chapter 14.

567 59 7
                                    

"Kau peduli padaku kan?"

Aku melihatnya dan terdiam. Harry, kadang kau begitu bodoh. Kenapa hal seperti itu harus ditanyakan sih? Aku paling malas menjawab hal hal yang berbau perasaan seperti itu. Entahlah, rasanya aneh. Dan sekarang dia menanyakan itu.

Jawaban apa yang kau inginkan, Harry?

"Sudahlah, kau tidak perlu menjawabnya," Kulihat Harry terlihat agak kecewa. Tapi dia tetap tersenyum padaku.

Poor, Harry. You know I don't mean like that.

"Sebaiknya kau tidur," ujarnya lagi. "Tidak ada yang mau melihatmu dengan kantung mata besok," Harry mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur diantara tempat tidurnya dan tempat tidurku.

Dia menghela nafas, lalu, "Ve,"

Aku menoleh kearahnya.

"Walaupun kau tidak peduli, tapi aku peduli," ujarnya pelan.

"Harry,"

"Dan yang kutau, saat seseorang mulai peduli, saat itulah dia mulai mencintai,"

Deg.

Apa ini?

Jadi dengan kata lain Harry---.

Dia berdeham lalu, "Sekarang saatnya kau tidur,"

"Harry," panggilku lagi.

"Hmmm?"

Inilah yang ingin kukatakan. Inilah yang harus kukatakan sekarang atau tidak sama sekali. Sesuatu mengenai perasaan yang berkaitan dengan pria ini.

Pria yang peduli.

Pria yang punya perasaan itu untukku.

Pria dengan tattoo mawar di lengannya.

"Kalau aku peduli bagaimana?"

Aku bisa lihat Harry menatapku dengan tatapan heran walaupun dalam kondisi minim cahaya seperti ini.

"Benarkah?" Tanyanya memastikan. "Apa aku salah dengar? Ya, pasti aku salah dengar," gumamnya.

"Tidak, kau tidak salah dengar kali ini," aku menghela nafas. "Tapi.."

"Tapi?"

"Buatku, ini bukan cinta,"

Dia berbaring dan berpangku pada sebelah tangannya. "Lalu apa?"

"Entahlah, kita sebut apa sesuatu yang ada dibawah cinta?"

"Suka?" Tebaknya sambil menjentikkan jari.

"Umm, entahlah,"

"Veee," panggilnya. "Kau mau membuatku mati penasaran?"

"Ya," aku tertawa dan membalikkan posisi tubuhku. "Goodnight, Harry,"

Aku dengar dia membuang nafas dan pada akhirnya, "Goodnight, Ve,"

ⓥⓥⓥ

Pagi ini Singapore diguyur hujan. Saat baru bangun saja, aku merasakan hawa dingin menusuk kulitku. Belum lagi dinginnya AC dan pakaianku yang tidak mendukung. Kulihat Harry sampai memeluk gulingnya erat. Pengalaman baru dengan dinginnya negeri Singapore.

"Aku baru tau kalau nama belakang Resta juga De Britz," ujar Liam heran. "Berarti dia masih saudara denganmu, iya kan Ve?"

Aku sedang mengutex kuku dengan kutex yang Taylor berikan. Warnanya manis sekali. Biru langit. Dan tidak lupa juga aku memberikan titik titik putih pada permukaan kukuku. Beginilah kegiatanku saat senggang. Mempoles diriku, maksudku, sebagian kecil dari diriku.

rose in you [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang