Di lokasi yang berbeda, Tae Il juga sedang bernostalgia pada kejadian yang tengah kau pikirkan. Kejadian itu terjadi saat Tae Il dan dirimu sedang berkumpul bersama beberapa teman sekelas kalian guna mengerjakan tugas kelompok.
Kalian bermain truth or dare dan kalian mendapat bagian dalam permainan. Ketika giliranmu, kau memilih truth.
"Sari kedua teman laki-laki yang ikut dalam kelompok kita, menurutmu siapa yang paling tampan?"
Bukankah itu pertanyaan yang menjebak?
"Tae Il."
Jika saja siswa laki-lakinya tidak harus dari kelas kalian, mungkin kau akan menyebutkan nama lain. Apalagi di sana, ada temanmu yang juga menyukai Tae Il walau diam-diam.
Dan siapa mengira, permainan selanjutnya ditujukan kepada Tae Il. Pemuda itu memilih dare.
"Tae Il, apakah kau berani mencium salah satu gadis di sini?"
Benar-benar tantangan yang kurang ajar.
Tae Il berdiri tanpa ragu. Dia mendekatimu dan mencium pipimu sambil membisikkan maaf. Tentu saja wajahmu seketika memerah karena perlakuan yang kau terima.
Tae Il tertawa pelan ketika kejadian itu berputar lancar di kepalanya. Di depannya saat ini adalah layar laptop yang menampilkan foto kelompok kalian kala itu. Dimana ada kau yang berdiri tepat di samping Tae Il meski berjarak.
Kau tersenyum simpul dengan tangan menunjukkan V sign. Entah mengapa jantung Tae Il berdebar tidak karuan hanya karena melihat seseorang tersenyum dalam foto. Tiba-tiba kejadian di sekolah juga terlintas di pikiran Tae Il.
Dia berharap kau akan menghubunginya dan menyetujui tawarannya. Tak lama kemudian, ponsel Tae Il berbunyi. Sebuah pesan baru saja masuk, berasal dari nomor asing.
Tae Il, ini aku (y/n)
Aku setuju dengan tawaranmu.
.
Les privat untuk Sung Hyun telah berjalan hampir setengah semester. Dan selalu ada kendala menyertai namun sebisa mungkin kegiatan itu tidak sampai tidak dilakukan.
"Jelaskan padaku, Sung Hyun. Alasan dibalik kenapa kau sering berkelahi dengan adikku?"
Kau tidak bisa menahan dirimu lagi untuk tidak menanyakan hal yang kau pendam selama tiga bulan ini. Apapun jawaban Sung Hyun, tidak akan mengubah kesepakatan. Kau telah mengambil langkah sejauh ini.
"Karena Jae Min sombong, Noona."
Tae Il dari balik dinding berhenti seketika mendengar percakapan sepupunya dan dirimu. Di tangannya ada secangkir teh yang khusus ia buat untukmu.
"Apa? Sombong katamu?"
Kedengarannya kau tidak percaya akan jawaban Sung Hyun. Jadi pemuda jangkung itu menaruh ponselnya di atas meja dan mengalihkan pandangan kepadamu
"Iya. Sejak kelas sepuluh dia selalu menempati ranking pertama di kelas sampai sekarang pun dia masih selalu menjadi langganan untuk lomba-lomba akademis.
Pada mulanya aku merasa kagum kepadanya. Tapi ketika aku memintanya mengajariku pelajaran yang sulit, dia menolak."
Kau menjatuhkan rahang. Benarkah adikmu seperti itu? Mengingat Jae Min tipe anak yang tertutup.
"Mungkin kau harus sedikit bekerja keras lagi. Kau bisa melakukan beberapa trik supaya dia mau mengajarimu."
"Trik macam apa, Noona? Dia bilang bahwa aku seorang atlet basket. Aku hanya harus fokus pada bidang itu. Padahal aku yakin, dia hanya tak mau disaingi olehku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine with Bias (ongoing)
Historia CortaMari berimajinasi dengan bias-bias kita Update setiap Sabtu