Kedua kaki itu berhenti bergerak seketika. Dengan sorot yang kian menggelap, serupa muka awan yang membentang. Dan tarikan bibir yang turut mengendur hanya dalam beberapa detik saja.
Indra penglihatan perlahan memburam, memancarkan isinya dengan kecepatan tak terkira. Pemandangan di hadapan benar-benar menguras laju pernapasan. Tubuh itu akan ambruk sesaat lagi bila tubuh lain tidak sigap menahannya dengan menaruh salah satu tangan di pundak.
Kau menoleh ke samping, kepada sosok pemuda yang lebih tinggi darinya dengan tatapan terkejut. Pemuda itu menoleh juga kearahmu, senyum tipis ditorehkan sehingga hati kau sedikit menghangat. Dua insan lain telah menyingkir tanpa kau dan pemuda itu ketahui.
"Hae Chan..."
Tangan besar pemuda yang dipanggil Hae Chan itu lantas berpindah dari pundak menuju tanganmu. Jari jemari Hae Chan yang besar menyelinap rapi dalam sela-sela jari-jari milikmu.
"Apa yang kau lakukan?"
Kau jelas masih membutuhkan jawaban pasti. Seingatmu, Hae Chan seharusnya berada di tempat latihan bersama rekan-rekannya. Sehingga kehadiran Hae Chan saat ini menimbulkan rasa penasaran.
"Ini sudah berakhir untuknya. Dia sudah kehilangan dirimu tapi menjadi kesempatan baik untukku."
Hae Chan kembali menambah alasan dirimu merasa kebingungan. Sebenarnya apa yang coba pemuda berwajah manis itu katakan? Hae Chan mengangkat tangannya dan kau yang masih bertaut dan sedikit memutarkan tubuh kalian kearah gedung gereja yang berdiri tak jauh dari tempat kalian berdiri sekarang.
"Hari ini, izinkan aku Lee Hae Chan, di depan rumah Tuhan, berjanji untuk selalu melindungi, menemani, menghibur dan menopang kehidupan dari seorang (Y/N)."
Kau menaikan satu alisnmu lalu melepaskan tangan Hae Chan. Bagaimana bisa Hae Chan berbicara dengan wajah seserius itu tanpa beban dalam situasi seperti ini?
"Wow! Selera humor yang menarik."
Kini, giliran Hae Chan yang memasang tampang kesal. Apa yang dia katakan adalah kebenaran namun kau malah sulit mempercayainya hingga menganggapnya sebagai candaan semata.
"Jadi aku tidak dipercaya? Baiklah. Dalam pertandingan besok, jika aku mendapatkan banyak skor, berjanjilah kau akan membiarkanku menjadi pacarmu. Berjanjilah."
Hae Chan menaruh telapak tangannya yang terbuka di atas kepalamu yang membeku. Sungguh, Hae Chan seperti orang yang sedang mabuk.
.
Hae Chan benar-benar bekerja keras tampaknya. Kau bisa melihatnya ketika besoknya kau menyaksikan sendiri bagaimana Hae Chan dan rekan satu timnya bertanding. Memang benar, Hae Chan termasuk tiga pemain teratas terbaik dalam tim, namun entah mengapa rasanya berbeda kali ini.
Apa karena kau terus memikirkan janji yang sempat Hae Chan sampaikan kemarin? Sejauh permainan berlangsung, kau hanya memperhatikan Hae Chan. Dan sesekali Hae Chan juga kepergok melirik kearahmu dengan tatapan penuh keyakinan. Seakan ingin memberitahu bahwa dia betul-betul percaya diri.
Mungkin terlalu bersemangatnya, sampai-sampai Hae Chan tiba-tiba terjatuh setelah kakinya tak sengaja menyangkut di net. Rekan-rekan serta petugas medis segera menghampiri pemuda yang kini terduduk sembari menahan sakit tersebut.
Kau refleks berdiri namun tak berani mendekati. Permainan dilanjutkan sementara tanpa Hae Chan. Ketika melewatimu, Hae Chan justru tersenyum dan mengabaikan tatapanmu yang sedang mengkhawatirkannya itu.
Untuk beberapa saat, Hae Chan ditangani oleh petugas medis. Hatimu semakin tidak karuan rasanya, paling didominasi ketakutan dan kekhawatiran. Apalagi ketika mengetahui Hae Chan telah kembali ke lapangan hanya dalam waktu singkat.
Hae Chan melakukan serve dengan lambungan bola yang jauh seperti biasa. Block yang mampu menghadang serangan serta pukulan yang tajam dan mendarat sempurna di daerah lawan.
Bertubi-tubi Hae Chan melakukan pukulan dahsyatnya hingga gemuruh dari para pendukung mengawal kemenangan bagi timnya. Kau memejamkan matamu sedetik sebagai tanda bahwa kau merasa sedikit lega atas keberhasilan tim sekolahnya menyabet juara pertama.
.
Teman-teman Hae Chan lekas beranjak dari ruang ganti setelah kau menampakkan diri. Kau perlahan-lahan menghampiri Hae Chan yang duduk sambil tersenyum lebar kearahnmu. Bisa dipastikan pemuda itu sedang bahagia.
"Bagaimana kakimu?"
Hae Chan otomatis melihat pada kakinya walau hanya sekilas. Perhatian sekecil ini menjadi salah satu alasan hati Hae Chan luluh untukmu. Tanpa kau sendiri sadari.
"Ini sudah biasa. Kau tak usah khawatir, secepatnya akan pulih."
Kau mendudukkan diri di samping Hae Chan. Kau mengulurkan tanganmu dan diterima dengan baik oleh Hae Chan.
"Selamat ya, atas kemenangan kalian. Kau dan tim sekolah kita sudah melakukan yang terbaik bahkan kau sampai cedera begini."
Selain perhatian, caramu menghargai usaha-usaha orang lain juga menambah daya tarikmu.
Cinta memang luar biasa.
"Berkatmu juga. Terimakasih. Ngomong-ngomong, soal janji yang kemarin berarti-"
Kau menutup mulut Hae Chan, sebenarnya kau gugup untuk membahas hal itu. Lee Hae Chan, yang sudah kau anggap sebagai teman, tidak disangka memiliki perasaan istimewa terhadapmu.
Sejujurnya kau belum bisa mempercayai sepenuhnya, namun melihat kegigihan yang Hae Chan lakukan sebagai bentuk pembuktian, maka kau seharusnya menghargai usaha lelaki itu.
"Kau memang menepatinya, tapi caramu licik, Tuan Lee. Bagaimana bisa kau mempertaruhkan perasaan dan hubungan melalui sesuatu yang sudah menjadi keahlianmu? Itu terasa tidak adil karena kemungkinan kau gagal itu lebih kecil. Sementara perasaanku kepadamu itu belum sebesar itu, jadi aku pikir aku belum siap untuk memiliki hubungan lebih dari sekedar teman denganmu."
Hae Chan dengan cepat memindahkan tanganmu untuk dia genggam. Dia memahami dengan baik seperti apa dirimu. Bersyukurlah untuk pertemanan mereka yang lama terjalin.
"Karena aku sungguh-sungguh menyukaimu. Aku ingin menjagamu dari hal-hal yang bisa menyakitimu. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan."
Ini jelas tak mudah bagimu karena sejatinya kau baru saja patah hati. Tetapi kau juga percaya bahwa Hae Chan jujur dengan apa yang dia katakan. Kalian berteman tidak sehari dua hari.
"Beri aku waktu satu minggu untuk menjadi pacarmu. Jika aku gagal menjagamu-"
"Jangan Hae Chan. Jangan menantang dirimu sendiri terus seperti itu demi pembuktian. Sebenarnya, tanpa menjadi pacar pun, kau sudah menjagaku dengan baik. Tapi izinkan aku yang membalas perasaanmu kali ini."
Hae Chan semakin berani mengambil tindakan-tindakan tak biasa. Pemuda itu semakin terpacu semangatnya untuk mencintai dan menjaga gadis yang telah lama menempati hatinya. Hae Chan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang bisa dia kuasai.
Tidak lagi.
"Jadi, kau menerimaku?"
Berdasarkan anggukkanmu, Hae Chan langsung memeluk dirimu dengan perasaan gembira menyelimuti. Dalam hatimu merasa bahwa mungkin hal ini tidak sepenuhnya adil bagi Hae Chan. Sebab dengan perasaan yang menggebu seperti itu, sangat berbanding terbalik dengan apa yang kau rasakan.
Tapi tak ada salahnya mencoba, toh kau berhak untuk bahagia. Kau dapat bekerja keras walaupun memang tidak mudah.
"Terimakasih."
END
Aku bawa si Haikal hari ini. Hope you like it.
Dirgahayu republik Indonesia ke 79. Temen-temen ada yang ikut upacara? Jadi petugas apa peserta?
Atau ada yang ikut lomba-lomba? Di tempatku masih sepi nih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine with Bias (ongoing)
Short StoryMari berimajinasi dengan bias-bias kita Update setiap Sabtu