10- Perubahan positif Elvano

489 78 7
                                    

Jangan lupa untuk follow, vote, dan komen. Follow juga otor di instagram dan tik tok author untuk info cerita terbaru, spoiler, video trailer dan ilustrasi: Wihelminamiladi

Setelah pulang dari kantor, seperti biasa rutinitas Afifah adalah menemani Elvano mengaji, tidak lupa juga untuk sholat ashar berjamaah. Mungkin karena pada dasarnya Elvano itu terlahir cerdas, dan dulu memang dia bisa mengaji saat kecil, karena lupa saja makanya kesulitan. Kini Elvano dengan cepat bisa mempelajari apa yang Kyai ajarkan.

"Masya Allah, Bapak pinter banget, harus rajin belajar ngaji terus loh. Tuan Darius pasti senang sekali mengetahui perkembangan pesat putranya." Afifah memuji Elvano dengan tulus.

"Jelas, siapa dulu, Elvano Rafardhan Effendi."

Elvano nampak senang mendapatkan pujian dari Afifah, karena selama ini gadis itu selalu menilai Elvano dengan buruk.

"Gak boleh sombong. Oh iya, nanti jam setengah delapan kita berangkat ke pestanya Tuan Aldric 'kan? Duh, saya bingung mau pakai baju apa."

Afifah mirip dengan perempuan pada umumnya, yang ketika akan pergi pasti pusing memikirkan akan mengenakan baju apa.

"Halah, kaya kamu punya baju bagus aja. Modelan bajumu 'kan itu-itu aja." Elvano bukannya menenangkan malah mengejek Afifah.

"Ya udah, Bapak pergi aja sana sendiri kalo kaya gitu!" kesal Afifah.

"Heh, mana ada, berani banget kamu sama bos. Udah sih, pake apa aja, sama aja lagian, muka kamu gak akan tiba-tiba berubah jadi cantik." Elvano kembali mencibir Afifah yang sedang merengut. Sekarang meledek Afifah menjadi kesenangan tersendiri untuk Elvano.

***

Kini akhirnya mereka sudah sampai di kediaman Aldric dengan diantar oleh sopir yang dipekerjakan oleh papanya Elvano. Elvano tampak keren dengan balutan kemeja putih dan jas berwarna navy. Sedangkan Afifah mengenakan gamis atau bisa disebut dengan dress panjang berwarna navy dengan hiasan brukat tipis, dan tentunya mahkotanya dibalut dengan hijab pashmina.

"Tuan Elvano, terimakasih sudah mau datang." Aldric menyambut Elvano dan Afifah.

"Iya, Tuan Aldric, sama-sama. Saya senang mendapatkan undangan dari Tuan." Elvano menjabat tangan Aldric.

"Silakan dinikmati jamuan pestanya, saya permisi menyambut tamu lain dulu." Dengan ramah Aldric mempersilakan Elvano dan Afifah untuk menikmati pesta yang dia adakan.

"Fah, kamu makannya yang elegan, jangan malu-maluin." Elvano berbisik pada Afifah, seperti biasa dia meledeknya.

"Itu sih Bapak, saya tadi udah makan di rumah. Walaupun laper, tapi Bapak gak boleh rakus dan malu-maluin loh!" ujar Afifah balik mencibir Elvano.

"Inget, Fah, dipesta orang kaya macam ini, kamu gak jangan malu-maluin saya. Jangan coba-coba bungkus makanan buat dibawa pulang." Elvano tetap tidak mau kalah.

"Bapak tenang aja, biar miskin-miskin kaya gini juga saya punya adab." Skakmat dari Afifah membuat Elvano terdiam.

"Elvano? Ini beneran loe?" sapa seorang pria dengan jas berwarna maroon.

"Evans?" ujar Elvano.

"Apa kabar, Bro? Udah lama gak ketemu kita sejak kelulusan SMA." Evans langsung mengajak Elvano bersalaman.

"Gue baik, loe sendiri?" tanya Elvano balik.

"Sangat baik dong. Oh iya, loe lanjut kulih di luar negeri 'kan?" tanya Evans

"Iya nih, kalau loe sendiri?" ujar Elvano.

"Gue di dalam negeri aja, Bro. Oh iya, bentar, gue kenalin loe sama istri dan anak gue." Evans membuat Elvano melongo tak percaya.

"What? Apa tadi loe bilang? Istri? Anak?" ujar Elvano membeo dengan kebingungan, wajah cengonya tidak bisa ditutupi, Afifah sampai menahan tawa melihat ekspresi Elvano.

"Iya, istri sama anak gue. Oh, iya, loe belum tahu, ya, kalau gue udah lama nikah dan sekarang udah punya anak. Soalnya setelah lulus kita gak pernah kontakan lagi sih. Loe pasti bakalan kaget banget pas tahu siapa istri gue." Evans membuat Elvano ingin menanyakan tentang banyak hal.

"Bentar, bentar, sebelum loe ngenalin gue sama istri loe itu, gue mau nanya. Seriusan loe udah nikah? Kenapa? Alasannya apa? Kita 'kan masih muda banget. Dan setahu gue dulu geng kita 'kan emang nakal-nakal banget, apa jangan-jangan ini gara-gara MBA?" tebak Elvano.

"Hahaha, wajar sih kalau loe kaget, soalnya dulu waktu sekolah kita nakal bareng sih. Tapi gue udah berubah, Bro, dan gue menikah juga bukan karena accident." Evans tertawa sendiri mengingat masa remajanya yang dulu nakal sekali.

"Terus kenapa loe sampai nikah?" tanya Elvano

"Awalnya sih gue dijodohin sama orangtua, perkara gue nakal banget dan takutnya malah jadi pergaulan bebas, cocok tanam atau sebar benih gak jelas, mending dinikahin kata orang tua gue." Evans menjelaskan.

"Buset, untung orang tua gue gak separah itu. Gue uma dihukum dengan disitanya semua fasilitas gue, sama gue juga harus bisa membuktikan kalau gue udah berubah dan bisa melanjutkan bisnis bokap."

Baru kali ini Elvano merasa bersyukur dengan hukuman dari papanya yang menurutnya tidak ada apa-apanya dibandingkan hukuman yang diberikan oleh orang tua Evans pada Evans.

"Ya, awalnya gue marah banget sih sama keputusan orangtua gue yang seenaknya itu. Mana gue masih muda banget saat itu, gue masih pengin bebas, tapi sekarang gue malah bersyukur banget. Ternyata keputusan orangtua gue tepat, dan itu pilihan terbaik buat hidup gue. Sejak gue menikah, gue jadi berubah ke arah yang lebih baik lagi berkat istri gue. Bahkan sekarang gue bucin parah sih, apalagi udah punya anak, prioritas dan dunia gue seketika berubah. Rasanya beda aja, menjadi suami dan menjadi seorang ayah."

Evans menceritakan kisah hidupnya sambil tersenyum senang, seolah dia habis melakukan flashback dengan ingatan dan kenangannya.

"Gue gak kebayang sih, loe udah jadi ayah diusia semuda ini. Baru kali ini gue ngerasa bersyukur dengan hukuman yang dikasih sama orangtua gue." Elvano merinding sendiri mendengar curahan hati Evans, meski temannya itu terlihat bahagia dengan apa yang terjadi.

"Ehem, maaf saya menyelak, Pak. Tapi kalau Bapak masih suka bermain-main perempuan setelah nanti hukumannya dicabut, saya rasa tidak menutup kemungkinan kalau Tuan Darius akan memaksa Bapak untuk menikah."

Afifah sengaja menakut-nakuti Elvano, tapi dia memilih berbisik pelan pada bosnya itu, berharap pria itu benar-benar berubah dan tidak akan kembali lagi pada kebiasan buruknya setelah hukuman dari papanya dicabut.

"Saya akan berusaha untuk tidak mengecewakan orangtua saya lagi," ujar Elvano yang mulai kepikiran ucapan Afifah yang menurutnya ada benarnya juga.

"Bagus deh, kalau mau taubat harus serius, jangan cuma karena hukuman aja. Bagusnya dari hati, Pak, toh itu juga untuk kebaikan Bapak sendiri." Afifah tersenyum sambil berbisik dengan lembut.

"Wah, siapa ini, Bro. Loe nemu ukhti dari mana?" ujar Evans meledek Elvano, dia mengira kalau Afifah ada hubungan istimewa dengan Elvano.

"Sekertaris gue," jawab Elvano.

"Wih, sekarang loe udah berubah nih seleranya, keren sih." Evans menepuk lengan kawannya itu.

"Apaan, dia dipilih langsung sama bokap gue. Loe tahu sendiri gue kaya gimana orangnya, jadi bokap gue milihinnya sekertaris yang modelan gini." Elvano dengan malas menjelaskan.

"Hahaha, Om Darius pasti udah capek banget ngadepin loe yang badung. Oh iya, bentar kenalin istri gue." Evans memperkenalkan istrinya, seorang perempuan yang Elvano kenali.

"Loh, Ibu Naraya?" pekik Elvano kaget, istri Evans nampak tersipu malu bertemu mantan muridnya dulu.

Ya, memang Evans menikah dengan guru muda di sekolah mereka dulu. Tentu saja hal itu membuat Elvano hanya bisa melongo, dia tidak menyangka kalau sahabatnya itu menikah dengan mantan guru SMA-nya dulu.

NB: Cerita Evans dan Naraya akan segera hadir dengan judul "Suamiku, murid nakalku"

Karma Bos Playboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang