20 - Semakin dekat

254 42 2
                                    

Baca selengkapnya sampai tamat di Karya Karsa, cari saja Wihelmina Miladi lalu masuk ke bagian seri
.
.

Sudah lebih dari seminggu berlalu, nenek Elvano belum juga kembali, beliau masih menetap di kediaman orangtua Elvano. Satu hal yang membuat Elvano sedih adalah karena perlakuan neneknya yang semena-mena pada keluarga Afifah. Kadang beliau sering merendahkan Pak Umar secara langsung dihadapan ayah Afifah itu. Kalau Afifah ke rumah untuk urusan pekerjaan juga selalu dicibir meski tidak ada alasan.

Saat ini Elvano sudah rapi dengan setelan kemeja formal dan jasnya, tidak lupa juga dasi yang melingkar di lehernya. Jam saat ini menunjukan jam enam pagi, tapi Elvano sudah rapih. Tentu saja itu membuat orangtuanya bertanya-tanya mengapa sang putra terlihat bersemangat sekali berangkat kerja.

"El, kamu udah ganteng aja pagi-pagi gini?" ujar Maria.

"Duh, Mama, masa gantengnya cuma pagi ini. Padahal Elvano udah ganteng dari lahir!" pekik Elvano sambil bercanda.

"Hahaha, iya, anak mama emang ganteng banget!" ujar mamanya.

"Mah, aku berangkat kerja dulu!" pamit Elvano sambil mencium tangan mamanya.

"Loh, kamu buru-buru banget, ini aja masih jam enam. Sesemangat apapun papamu, dia gak segitunya sampai berangkat jam enam. Papamu aja masih di kamar belum siap-siap, nenek aja masih di kamar."

"Hehe, gapapa, Mah. Aku mau jemput Afifah dulu, sekalian pengin sarapan di sana. Kangen masakan ibunya Afifah, gapapa 'kan, Mah?" tanya Elvano sambil cengengesan.

"Owalah, kamu mau numpang sarapan di rumah Afifah toh. Jangan dateng dengan tangan kosong, bentar mama siapin bingkisan."

Maria langsung masuk ke dapur untuk mengambil bingkisan dalam tote bag besar yang berisi kue kering, sirup, kopi, teh, gula batu, dan beberapa makanan ringan lainnya.

"Nih, bawa!" ujar Maria menyerahkan bingkisan itu.

"Makasih, Mah. Elvano pamit dulu, assalamualaikum!" ujar Elvano sambil mencium tangan mamanya.

"Waalaikumsalam."

***

Elvano kini tengah mengendarai mobilnya sendiri, kemarin dia sudah mendapatkan ijin dari papanya untuk bisa memakai mobil sendiri tanpa sopir. Memang selama beberapa hari terakhir saat Elvano masih belum sepenuhnya sembuh tapi memaksa masuk kerja, papanya menyuruh Darto untuk antar jemput.

Elvano tersenyum mengingat dirinya akan sarapan dengan Afifah lagi. Rasanya seperti ada yang kurang semenjak Elvano kembali lagi ke rumah. Memang masakan juru masak di rumahnya enak, dan menunya juga mewah, tapi entah mengapa Elvano lebih senang makan sederhana bersama Afifah.

"Besok 'kan weekend, kebetulan malemnya ada undangan pesta dari bekas temen SMA yang mau ngajuin kerjasama. Aja Afifah, ah, pasti dia gak nolak soalnya ini ada hubungannya sama kerjaan."

Elvano bergumam sambil senyum-senyum sendiri memikirkan rencananya ingin mengajak Afifah ke pesta bersama. Sampai akhirnya dia telah tiba ditujuan, seketika itu juga Elvano langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah Afifah. Elvano ke luar dari mobil sambil menenteng bingkisan yang mamanya berikan tadi.

Tok ... tok ... tok ...

"Assalamualaikum!" ujar Elvano memberi salam sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam."

Terdengar jawaban dari dalam, itu suara Afifah. Tidak lama kemudian Afifah membuka pintu dan nampak terkejut melihat kedatangan Elvano pagi-pagi begini.

"Loh, Pak Elvano kok gak bilang dulu mau ke sini? Dan kenapa pagi-pagi banget datangnya. Saya aja belum siap-siap berangkat loh, Pak, belum sarapan juga, ini baru mau sarapan."

"Gapapa, gak usah buru-buru. Saya ke sini mau numpang sarapan, boleh gak nih?" ujar Elvano sambil setengah bergurau.

"Boleh dong, Pak, sini masuk." Afifah mempersilakan atasannya masuk.

"Loh, Tuan muda pagi sekali ke sini?" pekik Umar kaget.

"Panggil Elvano aja, Pak, saya mau numpang sarapan boleh?" ujar Elvano.

"Boleh, tentu saja boleh. Silakan duduk, Nak!" ujar Pak Umar.

"Kalau Nak Elvano bilang mau sarapan di sini, ibu masakin yang lebih enak. Pagi ini Ibu cuma masak tempe goreng, sambel, sama rebusan daun singkong." Ibunya Afifah menghidangkan makanan.

"Gapapa, Bu, itu juga enak. Apalagi masakan Ibu 'kan enak. Oh iya, ini ada bingkisan dari mama." Elvano menyerahkan bingkisan yang dibawanya.

"Makasih banyak, repot-repot, sampaikan terimakasih juga buat nyonya." Ibu Afifah menerima bingkisan itu.

Kini mereka sarapan bersama dengan penuh suka cita, baru kali ini Elvano merasa senang makan sederhana dibandingkan makan makanan mewah di rumahnya. Setelah selesai sarapan Pak Umar langsung berangkat kerja, sementara menunggu Afifah bersiap, Elvano duduk di ruang tamu sambil bermain ponsel. Setelah itu barulah mereka berangkat ke kantor saat jam tujuh lebih lima belas menit.

***

Setelah setengah hari bergelut dengan pekerjaan, akhirnya tibalah waktu istirahat makan siang. Afifah sudah bersiap ingin pergi makan ke kantin dengan rekan kerjanya, tapi Elvano malah memanggilnya ke ruangan bosnya itu, mau tidak mau Afifah menurut.

"Iya, Pak, ada apa?" tanya Afifah

"Fah, ini tadi 'kan saya pesen makanan lewat ojol, tapi kebanyakan. Bantu habisin dong, saya gak habis kalau makan sendiri."

Elvano tentu saja berbohong, sebenarnya ia memang sengaja memesan nasi, daging sapi mercon, lalapan, sayur kangkung, jus buah, dan pudding buah itu dengan porsi banyak agar bisa dimakan bersama Afifah.

"Alhamdulilah, rejeki gak boleh ditolak!" pekik Afifah riang.

Mereka duduk sambil menikmati makan siang bersama, Afifah yang lapar karena pekerjaannya hari ini benar-benar menguras energinya tentu saja makan dengan lahap. Apalagi makanan yang Elvano pesan benar-benar menggugah selera Afifah.

"Fah, besok malem temenin saya ke pesta temen dong. Sekalian katanya dia mau ngajuin kerja sama," pinta Elvano.

"Yah, maaf, Pak, saya gak bisa." Dengan terpaksa Afifah menolak.

"Kenapa?"

"Besok malam di masjid deket rumah 'kan ada pengajian besar-besaran. Ada ngundang beberapa ustadz tersohor, dan kebetulan saya juga bantu-bantu jadi panitia. Belum lagi ibu 'kan bawa makanan ke sana, jadi saya harus bantuin masak. Soalnya di sana ada yang kebagian bawa nasi dan lauk pauk, ada yang kebagian bawa jajanan kering, ada juga yang bawa jajanan basah, terus minuman. Pokoknya dibagi-bagi gitu buat snack yang dateng sama suguhan buat para tamu undangan."

"Wah, kalau saya mau datang boleh gak sih?" tanya Elvano yang merasa tertarik.

"Loh, Bapak mau dateng ke pengajian? Serius?" pekik Afifah kaget, karena dulu seingat Afifah, bosnya itu bukan tipe orang yang suka dengan pengajian.

"Iya, serius, boleh gak sih?" tanya Elvano penuh harap.

"Boleh dong, pengajiannya terbuka untuk umum. Biasanya juga banyak warga kampung lain ikut datang. Tapi bukannya Bapak mau pergi ke pesta, ya?" ujar Afifah.

"Gak jadi, mending ikut pengajian aja, sekalian nambah-nambah imu dan wawasan 'kan?" ujar Elvano.

"Iya, benar." Afifah mengangguk sambil tersenyum, dia berdoa di dalam hati semoga perubahan Elvano ke arah yang lebih baik ini bisa istoqomah.

Setelah pulang kerja, Elvano mengantarkan Afifah sampai ke rumahnya. Setelahnya ia mampir ke masjid untuk sholat ashar, lalu pergi ke toko pakaian guna membeli baju koko dan kopyah baru untuk menghadiri pengajian besok malam.

Karma Bos Playboy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang