Sama seperti kemarin, kau kembali melihat mobil Chan terparkir di depan gedung perusahaan. Kau merasa bingung atas kehadiran lelaki itu, tetapi kau tetap melangkah menuju ke mobilmu. Tanpa diduga, Chan melihatmu lalu dia cepat-cepat menghampirimu. Kau terkejut karena Chan menahan tanganmu yang akan membuka pintu mobil.
Hal sepele yang jarang sekali dilakukan olehnya selama kalian bersama. Jangankan memegang tangan, menjemputmu saja tidak ingin menampakkan batang hidungnya.
Apa yang Chan inginkan? Mengamuk kepadamu karena telah membatalkan pertunangan secara sepihak dan membuatnya terkena amarah oleh ayahnya? Itulah yang paling masuk akal bagimu sekarang.
Apapun itu, kau tidak peduli. Kau siap dengan sesuatu buruk yang mungkin akan menimpamu.
"Aku ingin bicara denganmu."
Ucap Chan lembut sembari menatapmu. Kau membeku, mana bisa seperti ini? Seseorang yang ingin kau lupakan tidak boleh membuatmu goyah. Tetapi Chan mengartikan pandanganmu dengan kesan berbeda sehingga dia perlahan melepaskannya.
"Bicaralah di sini."
Kau tidak peduli apakah Chan suka atau tidak kalau kalian mengobrol di sini. Toh hubunganmu dan dia telah berakhir. Chan tampak menyiapkan diri sebelum mengutarakan apa yang dia pikirkan.
"Kau sungguh meminta pada Appa-mu untuk menyudahi pertunangan kita?"
Tidak tahu, rasanya kau kesal sekali. Jadi apakah di mata Chan kau segila itu terhadapnya, sehingga fakta kalau kau yang meminta pertunangan kalian berakhir itu terasa sangat mustahil?
Sebenci itukah Chan kepadamu?
"Iya, aku sungguh-sungguh. Kupikir, aku harus membebaskanmu mulai sekarang, jadi aku melakukannya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku tidak mengungkapkan kejadian kemarin padanya, maka kerjasama dua perusahaan, tidak akan terpengaruh. Masih ada yang kau tanyakan lagi, Chan-ssi?"
Chan-ssi.
Bukan Chan lagi.
Mengapa Chan tidak senang mendengarnya?
"Jika kau menyudahi pertunangan karena kejadian kemarin, aku minta maaf."
Kau menutup matamu sedetik, seolah sedang menekan sendiri rasa sakit dari satu tusukan baru yang Chan berikan.
"Itu hanya salah satunya, Chan-ssi. Tapi ya, tentu saja aku memaafkanmu. Sekarang kau sudah bebas dariku, berbahagialah."
Kali ini Chan tak lagi menahanmu yang memang ingin pergi sejak tadi. Tiba-tiba Chan merasa hampa, ada yang hilang dari hatinya setelah kau menjelaskan apa yang menjadi pertanyaannya. Di satu sisi, dia juga merasa terluka.
Apakah aku mulai mencintainya?
Apakah ini perasaan menyesal karena dia telah meninggalkanku?
Batin Chan bersuara.
Sejak hari itu, hari-hari Chan terasa kosong. Segala sesuatu yang dia kerjakan senantiasa diliputi oleh bayanganmu. Chan merindukanmu, Mark ingin bertemu denganmu.
Dan dari deretan keinginan itu, ada satu keinginan yang paling serakah yaitu Chan ingin memilikimu lagi. Bukan hanya sebatas tunangan, melainkan pernikahan. Dan itu jelas bukan perkara mudah.
Jadi, berbekal pertemuan diam-diam dengan ayahmu, Chan mulai menjalankan rencana-rencananya. Sebelumnya, Chan juga berterus terang mengenai perlakuannya terhadapmu yang berakibat lelaki itu mendapat pukulan di tubuhnya.
Namun, ayahmu juga menghargai kejujuran serta sikap gentle Chan. Dan setelah memohon ratusan kali, akhirnya ayahmu mengizinkan Chan memperjuangkanmu kembali dengan beberapa catatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine with Bias (ongoing)
Short StoryMari berimajinasi dengan bias-bias kita Update setiap Sabtu