak anterin pakai motor ke sana." Bapak itu ternyata baik hati, dia mau menolong Afifah dan Elvano.

"Alhamdulilah, terimakasih banyak, Pak. Semoga Allah membalas kebaikan hati Bapak!" ujar Afifah tulus.

Mereka kemudian mengikuti bapak itu ke rumahnya, setelahnya mereka diantarkan ke puskesmas oleh si bapak dan anaknya.

***

Elvano sudah ditangani oleh dokter, dia juga sudah diperban.

"Pak, terimakasih banyak sudah mengantar kami ke puskesmas, ini ada sedikit buat ganti bensin."

Untungnya Afifah membawa juga dompet berisi uang tunai, jadi dia bisa membayar biaya puskesmas dan memberikan uang untuk bapak yang menolong mereka.

"Sama-sama, Mba. Gak usah, saya ikhlas menolong." Tidak disangka bapak itu menolak uang yang diberikan oleh Afifah.

"Ini cuma buat ganti bensin aja kok, Pak. Mohon diterima, karena ke sini butuh bensin juga." Afifah memohon agar bapak itu menerimanya.

"Baiklah, makasih, Mba."

"Iya, Pak, tadi keluarga kami bilang kalau sudah menuju ke sini, jadi kemungkinan kami akan langsung pulang ke Jakarta."

"Syukurlah kalau begitu, saya pamit pulang dulu, ya, Mba."

"Iya, Pak. Sekali lagi terimakasih banyak, semoga Allah membalas kebaikan Bapak dan senantiasa melindungi keluarga Bapak."

"Aamiin ..."

Setelah itu beliau pulang ke rumahnya, Afifah kemudian masuk ke ruangan Elvano. Memang dia membayar kamar rumah sakit untuk menginap Elvano selama menunggu Tuan Darius datang.

Afifah melihat Elvano tengah terbaring di ranjang rawat inap puskesmas. Dia terlihat tengah melamun sambil menatap langit-langit. Raut wajahnya tidak terlihat baik, sepertinya dia masih shock akan kejadian yang baru saja terjadi.

"Pak?" panggil Afifah dengan pelan.

"Eh, Afifah!" pekik Elvano yang tersadar dari lamunannya.

"Tuan Darius sedang menuju ke sini, kita akan langsung pulang ke Jakarta."

"Syukurlah kalau begitu."

"Saya mau ke luar sebentar beli makanan, Bapak gapapa 'kan ditinggal sendiri bentar?" tanya Afifah

"Gapapa, Fah."

"Udah, jangan terlalu dipikirin, sekarang Bapak focus istirahat sembari nunggu Tuan Darius."

"Tapi saya tetap kepikiran, maaf, ya, Fah. Kamu jadi mengalami hal begini karena saya. Saya kaget dan tidak menyangka, awalnya saya kira meraka begal, tapi rupanya mereka suruhan dari orang yang membenci saya. Semua ini karena kelakuan saya dimasa lalu yang ternyata menyakiti banyak wanita. Saya sendiri tidak tahu siapa wanita yang mereka maksud, saya benar-benar brengsek." Elvano mengusap kasar wajahnya dengan tangan yang tidak terluka.

"Gapapa, Pak, yang penting sekarang kita selamat. Makanya sekarang Bapak harus benar-benar bertaubat dan berhenti bermain wanita, alangkah lebih baiknya Bapak minta maaf sama para wanita yang pernah Bapak sakiti. Terutama wanita yang mereka maksud kemarin, itu wajib sih dicari tahu biar masalahnya bisa diselesaikan dengan baik. Soalnya ini sudah sampai mengancam nyawa, yang artinya dendam itu begitu kuat." Afifah memberikan nasehat.

"Tapi saya aja gak inget sama wanita-wanita yang pernah dekat sama saya. Saya lupa, Fah, apalagi saya kalau dekat sama wanita gak pernah lama."

"Sambil diinget-inget, minta maaf aja dulu sama yang masih diinget, nanti sisanya nyusul sambil mengingat-ingat!" ujar Afifah.

"Iya, Fah, udah sana cari makan, kamu pasti laper."

"Iya, Pak."

Afifah kemudian ke luar membeli makanan di warung yang berada di depan puskesmas. Dia membeli nasi, lauk, dan minum.

Sementara itu di kamar inapnya, Elvano kembali memandang langit-langit kamarnya sambil mengingat-ingat siapa saja yang nantinya harus dia hubungi untuk minta maaf. Dia juga menduga-duga, siapa kira-kira wanita yang kedua orang bayaran itu maksud.

Kejadian kali ini semakin membuka mata Elvano untuk benar-benar berhenti bermain wanita. Meskipun nanti dia sudah mendapatkan semua fasilitasnya dan kepercayaan penuh dari papanya, Elvano tetap tidak akan kembali pada jalan suram yang pernah ia tempuh dimasa lalu.

Karma Bos Playboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang