Ternyata

18 3 4
                                    

Sering mengecap kekecewaan dalam urusan cinta membuatmu merasa muak. Entah dirimu yang mencintai sepihak atau sebaliknya. Yang pasti, kau tidak nyaman dengan hal-hal yang seperti itu. Tapi daripada berputus asa, kau lebih memilih membiarkan sepenuhnya tangan Tuhan yang bekerja kali ini.

Dan seperti kebanyakan orang yang mencoba memfokuskan diri terhadap sesuatu yang lain, kau juga demikian. Sampai suatu ketika, Tuhan mulai menunjukkan rencana-Nya sesuai harapanmu.

"Selamat pagi, Kak."

Padahal sapaan yang mendadak menyapa telingamu itu terlontar dengan lembut kendati suaranya lumayan berat. Kau yang sadar siapa sang pemilik suara lantas menoleh ke belakang.

Kim Joon Myeon.

Tersenyum cerah menandingi terangnya sinar matahari yang mulai terbit. Bahkan sejujurnya kau nyaris tidak dapat membedakan keduanya. Kau menarik napas panjang, menetralisir keterkejutanmu tadi. Joon Myeon semakin melebarkan senyumannya, yang berarti semakin mengguncang debar jantungmu pula.

"Biar kubantu, Kak."

Dengan cekatan, Joon Myeon mendorong ke samping pintu tersebut. Tubuhnya yang atletis tentu sangat berpengaruh baik untuk hal itu.

Kau ingin menolak, namun kemungkinan besar Joon Myeon akan tidak akan menggubrismu.

"Terimakasih. Apa kau bangun kesiangan dan tidak sempat sarapan lagi?"

Kau melangkah masuk ke dalam, menata beberapa baki roti dalam etalase yang belum selesai. Sementara Joon Myeon duduk di kursi pembeli dekat meja kasir.

Ini memang bukan yang pertama kalinya. Dia kerap datang membeli roti untuk sarapan sebelum berangkat ke kampus yang kebetulan letaknya dekat dengan toko tempatmu bekerja.

"Tidak. Aku bangun tepat waktu dan sudah sarapan. Tapi, jika Kakak memberiku dua atau tiga potong roll, maka aku tidak akan menolak."

Sialan.

Mengapa Joon Myeon mengatakan sesuatu yang diam-diam berhasil membuatmu salah tingkah pagi-pagi begini? Apakah dia tidak tahu kalau itu akan berefek padamu sepanjang hari.

Oh tidak.

Kau sedang muak pada hal-hal cheesy semacam itu.

"Astaga jujurlah sekarang, Joon Myeon."

Joon Myeon terkekeh. Dia merasa tidak sepandai itu menggoda seorang gadis.

"Baiklah. Aku mau pesan tart ukuran paling besar."

Kau mendelik penasaran.

"Siapa yang ulangtahun? Kau?"

Joon Myeon menggeleng dengan wajah polosnya.

"Seseorang. Untuk hiasannya terserah Kakak. Tapi tulisannya... Sebentar."

Joon Myeon mengambil ponselnya dari dalam saku hoodie putih yang ia kenakan. Usai menyelesaikan tugasmu, kau ikut duduk di kursi kasir yang berseberangan dengan Joon Myeon sembari membuka nota untuk mencatat pesanan.

"Happy birthday sweety."

Kau tercengang mendengar kalimat yang Joon Myeon ucapkan barusan. Berarti apakah Joon Myeon sedang memesan kue untuk perempuan yang dia sukai?

Sekian lama kau mengenal Joon Myeon, baru kali ini dia memesan kue yang bahkan berukuran besar sekaligus untuk seseorang

Pasti seseorang itu istimewa bagi Joon Myeon.

Oh astaga.

Tiba-tiba hatimu memanas dengan sendirinya setelah sebelumnya sejuk seperti duduk di bawah air terjun. Bahkan kegiatan menulismu di buku nota sempat terhenti sejenak.

Imagine with Bias (ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang