epilogue.

518 44 22
                                    

Veve POV

Kurasakan Harry mengelus pipiku pelan. Rasanya sangat nyaman. Berada disampingnya membuatku tenang. Dan aku lelah, sangat lelah. Semua tentang pernikahan ini membuatku pusing. Tapi untung semua sudah selesai.

Kepalaku terasa ringan saat menyentuh pundak pria itu. Kuselipkan tangan kananku dilengan kirinya. Aku memejamkan mata, mencoba tidur walaupun dalam kondisi seperti ini. Kondisi dimana aku benar benar tidak tau akan dibawa kemana oleh pria ini. Diculik? Mungkin iya. Sekarang kami berada didalam pesawat KLM. Sialnya tadi Harry terus saja menutupi mata dan telingaku di Bandara sehingga aku tidak bisa mendengar suara pemberitahuan apapun. Barulah saat kami ada didalam pesawat, Harry membuka menutup mata dan headset yang dia pasang.

"Ve," panggilnya.

"Apa?" tanyaku.

"Kau mau tidur?" Kurasakan kalau elusan itu pindah kesekitar dagu dan bibirku.

"Hmmm," ujarku. "Boleh?"

Harry tertawa kecil. "Menurutmu?"

Aku mencubit lengannya, membuatnya tertawa gemas.

"Harry, sepertinya kau jatuh cinta pada bibirku,"

"Memang iya," ujarnya sambil tersenyum. "Ve, kau mau rumah yang seperti apa?"

"Rumah?"

"Ya, rumah,"

"Hmmm," aku berpikir sejenak. "Aku mau rumah yang ada balkonnya,"

"Then?"

Aku kembali berpikir, "Itu saja,"

Harry mengerutkan keningnya. "Kenapa kau sangat menyukai balkon?"

Aku melihat dari balik jendela pesawat dan mengabaikan sejenak pertanyaan Harry. Ada yang menarik perhatianku dan--- ah! aku tau ada dimana kita.

"We're in Paris," ujarku saat melihat eiffel tower menjulang tinggi ditengah sana.

Harry langsung mencubit kedua pipiku. "Harusnya aku tetap menutup matamu,"

ⓥⓥⓥ

Paris.

Aku bisa lihat pemandangan menara eiffel yang diterangi beberapa lampu dari sini. Indah. Rasanya sangat tenang melihat menara itu berdiri tegak dari kejauhan seperti ini. Samar samar kulihat banyak pasangan yang melihat pemandangan kota paris dari atas sana. Ya, pasangan pasangan yang beruntung.

Tapi jangan kira aku tidak bersyukur telah menikah dengan Harry.

Justru aku merasa sangat beruntung dan----

Lengkap.

Kurasakan seseorang memelukku dari belakang. Tangan itu menjagaku dari dinginnya dunia luar. Kulit kami bersentuhan.

Hangat.

"Hey," panggilnya.

"Hey," ujarku.

"Kau mau kesana?" tanya Harry seakan membaca pikiranku. Aku bisa rasakan deru nafasnya menerpa leherku pelan. Nyatanya, aku hanya memakai tanktop berwarna tosca longgar dan hotpans. Ya, ini adalah malam pertamaku dan Harry.

Gugup.

Itulah yang aku rasakan.

Karena aku tidak tau apa yang akan dia lakukan. Dan alasan itulah yang membuat aku ada disini dan bukan didalam. Rasanya aku akan menjadi santapan empuk kalau berada didalam.

"Kau mau membawaku kesana?"

"Besok," ujarnya sambil mencium leherku pelan. "Ve," panggilnya lagi.

"Hmmm?"

"Ayo masuk,"

"Sekarang?"

"Iya, ayo," Harry melepaskan pelukannya dan menggenggam tanganku.

Saat ini memang akan datang, hanya saja aku terlalu malu untuk melakukannya. Apalagi melakukannya dengan Harry. Maksudku, memang kami sudah resmi, hanya saja, aku belum mau menunjukkan apa yang seharusnya kuperlihatkan padanya.

"Harry, aku tidak yakin," ujarku saat kami berdua sudah duduk diatas ranjang.

"Kenapa?" tanya Harry sambil mengelus rambutku. "Kau belum siap?"

Aku menggeleng pelan.

"Lalu? Gugup?" tanyanya lagi.

"Entahlah," jawabku. "Kau selalu dipanggil Pervert oleh the boys. Pasti ada alasannya, ya kan?"

Wajah hangat Harry langsung berubah menjadi seringaian nakal. "Karena aku bisa membuatmu memanggil manggil namaku saat bermain, Ve,"

"Apa?"

"Kita lihat saja nanti,"

Aku menimbang nimbang, lalu "Apa akan-----sakit?"

Mata hijau itu. Harry menatapku dengan intens kali ini. "Diawal akan sakit, tapi kau akan terbiasa,"

Aku merasa Harry melihat kearah bibirku. "Benarkah?"

"Ya, Ve. Dan aku janji tidak akan menyakitimu," ujarnya.

"Janji?"

"Janji," ujarnya sambil menempelkan keningnya ke keningku. "Mau tau sesuatu?"

"Apa?"

"Aku selalu ingin tau rasanya menggigit bibirmu,"

I truly believe that everything that we do and everyone that we meet is put in our path for a purpose. There are no accidents; we're all teachers - if we're willing to pay attention to the lessons we learn, trust our positive instincts and not be afraid to take risks or wait for some miracle to come knocking at our door---Marla Gibbs.

ⓥⓥⓥ

AAAAA GAJEE, PARAHH. GABISA BIKINN EPILOGUE. HUFTTT

Pokoknya thanks buat semua my beloved readers and vommers. I LOVE YOU MORE THAN I LOVE HARRY. I SWEAR.

Belom tau sih mau ada bonus chapter atau engga. Dan belom tau juga mau buat sequelnya atau engga. Next, aku mau edit dikit cerita ini. Yang typo dibenerin, yang gaje dibenerin, dll deh. Pokoknya laafffff, see you di next story yaaa. Cek di works aku^^

BYEEEE

ⓥⓥⓥ

rose in you [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang