#2 Eh... DiA laGi

83 10 2
                                    

Weekend, hari ini aku ada janji pergi nonton bareng Tyas, sudah lama tidak hang out bareng dia (jadi kangen).Biasanya sebulan sekali pasti ada aja rencana pegi-pegi, entah itu ke gunung, ke pantai, atau ke hutan. Hehehe nggak lah, paling cuma sekitar mall sama rumah Tyas aja, biar hemat biaya. Pelit, bukan, hemat pangkal kaya kata orang-orang.

Setibanya di bioskop, aku menunggu Tyas mengantri tiket, hampir dua puluh menit dia mengantri, membuatku menguap beberapa kali. Demi menghilangkan rasa kantuk karena bosan, kuputuskan untuk berjalan melihat-lihat spoiler film yang bakal diputar minggu ini. Berjalan memutar dari display trailer film yang satu ke display film paling ujung, asyik melihat-lihat gambar aktor dan aktris pemeran film. Tiba-tiba saja sesuatu terinjak, kakiku menginjak sesuatu. Bola mataku terbelalak lebar, dengan hati was-was memberanikan diri menatap ke arah bawah, tepat di bawah sol sepatuku.

Eits! Apa yang kuinjak? Sepatu! Aduh gawat! Aku menginjak kaki orang. Mesti gimana nih?

Aku terdiam, tertunduk dalam, berpura-pura bodoh. Boro-boro berani melirik wajah orang yang sekarang kuinjak kakinya. Kakiku saja tak mau digerakkan, seolah membeku bak manekin di depan etalase toko baju.

"Hei! Sampai kapan mau nginjak?"

Suaranya yang ketus membuatku tersentak kaget. Suara ini, sepertinya aku pernah dengar suara ini. Di mana ya?

Dengan wajah ketakutan aku mencuri-curi pandang, pelan-pelan mengangkat wajah mencoba melihat lebih jelas siapa gerangan. Eh! Kok ya, ternyata ....

"KAMU!" teriakannya melengking hingga ke telingaku. Belum sempat berkata-kata, pria itu sudah lebih dulu berteriak padaku.

Wanita di sebelahnya menatapku curiga "Siapa? Temanmu?"

"Enggak, nggak kenal. Dia aja kali sok kenal. Ayo, pergi!" ujar pria itu ketus, menggandeng tangan wanitanya pergi.

Apa! Sok kenal. Halo ... yang benar saja kalau ngomong, siapa juga yang mau kenal sama orang congkak macam dia. Gigiku gemeletuk geram, melihat mukanya saja membuatku kesal.

Dari kejauhan pria itu terlihat tersenyum bercanda tawa bersama teman wanitanya. Mmm ... kalau diamati lebih lama, pria itu sebetulnya lumayan ganteng. Kulitnya putih, model rambutnya keren: mullet poni belah. Tinggi sama berat badannya proposional. Mengenakan jaket bomber warna navy berlabel DIOR, dalaman T-shirt putih. Celana denim belel warna biru tua. Kacamata berframe kotak bertuliskan GUCCI serta topi hitam yang dipakainya semakin menambah aura ketampanannya, memancar hingga radius 10 meter.

Coba lihat! Dari ujung kepala hingga ujung kuku kakinya, bisa dipastikan kalau dia anak juragan minyak. Anak orang kaya maksudnya. Wah! Bikin minder.

Sosok wanita cantik yang berdiri di sebelahnya. Siapa ya? Pacar? Tunangan? Istrinya mungkin. Keduanya terlihat serasi, mirip model cover majalah dewasa. Mereka terlihat begitu mesra, apalagi ketika jari jemari lentik wanita itu, membetulkan poni pria itu yang berantakan. Saling menatap dan tersenyum manis. Idih ... bikin iri.

"Hei! Melamun saja," seru Tyas tiba-tiba datang menepuk pundak kananku, mengagetkan.

"Ah, enggak kok! Cuma lagi lihat-lihat aja. Dah beli camilan belum?" tanyaku mengalihkan perhatian Tyas, buru-buru membawanya ke penjual popcorn di ujung pintu masuk teater.

Kuatur duduk senyaman mungkin, selang beberapa menit kemudian lampu bioskop dipadamkan. Aku dan Tyas duduk di sebelah kiri kursi barisan ke lima dari bawah, nomor empat dari ujung. Tyas duduk di sebelah kiri kursiku. Iseng-iseng kulirik ke samping kanan dan kiriku, tampaknya kursi penonton sudah hampir penuh terisi. Tak lama kemudian, seseorang datang mengambil tempat duduk di sebelahku.

S I KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang