#23 Don'T Say GoodBye

9 1 0
                                    

Kedua tanganku bergerak memeluk punggungnya erat-erat. Hati ini seakan berteriak, "jangan pergi, jangan pergi lagi, aku tidak mau kamu pergi". Perasaanku berangsur-angsur tenang (plong) saat Key membalas pelukanku, mengecup rambutku sayang.

"Tehku mana?" Key bertanya, tanpa berniat melepaskan pelukan.

"Mmm, itu. Aku taruh sana." Jari telunjukku menunjuk tepat pada segelas teh hangat di atas nakas dekat tempat tidur.

Cup!

Sebuah kecupan singkat mendarat di bibirku, reflek kupejamkan mata rapat-rapat. Terbelalak kaget saat Key membopongku ringan, menghempas tubuhku di atas ranjang, menindihku, dan menghimpitku ketat. Aku menahan napas sejenak saat mataku beradu pandang dengan kedua matanya.

"Key..." kupanggil namanya lirih.

Iris matanya menatapku bergantian, pelan-pelan ujung bibirnya mulai mengecupku lagi, dan lagi. Seolah Key melepas dahaga yang tertahan. Aku menggeliat kegelian, memejamkan mata saat bibirnya menyentuh sudut rahang leherku, sungguh menggelitik. Key melanjutkan ciuman di bibir sedikit menekan—menderu di antara desah napas yang beradu—menautkan jari jemari kami dalam genggaman tangannya yang kuat. Seakan-akan Key melampiaskan kemarahannya dengan mencumbuku. Sensasi gairah yang menggebu membuat energiku tersedot utuh. Key mengecup lembut berurutan, mulai dari pipi kiri, kanan, hidung, mata, dahi, dan bibirku. Jari-jemarinya mulai menggerayang halus di setiap jengkal kulit tubuhku, menyingkap blus yang kukenakan.

"K-Key..." panik, kusebut namanya di sela-sela desahan.

"Hng," jawabnya mengerang lirih, bibirnya berada di pusarku sekarang.

"Aku lagi menstruasi," kataku lirih, tapi cukup membuatnya tersentak kaget mendengarnya.

"Serius! Aish! Kenapa tidak bilang dari tadi," tegur Key membetulkan handuknya, menutupi separuh tubuhnya. Daun telinganya memerah malu, salah tingkah. Ia bergegas turun dari ranjang, membalikkan badan. Mataku mengekor. Tunggu dulu! Apa dia marah? Belum sempat Key beranjak, tanganku sudah lebih dulu melingkar di panggulnya.

"Auch!" teriak Key tercekat.

"Aaaa!!!" teriakku histeris. Astaga! Aku tidak sengaja menyentuh sesuatu yang menonjol dari bagian tubuhnya. Oh... my... good! Spontan memutar posisi duduk, menghadap tembok, menutup wajah dengan kedua belah tangan. Benar-benar malu. "Maaf, maaf. Aku—aku tidak sengaja."

Terdengar tawa kecil dari balik punggungku, Key tertawa melihat tingkah lakuku yang konyol. "Aku ganti baju dulu," ucapnya padaku, kemudian terdengar langkah kaki, berjalan pergi.

Kubenamkan wajahku dalam bantal, menyelimuti diri sampai ke ujung kepala, berguling-guling mirip kepompong. Mungkin wajahku sudah mirip tomat setengah matang, merah merona. Argh! Apa yang kulakukan, aku sudah gila. Malunya...

Telingaku mendengar suara kaki melangkah, sepertinya Key sudah selesai ganti baju. Berikutnya suara gelas, tampaknya ia menaruhnya kembali setelah meminum tehnya.

"Uhm... asin. Kamu tidak salah masukin garam," seru Key berkomentar.

Sontak membuatku menyingkap selimutku dan menjawab, "Masa sih! Perasaan tadi aku masukkan gula."

Aku bergerak merangkak di atas tempat tidur, bergeser coba mengambil gelas dari atas nakas, tapi Key malah menahan kedua pundakku sambil berkata, "Lihat kamu saja sudah manis."

Spontan membuatku memutar mata jengah. "Gombal."

Tawa renyahnya mampu membuatku mendadak kesal. Aku tahu dia hanya menggodaku, jelas-jelas aku memasukkan gula ke dalam tehnya. Kupasang wajah cemberut kerucut di depannya. Masih dengan wajah tertawa, ia berbaring di sebelahku, menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala.

S I KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang