#6 Aish ... Label Baju

45 10 1
                                    

Kicau burung di luar jendela berkoar-koar ramai, membangunkanku dari tidur. Pendar sinar matahari merambat masuk dari cela jendela yang tertutup tirai kelambu.

"Hoaem ..."

Mulutku menganga penuh, bak singa bangun dari tidurnya. Efek kurang tidur semalam, persendianku sakit semua. Badanku masih lemas, kepalaku masih sedikit pusing. Kukerjap-kerjapkan mata perlahan, kelopak mataku masih terasa berat. Kubuka mata, memandang langit-langit kamar yang tinggi. Lengang, hanya ada aku. Duduk berbaring, terpaku sendirian. Kulayangkan pandangan ke tempat lain, tanganku meraba mencari-cari sesuatu (ponselku), semalam terlempar di bawah bantal.

Terperanjat, melihat jam di layar ponsel menunjukkan pukul 7 pagi. Perlahan turun dari tempat tidur, keluar dari dalam kamar mencari kamar mandi. Benar kata lelaki itu, ada kamar mandi luar di seberang pintu kamar tidur. Semalam aku sudah tidak sanggup untuk melangkah.

Selesai mandi, kutanggalkan handukku, mengenakan setelan baju yang kemarin kupakai. Agak sedikit kusut memang karena tergeletak berserakan tertindih tas kerja. Berbenah barang milikku, menata selimut dan kasur. Kulipat rapi piyama yang kupakai semalam sebelum meninggalkan kamar. Aku tidak mau dia mengumpatku gara-gara membiarkan kamarnya kotor berantakan.

Sekilas mendadak terpintas kejadian semalam, tepat di saat ia mencondongkan wajahnya. Wajah itu, seakan melekat dalam benak, membuatku tidak tenang, apalagi saat hidungnya menyentuh hidungku, mirip adegan ciuman. Tatapan mata tajam itu, seperti elang mengincar buruannya.

Kalian tahu! Sudah tujuh kali aku berkeliling di dalam rumah (tawaf). Mulai dari ruang kamar, ruang tamu, dapur sampai ke dalam kamar mandi, ke semua ruangan mencari, tapi tak juga ketemu. Masalahnya aku tidak bisa keluar dari dalam rumah, gara-garanya pintu rumah ini memakai kunci smart door lock. Bagaimana bisa aku keluar, kode kuncinya saja aku tidak tahu. Ke mana tuh orang? Oh ya, ponsel. Tapi nomor handphone-nya berapa?

Tak punya pilihan lain, aku menyusuri lagi ruang demi ruang. Siapa tahu memang ada ruang tersembunyi dalam rumah ini. Capai, lelah berkeliling. Duduk berjongkok mengatur napas yang tinggal sepenggal. Aku tersentak terkejut saat menoleh ke samping, mataku menyadari ada sebuah lorong (gang kecil). Sebuah koridor panjang, entah menuju ke mana. Takut-takut berjalan melewati lorong panjang di sebelah kamar di lantai atas. Manik mataku terbelalak sempurna ketika menemukan sebuah ruangan dengan pintu kaca besar. Rak-rak buku setinggi 2 meter berisi penuh berbagai buku tebal, tipis, tertata rapi. Di tengah-tengahnya terdapat meja kursi kerja dengan laptop berwarna silver di atas meja. Kubuka pintu perlahan, mengendap-endap memberanikan diri memasuki ruangan.

Huft! Bagaimana bisa orang ini masih tidur, ini sudah siang woi! Ternyata ... yang dicari malah mendengkur di sini. Lelaki itu terbaring lelap di sofa bed, memakai T-shirt hitam tanpa lengan dan celana pendek yang semalam dia pakai. Selimutnya tersingkap, hanya menutup bagian perut. Humph! Lucu juga.

Wajahnya tampak tenang saat tidur. Aku bergerak, berjongkok di sampingnya. Kuurungkan niat untuk membagunkan dia. Sebentar, tiba-tiba saja aku termangu terpukau, menatap dia. Bulu mata panjang, hidung mancungnya menghias wajah tampan sempurna. Mendadak tertarik untuk menyentuh garis hidungnya, sedikit saja.

Kupikir aku kehilangan kendali ketika jari jemariku bergerak perlahan tanpa menyentuh. Alisnya, tebal dan tajam. Pipinya ... aku masih ingat lesung pipinya terlihat jelas saat dia tersenyum manis, tapi tidak di depanku. Dia selalu marah-marah tidak jelas setiap bertemu muka denganku.

Deg! Kedua bola matanya menatap tajam, seketika ujung jari telunjukku tanpa sengaja menyentuh sedikit kulit pipinya. Spontak tersentak hebat, kusembunyikan tangan di belakang punggung.

S I KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang