#19 CembuRu ....

9 1 0
                                    

Genap seminggu kami tidak bertemu, maksudku Key (suamiku)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Genap seminggu kami tidak bertemu, maksudku Key (suamiku). Pagi itu, kami berpisah di bandara, Key menunggu penerbangan menuju Singapura, sedangkan pesawat yang kutumpangi berangkat lebih dulu dari jadwal penerbangan. Meskipun setiap malam kami berbincang di telepon, tapi aku merasa tidak puas. Aku perlu tahu, sedang apa dia, dengan siapa dia?

Manik mataku selalu tergelitik untuk menoleh, setiap kali lewat di depan pintu kamar Fendi. Sepulang dari Bali, Fendi tidak ada di rumah. Aku baru tahu kalau Key mengusirnya. Apa mungkin Fendi mengatakan atau menceritakan tentang hubungan kami. Kuharap tidak, aku tidak mau ada pertengkaran di antara mereka berdua. Huft! Rumah ini kembali sepi, seperti rumah hantu.

Sampai suatu sore, ketika tidak ada yang bisa kulakukan (bosan sendiri). Iseng-iseng aku mencari media sosial milik Key, seketika itu juga berinisiatif menjadi stalker dadakan. Hanya perlu menuliskan namanya di search engine, semua tentangnya muncul di Google, Twitter, Facebook, dan Instagram. Awalnya, aku menemukan akun pribadinya, tapi semuanya terkunci. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah foto mirip dirinya di sebuah akun Instagram milik orang lain. Seorang wanita.

Bola mataku spontan melebar penuh saat melihat wajahnya terpampang samar pada sebuah foto, foto itu diunggah sekitar 3 hari yang lalu. Ada sedikit perasaan tidak yakin kalau pria dalam foto itu adalah suamiku.

Wanita dalam foto ini, sepertinya tidak asing. Aku pernah melihatnya, di mana ya? gumamku membatin. Rasa penasaranku memuncak, segera kuambil ponsel menghubungi seseorang.

"Fen, lagi di mana? Bisa ketemu?"

"Di kantor. Tumben cari-cari. Bertengkar lagi sama Key?" timpalnya ketus. "Aku sibuk."

Ucapnya menutup telepon dengan kasar. Kucoba meneleponnya kembali dan diangkat.

"Fen ... aku sakit."

"Sakit. Sakit apa?" pekiknya benar-benar kaget. "Kamu di mana sekarang?"

"Di kafe dekat rumah."

Terdengar embusan napas jengah darinya. "Sakit kok di kafe," cibirnya menyindir.

"Pokoknya aku tunggu di sana sampai pingsan," pintaku egois, lalu menutup telepon.

Ini sudah kelima belas kalinya mataku melirik ke pintu masuk kafe, tak berniat beranjak dari tempat duduk, focus mengamati satu persatu makhluk fana yang keluar masuk kafe. Sudah setengah jam aku menunggu kedatangannya. Dan ... sialnya, aku sudah tidak tahan lagi.

"U-uh! Lama banget. Sudah nggak tahan." Kuhentak-hentakkan kakiku ke lantai panik. Bagaimana ini aku sudah tidak kuat lagi?

Selang beberapa detik kemudian, muncullah sesosok pria tampan berbadan tegap berambut cepak memasuki kafe, melangkah menghampiriku. Masih mengenakan seragam polisi lengkap beserta pistolnya. Menyunggingkan senyum sumringah seraya melambaikan sebelah tangannya padaku.

S I KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang