16- Menginap

270 38 3
                                    

Baca selengkapnya sampai tamat di Karya Karsa Wihelmina Miladi lalu masuk ke bagian seri.

Kini Elvano dan Afifah sudah dijemput oleh Darius dan anak buahnya, mereka langsung meluncur ke Jakarta. Darius juga sudah melaporkan kejadian itu pada polisi, dan kasus ini sedang dalam penyelidikan. Selain lapor polisi, Darius juga menyewa detektif secara pribadi untuk menyelidikinya karena ini menyangkut keselamatan putra semata wayangnya.

Maria, Umar, dan istrinya terlihat sudah menunggu kedatangan mereka di rumah Darius. Wajah mereka terlihat cemas, tentu saja mereka mengkhawatirkan anak semata wayang mereka masing-masing. Tapi mereka langsung lega setelah melihat Elvano dan Afifah kembali dengan selamat.

"Pak Umar, Ibu, maafkan saya. Afifah jadi dalam bahaya gara-gara saya, maaf karena saya gak bisa melindungi Afifah sesuai janji saya sama kalian."

Dengan jantan Elvano yang sejak dulu tidak pernah meminta maaf, dia kini meminta maaf pada orangtua Afifah. Hal itu tentu membuat semua orang tercengang.

"Yang penting kalian selamat, Nak, dan Afifah juga baik-baik saja. Itu artinya kamu bisa melindunginya!" ujar Pak Umar.

"El, kamu mending sekarang berbaring istirahat dulu di kamar, mama akan panggilkan dokter buat ke sini." Maria menuntun putranya ke kamar.

"Gak perlu, Mah, sebelumnya Elvano udah berobat di puskesmas kok. Lagian aku gapapa, paling nanti juga sembuh sendiri."

"Tetep aja mama cemas, kamu harus diperiksa juga sama dokter pribadi kita." Maria tetap pada pendiriannya, hal itu membuat Elvano akhirnya mengalah.

"Mah, bisa tolong ganti uangnya Afifah gak? Potong dari uang jatah jajanku aja gapapa, soalnya selama di kampung, yang bayar puskesmas, bayar makan, sama bayar orang yang nganterin kita ke puskesmas itu pakai uangnya Afifah." Elvano tiba-tiba teringat tentang hal itu.

"Duh, Pak, apaan sih, udah gapapa gak usah diganti. Lagian itu juga buat saya, karena saya juga butuh." Afifah tidak menyangka kalau Elvano akan memikirkan hal kecil seperti itu.

"Fah, makasih, ya, ini tante ganti. Jangan merasa gimana-gimana, hutang tetap hutang." Maria tersenyum sambil memberikan uang yang ia ambil dari dompetnya yang tadi ia suruh ambilkan pada pembantu.

"Nyonya, gak usah, lagian itu gak banyak kok. Gak sebanding juga sama bantuan kalian selama ini sama keluarga kami."

"Fah, kamu lupa, kamu 'kan udah setuju manggil saya dengan sebutan tante, bukannya nyonya." Maria mengintatkan Afifah.

"T-tapi ..."

Afifah malah menengok ke arah yang lain, dia merasa berat memanggil Maria dengan sebutan tante. Apalagi itu di depan Tuan Darius, Elvano, dan orangtuanya. Kalau berdua mungkin Afifah masih bisa.

"Fah, santai aja lagi, kamu 'kan sekertarisku, bukan pembantu di rumah ini. Jadi panggil tante aja, jangan nyonya, didengernya aneh soalnya." Elvano mendukung mamanya.

"Iya, benar, saya juga lebih suka kalau kamu mau manggil saya om dari pada tuan." Darius ikut menimpali.

Afifah melirik orangtuanya untuk meminta pendapat mereka, tampaknya orangtua Afifah juga bingung. Lalu setelahnya dengan berat hati Pak Umar mengangguk tanda setuju.

"Iya, Tan—tante."

"Nah, gitu dong!" ujar Maria senang.

"Saya juga mau dipanggil om, Fah!" pekik Darius penuh harap.

"Udah, Fah, panggil aja, kasihan loh papa saya ngarep. Masa gak adil, istrinya dipanggil tante, sementara papa saya dipanggilnya tuan." Elvano kembali mengompori.

Karma Bos Playboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang