Hong Ji Soo terus tersenyum sembari mengamati wajahmu yang tampak natural ketika tidur. Alis yang sedikit tebal, mata besar yang tertutup, hidung yang kecil dan bibir yang berisi bagian bawahnya benar-benar menjadi objek yang tak ingin Ji Soo lewatkan.
Tangan besar Ji Soo menyentuh raut lelah itu dengan sangat lembut, seakan tak ingin sang pemilik terbangun karena ulahnya. Cukup semalaman saja dia membuatmu tak berdaya dibawah kungkungannya. Hari ini, Ji Soo ingin kau menjadi ratu baginya.
"Ada yang mendadak gila."
Lamunan Ji Soo terberai akibat suara serakmu. Senyum lelaki itu kian melebar menyadari wanitanya telah bangun. Ji Soo mengubah posisi, dari duduk melingkari lutut, kini setengah terbaring di sampingmu.
"Bagaimana tidak? Aku membuka mata dan melihat ada bidadari di sampingku."
Bisikan Ji Soo membuatmu tertawa. Kau mencubit pinggang polos suamimu sehingga sang pria melenguh. Lenguhan yang sengaja dibuat-buat.
"Hong Ji Soo!"
"Iya babe?"
Kau mendekatkan tubuhmu pada Ji Soo agar mudah memeluknya. Lenguhan Ji Soo menyebabkan kau teringat dengan apa yang kalian lakukan semalam. Ji Soo tersenyum lagi, kali ini seraya mengecup dahi sang istri.
Untuk beberapa saat, sepasang suami istri tersebut hanya saling merengkuh dengan irama jantung masing-masing sebagai latar belakang.
"Hari ini mau sarapan apa?"
Kau mengangkat kepalamu agar bisa menatap Ji Soo sepuasnya. Sang lelaki menunduk, mata kalian beradu.
"Kau."
Jawaban iseng Ji Soo memaksamu memukul pelan dada lelaki itu sampai kau terkekeh sendiri.
"Aku kan bangun lebih awal, babe. Jadi, aku membuat sesuatu yang simpel untuk kita berdua."
"Itu tugasku."
"Kau sudah menunaikannya semalam bahkan wajahmu masih terlihat letih."
"Ji Soo!"
Kau berteriak akhirnya sebab Ji Soo terus menggodaimu.
"Ayo membersihkan diri dulu. Baru kita makan. Kita akan jalan-jalan hari ini."
"Kemana?"
Ji Soo tidak dapat mengeluarkan kata-katanya sebagai respon atas pertanyaanmu, itu karena perbuatanmu yang menggerakkan telunjukmu menyusuri bahu dan dada Ji Soo.
Kau menyeringai puas.
"Aku baru menyentuhmu sedikit, Tuan Hong dan napasmu sudah tak beraturan?"
Dengan balasan godaan yang tertuju kepadanya, Ji Soo tak dapat menahan dirinya lagi. Bisikan itu, seperti kode untuk Ji Soo melanjutkan apa yang susah payah ia hentikan. Kini pria atletis tersebut mengunci tubuhmu yang otomatis telentang sambil tersenyum lebar.
"Kau benar. Aku sudah gila. Dan Itu karenamu, maka bertanggungjawablah."
.
Ji Soo mengayuh sepeda yang dia naikki bersama denganmu. Dimana kau berada di bagian boncengan dan merangkul pinggang suamimu guna dijadikan pegangan. Pada mulanya, kau terus bertanya-tanya kemana Ji Soo akan membawamu pergi tetapi perlahan-lahan berhenti karena kau mulai terbuai kesejukkan angin yang berhembus kala menempuh jalanan.
"Kau seperti mengajakku flashback saat dulu kita masih masa pendekatan."
Memang itulah maksud Ji Soo yang sebenarnya. Bukan sekedar mengajakmu mengingat masa lalu mereka dimana Ji Soo dan dirimu masih berteman, namun juga menyiram kembali hati sang wanita dengan cinta darinya dengan jumlah yang lebih banyak.
Karena Ji Soo tahu, kau telah mengorbankan hampir seluruh hati dan hidupmu, kendati tak pernah menyinggung sepenuhnya kesulitan yang dialami selama menjadi pendampingnya.
Ji Soo ingin menunjukkan penghargaan, rasa terimakasih, hadiah dan balasan yang mungkin tak akan sebanding dengan apa yang kau lakukan kepada dirimu.
"Hm. Kau akan melihatnya nanti."
Sekitar sepuluh menit kemudian, Ji Soo mengarahkan sepedanya menuju sebuah lapangan. Suasana tempat itu cukup ramai dengan berlangsungnya pertandingan sepakbola oleh anak-anak remaja.
Ji Soo menghentikan sepeda di pinggir lapangan yang teduh. Lalu dengan sigap, kau turun dari kendaraan roda dua tersebut. Tanpa isyarat apapun, Ji Soo menggandeng tanganmu menuju kursi penonton.
Kalian lantas duduk berdampingan sembari menatap ke arah para remaja yang asyik bermain.
"Bagaimana kau tahu kalau di sini sedang ada pertandingan?"
Kau bukannya tidak senang, kendati dirimu bukan penggemar sepakbola. Tetapi Ji Soo tergolong orang sibuk, dia hanya beberapa kali menonton pertandingan olahraga melalui televisi saja.
"Tentu saja aku harus tahu. Karena perjalanan kita dari vila kemari, semuanya sudah aku rencanakan sebelumnya."
Kau semakin merasa tertarik pada topik pembicaraan yang diungkapkan Ji Soo. Kau masih yakin kalau Ji Soo tidak sembarang dalam merencanakan sesuatu.
Kau menatap ke arah Ji Soo yang juga tengah menatap padanya.
"Apa maksudmu? Apa arti bersepeda dan menonton sepakbola?"
Kau berpikir, liburan hanyalah liburan. Kau menghabiskan waktu bersama suamimu untuk bermalas-malasan di vila sepanjang hari, mengingat waktu kebersamaan kalian seringkali terpotong oleh pekerjaan dan keluarga.
Siapa sangka, Ji Soo memiliki inisiatif dan rencana sedetail ini.
Ji Soo tersenyum lalu mengambil tanganmu untuk dia genggam. Tangan kecil itu selalu terasa hangat bagi Ji Soo.
"Kau selalu bertanya, mengapa aku mencintaimu bukan? Dan aku selalu menjawab kalau aku tidak punya alasan. Sebab bagiku, cinta adalah kaya akan ketulusan. Yang membuat seseorang bisa mengasihi, menyayangi orang lainnya dengan sangat baik.
Sayang, aku yakin sekali kau pasti pernah marah dan jengkel kepadaku walau itu mungkin bukan niatku."
Kau memberikan pandangan tak mengerti kepadanya. Jengkel? Kapan?
"Kita selalu berusaha untuk hidup bahagia tetapi pada kenyataannya ada saja kesedihan yang menyelip. Aku mohon maaf untuk itu namun aku tak ingin mengubah janjiku untuk selalu membuatmu bahagia.
Sayang, bersepeda yang kita lakukan tadi, memang agar kau ingat saat masa pendekatan kita dulu. Saat kita liburan di pulau Jeju bersama teman-teman kita. Saat dimana kau dan aku saling menyatakan perasaan satu sama lain untuk pertama kali.
Lalu menonton sepakbola, bukankah kau yang menyapaku dulu tanpa canggung padahal sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu. Kau menguatkanku yang sedang patah hati dan kau memberiku semangat juga pada hari itu.
Sejak itu, aku tidak berhenti memikirkanmu. Aku ingin terus berada dekat denganmu. Ternyata keinginanku terkabul. Kita menjadi dekat lebih dari sebelumnya, kau selalu mendengarkanku, melempariku lelucon, merangkulku, mendukungku. Terimakasih banyak."
Kau menggeleng perlahan. Merasa bahwa apa yang kau lakukan tidaklah seberapa namun ternyata Ji Soo sangat menghargainya.
"Sampai kita menikah, kau setia menemani dan memahamiku dengan baik. Saat aku tidak terkendali, kau menjadi rem yang cekatan. Saat aku tenggelam dalam kesepian, tanpa ragu kau menghiburku.
Kau pembelaku, Sayang. Bodoh jika aku menyia-nyiakan cinta tulus darimu. Jadi kumohon, tetap cintai aku dan temani aku sampai maut memisahkan."
Kali ini kau mengangguk cepat lalu segera memeluk lelaki itu erat dengan air mata menyela. Dengan senang hati Ji soo membalasnya. Isi hatinya akhirnya tersampaikan.
"Aku mencintaimu, Sayang. Selalu selamanya."
END
Biasanya jadi kakak si mas josh ini. Sekarang kupakai sebagai couple kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine with Bias (ongoing)
Short StoryMari berimajinasi dengan bias-bias kita Update setiap Sabtu