chapter 12.

579 61 30
                                    

Penerbangan kami kali ini adalah Jetstar Airways. Tidak akan memakan banyak waktu mengingat jarak Bangkok ke Singapore tergolong dekat. Sore ini, karena Resta duduk dengan Liam, aku duduk bersebelahan lagi dengan Harry. Sebetulnya dia yang menarikku hingga terduduk dikursi sebelahnya dan entah kenapa aku tidak memprotesnya. Aku tidak mau mengganggu hubungan Resta yang sepertinya makin jauh saja dengan Liam. Bagi Resta, Liam sangat dewasa. Itulah tipe pria yang disukai Resta. Dia memang pemilih. Kadang aku selalu mengkritik sikap pemilihnya itu, tapi Resta tetap teguh pada pendiriannya.

Untuk sekarang, yang kutakutkan adalah kalau Resta tidur sekamar lagi dengan Liam nanti malam. Jangankan nanti malam, bagaimana kalau dia tidur dengan Liam terus sepanjang tour? Dear, aku tidak mau tidur sendiri ditempat yang baru bagiku.

It's so spooky.

Itulah pendapatku. Tapi kalau tidak tidur dengan Resta, aku harus tidur dengan siapa? There's no choice. Aku pastinya akan tidur diantara the boys. Jujur saja, aku senang Resta bersama Liam. Baru baru ini kudengar O'Neill sedang terlibat skandal dan kasus prostitusi dengan seorang artis cantik. Karena itulah hubungan mereka diambang batas. Resta harus move on.

"Kurasa kau akan tidur dengan kami lagi malam ini," ujar Harry saat aku sedang melihat rekaman di handycam Peter.

"Hmmm," aku mengangguk malas.

"Pasti dikamarku. Karena kau tidak punya pilihan lain,"

Aku mempause video itu dan melihat kearah Harry, "Harry, please, don't be so confident like that, aku tidak---,"

Tiba tiba Harry menempelkan telunjuknya di bibirku, "Aku berpikir rasional, Ve. Memang sih tidak akan seranjang lagi, tapi tetap saja sekamar."

Aku mencoba menjauhkan bibirku tapi telunjuknya tetap saja menempel disana.

"Kiss it," ujarnya dengan seksi.

Aku menyingkirkan jarinya dengan tangan dan menekuk wajahku. Sebenarnya benar apa yang dikatakan Harry. Aku pasti tidur sekamar lagi dengan the boys. Hanya saja aku luar biasa malas mengakuinya.

"Harry, Ve, kita bertiga akan tidur sekamar malam ini," ujar Zayn setelah selesai berunding dengan Peter. Mereka duduk diseberang kursi kami. "Dan mungkin untuk malam malam berikutnya,"

Aku melihat kearah Harry. Tatapannya mengatakan "benarkan apa kataku". Senyum mesum itu lagi.

"Tidak apa apa kan?" Tanya Peter. "Jangan takut padanya, dia tidak akan macam macam padamu," Peter menunjuk kearah Harry yang duduk disebelahku.

"Tidak sebelum kalian menikah," goda Zayn.

"Zayn," Aku memutar bola mataku. "Takut? Padanya? Tidak mungkin,"

"Mrs. Styles tidak mungkin takut pada Mr. Styles," goda Zayn lagi.

"God, never ever in my life," ujarku sambil menggelengkan kepala.

Harry tertawa, "Ve, semakin kau menyangkal seperti itu, semakin besar kemungkinan akan terjadi,"

"Ya, aku setuju," timpal Resta dari kursi didepanku.

"Res, kau---,"

"Aku juga setuju," timpal Liam. "Walaupun aku tidak tau kalian membicarakan apa,"

Harry tersenyum menang. Dia mencondongkan tubuhnya kearahku, "I think i win,"

"Berhenti tersenyum seperti itu," ujarku sambil membuang muka. Aku memilih melihat awan sore yang jauh lebih indah dari wajah Harry.

Dia menarik daguku lalu, "Coba saja kau hentikan aku kalau bisa,"

rose in you [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang