13- Numpang makan

348 63 8
                                    

Baca lebih cepat selengkapnya  sampai tamat di Karya Karsa. Cari saja Wihelmina Miladi lalu masuk ke bagian seri.

Pagi ini Afifah sudah selesai mengemasi barang bawaan untuk survey lapangan ke jawa tengah. Afifah juga sudah memasak bekal untuk mereka bawa. Tadinya mereka akan berangkat sore hari, tapi karena beberapa alasan jadi mereka berangkat pagi menjelang siang.

"Assalamualaikum!" ujar Elvano yang datang untuk menumpang makan di rumah Afifah.

"Waalaikumsalam, Nak Elvano." Ibu Afifah yang menjawabnya, sedangkan Afifah masih sibuk menyiapkan sarapan.

"Ibu udah rapi aja, mau ke mana?" tanya Elvano saat melihat ibu Afifah berpakaian rapi sambil membawa tas belanjaannya.

"Ibu mau pergi ke pasar, jadi nanti malam ada acara yasinan di rumah. Jadi ibu mau beli bahan-bahan makanan buat bikin kupat tahu, risol, mendoan, dan banyak lagi." Ibu Afifah menjelaskan.

"Yah, sayang banget aku gak bisa ikut makan karena harus pergi." Elvano memasang tampang sedih.

"Besok kalau Nak Elvano pulang, ibu buatin kupat tahu sama mendoan deh," ujar ibu Afifah.

"Yes, janji, ya, Bu!" pekik Elvano senang seperti anak kecil saja, ia memang sekarang sudah dekat dengan keluarga Afifah, bahkan sudah seperti keluarga sendiri.

"Iya, kalau gitu ibu pergi ke pasar dulu. Ibu nitip jagain Afifah selama dinas, ya, Nak?" pinta ibu Afifah.

"Pasti, Bu, tenang aja."

Terlihat wajah ibu Afifah menjadi lega, beliau kemudian pergi karena sudah ditunggu oleh ojek online yang Afifah pesankan.

"Makan dulu, Pak. Kali ini saya masaknya gak cuma nasi goreng doang loh. Saya masak ayam goreng, sambel, lalapan, terus ada tempe goreng, tahu goreng, ada sayur daun singkong juga." Afifah sudah selesai menghidangkan makanannya di meja makan. Kebetulan ayahnya sudah berangkat kerja tadi pagi-pagi sekali.

"Wih, enak banget kelihatannya. Tumben banget kamu masak banyak gini? Jangan-jangan ini bukan masakan kamu, tapi masakan ibumu." Elvano mengejek Afifah lagi, dia memang senang membuat Afifah kesal.

"Dih, itu saya semua yang masak tahu!" kesal Afifah.

"Hahaha, iya-iya, percaya."

"Jangan lupa baca doa sebelum makan." Afifah mengingatkan Elvano untuk membaca doa makan sebelum menyantap sarapan yang ia buat.

"Gak perlu kamu ingetin kali, saya gak pikun. Lagian sekarang semuanya sudah menjadi kebiasaan baru buat saya."

"Alhamdulilah, saya senang soalnya Bapak jadi berubah kebiasaannya. Pokoknya memang apa-apa itu harus dilakukan berulang-ulang supaya terbiasa. Jadi kalau Bapak sudah terbiasa dengan hal-hal baik, dan menjauhi hal-hal buruk, maka nantinya akan seperti itu terus. Terus nih, kalau feeling saya sih, misal proyek ini berhasil, Tuan Darius pasti secara bertahap akan mulai mempercayai Bapak. Dan kalau itu terjadi, otomatis secara bertahap juga fasilitas Bapak akan dikembalikan."

"Ya, kamu benar, awalnya memang sangat berat meninggalkan semua kebiasaan lama saya. Apalagi harus beradaptasi dengan kehidupan baru yang seperti ini, tapi sekarang rasanya sudah biasa saja." Elvano berbicara jujur, memang sekarang dia sudah beradaptasi dengan baik. Meski awalnya terasa berat, tapi kini setelah dijalani semua menjadi terasa lebih ringan.

"Pak, tapi ada yang lebih berat loh dari pada ini. Kata pepatah, berhijrah itu memang susah, tapi istiqomah mempertahankannya jauh lebih susah. Tentu saja itu karena iman manusia itu naik turun, berubah-ubah."

"Sepertinya kamu benar, tapi selama kamu yang cerewet dan pemaksa seperti dirimu ada di sampingku, kayanya saya bakal konsisten deh."

"Tapi saya 'kan gak bisa selamanya berada di sisi Bapak. Jadi alangkah lebih baiknya kalau mau berubah itu harus bersungguh-sungguh dari dalam diri Bapak sendiri. Karena gak ada ceritanya orang lain bisa membuat Bapak berubah, kalau Bapak sendiri gak mau. Jadi semua kembali lagi pada individunya, mau berubah atau tidak. Saya harap Bapak tidak akan kembali terjerumus hal-hal buruk lagi, meskipun nanti semua fasilitas Bapak sudah kembali dan saya sudah tidak ada lagi di sisi Bapak."

Mendengar penuturan Afifah membuat Elvano sedikit tergerak, dia juga merasa sedikit tidak suka dengan pernyataan kalau Afifah tidak akan selamanya berada di sisi Elvano. Seolah gadis itu memang menantikan untuk segera pergi dari sampingnya.

"Kamu kayanya kepengin banget cepet-cepet pergi dari sisi saya!" sindir Elvano.

"Kalau nanti Bapak sudah berhasil mendapatkan semua fasilitas dan kepercayaan dari Tuan Darius, maka saat itu tugas saya untuk mendampingi Bapak sudah selesai. Saya akan berhenti bekerja di perusahaan Bapak, dan saya akan mencari pekerjaan serta pengalaman baru."

"Kenapa kamu harus berhenti? Memangnya gaji kamu sebagai sekertaris saya kurang? Kelak saat saya sudah dipercaya sepenuhnya menjadi pewaris, saya akan menaikan gajimu, jadi jangan berhenti."

Elvano secara terang-terangan mengungkapkan rasa keberatannya tentang niat Afifah yang ingin berhenti menjadi sekertarisnya saat Elvano sudah berhasil mendapatkan semua fasilitas dan kepercayaan dari orangtuanya. Dia bahkan tidak segan-segan akan menaikan gaji Afifah.

"Pak, saya berhenti alasannya bukan karena gaji, tapi karena saya ingin mencari pengalaman lain. Gaji yang Tuan Darius berikan pada saya itu sudah lebih dari cukup."

"Kenapa sih harus cari pengalaman lain segala!" kesal Elvano.

"Kalau saya berhenti 'kan Bapak jadi bisa pilih sekertaris lain sesuai kriteria dan keinginan Bapak. Sekertaris yang cantik dan enak dipandang mata, seperti yang Bapak bilang diawal."

"Kamu dendam dan sakit hati sama perkataan saya yang dulu? Fah, kamu tahu sendiri dulu saya masih berpikiran sempit. Sekarang saya sudah berbeda, jadi jangan diambil hati soal yang itu." Meskipun sudah berubah, Elvano masih belum terbiasa mengucapkan kata maaf.

"Astagfirulloh, saya gak pernah sedikitpun dendam sama Bapak," ujar Afifah.

Tiba-tiba saja saat mereka sedang berdebat, ponsel Elvano bordering. Itu panggilan dari sopir yang akan mengantarkan mereka melakukan peninjauan ke lokasi yang berada di jawa tengah.

"Halo, Pak Darto."

"Halo, Den Elvano, begini, saya mau minta maaf hari ini gak bisa nganterin Aden sama Neng Afifah. Soalnya istri saya lagi dibawa ke rumah sakit, mau melahirkan, saya benar-benar minta maaf."

"Iya, gapapa, Pak. Nanti biar saya bawa mobil sendiri aja."

"Makasih banyak, Den."

Setelah itu kontak terputus, Elvano langsung menghubungi papanya untuk meminta ijin memakai salah satu mobilnya untuk tugas ke luar kota. Tentu saja papanya langsung memberikan ijin.

"Fah, kita nanti ke kantor dulu bentar, saya mau meriksa dokumen sambil ngambil mobil. Soalnya Pak Darto gak bisa nganterin kita, istrinya mau melahirkan."

"Terus Bapak mau nyetir mobil sendiri ke jawa tengah? Memangnya Bapak tahu jalannya?" tanya Afifah ragu

"Iya, kan ada google maps!" jawab Elvano santai.

"T-tapi kalau nanti nyasar gimana?" pekik Afifah ragu.

"Gak bakalan nyasar, saya 'kan cowok, jadi bisa baca maps dengan benar. Emangnya cewek, ngirim alamat maps aja titiknya gak tepat, bikin nyasar. Udah gitu biasanya cewek kalau baca maps itu pasti seringnya ada aja nyasarnya." Elvano menyindir Afifah.

"Hmm, ya, udah deh."

Mereka sudah sepakat untuk pergi berdua saja, meskipun feeling Afifah merasa sedikit tidak enak, entah kenapa. Keduanya kemudian berangkat ke perusahaan dengan taksi online.

Karma Bos Playboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang