Cerita ini sudah tamat di Karya Karsa, bisa baca selengkapnya di sana. Cari saja Wihelmina Miladi lalu masuk ke bagian seri.
Mereka sudah selesai sarapan bersama dan hendak pergi, tiba-tiba Elvano mengikuti Afifah.
"Loh, kamu mau ke mana, El? Kakimu masih sakit, balik ke kamar dan istirahat." Darius yang melihat Elvano hendak ikut pergi bersama Afifah dan keluarganya langsung menegur.
"Mau pulanglah, Pah. Aku 'kan harus berangkat kerja." Dengan santainya Elvano menjawab.
"Pulang? Pulang ke mana maksud kamu, ini 'kan rumahmu!" ujar Maria yang tercengang mendengar jawaban dari putranya tadi, sang suami juga tidak kalah tercengang.
"Pulang ke kontrakanlah, ke mana lagi?" jawab Elvano.
"Ini rumahmu, kamu lagi sakit, nanti biar papa suruh anak buah papa buat membereskan barang-barang kamu buat pindah lagi ke sini. Kamu juga hari ini gak usah berangkat kerja, nanti aja kalau udah sembuh." Darius kini berniat membawa Elvano untuk tinggal kembali di rumah.
"Tapi Elvano 'kan belum menyelesaikan tugas dari papa, aku harus tetap tinggal di sana dong. Lagian kalau hari ini aku gak berangkat kerja, nanti pekerjaan di kantor jadi terbengkalai, Pah. Kalau ada hal penting yang harus aku periksa atau tanda tangani gimana? Papa sendiri yang bilang kalau menjadi pimpinan itu tanggung jawabnya besar. Lagi pula aku hanya sakit kaki dan sebelah lengan aja, ini gapapa kok."
Di luar dugaan, Elvano malah bersikeras ingin kembali ke kontrakan dan ingin berangkat kerja. Hal itu membuat semua orang kaget sekaligus tidak menyangka, Maria dan Darius sampai terharu mendengarnya.
"Sekarang papa cabut hukuman kamu, El. Kamu tinggal lagi di rumah ini, dan kamu juga boleh pakai kartu kamu lagi. Tapi kalau untuk mobil, kamu harus pakai sopir, soalnya papa cemas takut orang-orang jahat itu nyerang kamu lagi. Nanti papa pilihkan bodyguard yang sekalian merangkap jadi sopir." Darius sudah membuat keputusan untuk memberikan fasilitas Elvano kembali.
"Pah, gak bisa gitu dong, sesuai perjanjian awal kita kalau Elvano harus menyelesaikan projek atau setidaknya memenangkan tender." Bukannya senang fasilitasnya dikembalikan, Elvano malah protes.
"Lah, kamu 'kan udah berhasil mendapatkan beberapa kerjasama, terus kinerja kamu di kantor juga bagus, papa juga udah denger tentang perubahan kamu, ngajinya juga udah bagus, kelakuan kamu juga sudah lebih baik. Jadi papa sudah putuskan untuk mengembalikan semuanya, karena papa merasa kamu sudah layak!" ujar Darius.
"Makasih, Pah, tapi tetap saja Elvano masih merasa belum pantas. Biarkan Elvano tetap menjalani masa percobaan dari papa sampai setidaknya proyek kerjasama dengan perusahaannya Bintang selesai, baru Elvano pulang ke rumah." Elvano kembali membuat pernyataan yang mengejutkan semua orang.
"Elvano, kenapa kamu malah jadi keras kepala begini? Bukannya sejak awal kamu gak nyaman dengan hukuman papa? Sekarang papa sudah mengembalikan semuanya, tapi kamu malah lebih memilih ingin kembali menjalani hukuman itu lebih lama." Darius mengajukan pertanyaan yang nampaknya mewakili semua orang.
"Ya, gapapa, sebenarnya sekarang aku sudah mulai nyaman dan terbiasa dengan kehidupan yang sekarang. Awalnya memang aku gak suka, rasanya berat, tapi ternyata setelah dijalani rasanya tidak seburuk itu."
Elvano juga baru menyadarinya sekarang, entah apa alasannya, Elvano sendiri tidak tahu. Tapi sekarang Elvano rasanya berat meninggalkan kontrakan kecil itu.
"Ini juga demi kebaikan kamu, El, saat ini kamu gak aman. Mama dan papa cemas kalau kamu tinggal di luar, apalagi sendirian. Meskipun kamu tinggalnya dekat dengan rumah Pak Umar, tapi tetap saja di kontrakan kamu sendirian. Belum lagi kamu sekarang lagi sakit. Siapa nanti yang jagain? Mama gak mau nanti kamu ngerepotin keluarga Afifah. Jadi mending kamu kembali tinggal di sini!" ujar Maria.
"El, udah jangan keras kepala. Nanti masalah kerjaan kantor biar Afifah yang bawa ke rumah. Nanti Afifah yang akan membawa dokumen yang kamu tanda tangani atau kerjakan dan dia juga yang akan membawanya ke kantor." Darius memberikan solusi.
"Tapi kasihan Afifah dong harus bolak-balik gitu, aku juga takut nanti dia kenapa-napa di jalan. Para penjahat itu 'kan belum tertangkap." Elvano justru mencemaskan Afifah.
"Pak, saya gapapa. Kemaren aja saya gak diapa-apain 'kan? Justru mereka menargetkan Bapak. Nanti saya akan ke sini membawakan dokumen yang perlu Bapak periksa dan tanda tangani. Kalau begitu kami pamit dulu, assalamualaikum!" ujar Afifah.
"Waalaikumsalam."
Kini mereka benar-benar pergi dengan mobil yang dipinjami oleh majikannya, nanti Pak Umar juga akan kembali lagi ke kediaman ini setelah mengantar anak dan istrinya.
***
Siang ini Elvano sedang memainkan ponselnya dengan bosan, dia baru selesai makan siang bersama mamanya. Elvano sendiri merasa aneh, mengapa sekarang dia malah ingin pergi ke kantor karena ternyata duduk diam di rumah seperti ini sangat membosankan.
"El, kamu kenapa sih mukanya bete terus dari tadi?" tanya mamanya
"Boring, Mah, dari tadi gak ngapa-ngapain. Afifah gak dateng-dateng, katanya mau nganterin dokumen, tapi belum sampai-sampai," ujar Elvano.
"Mungkin dia mampir makan siang dulu kali, El. Ini 'kan jam makan siang, pasti dia istirahat dulu sebelum ke sini." Maria seperti ingin tertawa melihat wajah anaknya yang terlihat begitu lucu saat merasa bosan.
"Kenapa gak makan siang di sini aja sih, tadi aku udah nawarin suruh makan di sini padahal." Elvano bersungut-sungut, hal itu membuat Maria senyum-senyum sendiri melihat tingkah putranya yang seperti uring-uringan.
"Kamu 'kan tahu sendiri Afifah gimana orangnya, dia pasti gak enak makan siang bareng di sini. Tadi pagi aja kamu lihat sendiri dia secanggung apa!" ujar Maria.
"Huh, Afifah tuh bener-bener yah, kenapa juga mesti gak enakan gitu sama keluarga kita. Memangnya kita mau makan dia? Kan enggak. Padahal aku aja makan bareng sama keluarga mereka biasa aja."
"Hahaha, kamu tuh kenapa sih sungut-sungut mulu. Udah, nanti paling bentar lagi Afifah sampai." Maria tertawa mendengar perkataan putranya.
"Assalamualaikum."
Terdengar suara dari ruang makan yang letaknya tepat di depan kamar Elvano. Itu suara Afifah, dan ada satu suara lagi, itu suara seorang laki-laki yang terdengar familiar di telinga Elvano.
Maria ke luar dari kamar Elvano, dia menghampiri tamu yang datang dan membawa mereka masuk ke kamar Elvano.
"Loh, Bintang? Ngapain loe dateng bareng Afifah?" tanya Elvano penuh selidik.
"Gue ke sini mau nengokin loe, gue udah denger tentang apa yang terjadi sama loe dan Afifah. Terus tadi pagi gue ke kantor loe dan ketemu Afifah, akhirnya kita janjian ke sini bareng, soalnya gue denger dia juga mau nganter dokumen."
Bintang menjelaskan mengapa dia bisa datang bersama Afifah, tapi entah mengapa Elvano merasa tidak suka melihat kedekatan sepupu dan sekertarisnya itu. Apalagi mereka sampai makan siang bersama tadi.
"Kalian kayanya deket, sampai bisa pergi bareng dan makan siang bareng," sindir Elvano.
"Loe lupa, kita 'kan satu kampus dulu!" ujar Bintang.
Mendengar itu Elvano semakin sebal, tapi dia sendiri tidak tahu mengapa bisa muncul perasaan sebal seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Bos Playboy
RandomElvano Rafardhan Effendi, anak tunggal dari seorang konglomerat yang berdarah campuran Indonesia-Amerika. Pria itu tumbuh menjadi sosok playboy yang suka bergonta-ganti pasangan, bahkan dia beberapa kali tidur dengan perempuan berbeda. Wajah tampan...