Pertemuan Pertama

18 2 12
                                    

Beberapa orang menganggap pekerjaan sebagai penulis itu mudah. Memang jika dilihat sepintas, seolah hanya duduk, membayangkan sesuatu lalu mengetik. Sederhana. Tapi sebetulnya tidak sesimpel yang mereka pikirkan.

Ada beberapa tahap yang harus dilalui penulis sebelum menghasilkan sebuah karya. Tahap-tahap itu juga terdapat beberapa kendala lagi yang mesti diatasi. Penulis profesional sekalipun belum pasti selalu lancar dalam melaksanakan kegiatannya. Lebih-lebih bila mengalami kebuntuan yang menyebabkan stres bagi sang penulis sendiri.

Namun, bukan berarti itu menjadi alasan untuk berhenti berkarya. Jadi, penulis melakukan berbagai upaya masing-masing untuk menghadapi masalah tersebut. Salah satunya dirimu yang kini meluangkan waktu untuk menonton pertandingan bola voli.

Sejujurnya, kau tidak begitu menyukai olahraga, sejak dulu minat terbesarmu adalah di bidang menulis. Keduanya jelas bertolak belakang tapi demi menghilangkan stres karena kebuntuan, kau rela melakukan apapun.

"Yoo Hyun-ah, tim yang sedang bertanding ini tim mana lawan mana?"

Tanyamu pada sahabat perempuanmu, Cho Yoohyun.

"Jepang melawan Korea, kenapa?"

Dengan santai Yoo Hyun menjawab.

"Korea yang warna putih atau kuning?"

"Putih."

Kau kembali memandang ke arah lapangan dimana pertandingan bola voli laki-laki tengah berlangsung. Karena penasaran dengan sikapmu yang tampak serius, Yoo Hyun menyenggolmu.

"Ada ide untuk ceritamu kah? Sudahlah lupakan dulu soal karyamu sementara waktu. Dan nikmati pertandingan ini."

"Bukan ide, Cho Yoo Hyun. Aku hanya heran dengan salah satu pemain di tim Korea. Itu, yang nomor punggung dua belas, mengapa wajahnya berbeda dari teman-temannya?"

Yoo Hyun otomatis menoleh ke arah yang kau maksud. Lalu gadis berambut sebahu itu tersenyum sehingga membuatmu semakin tak mengerti.

"Beda apanya? Cantik? Atau ehm, sangat tampan?"

Yoo Hyun tahu, sosok gadis sepertimu tidak mudah tertarik terhadap sesuatu. Jadi bila perhatianmu sampai terfokus pada satu hal, maka pasti hal itu istimewa di matamu.

"Bukan begitu. Perhatikan saja wajahnya, dia seperti bukan orang Korea pada umumnya. Dia seperti blasteran. Apa aku yang salah lihat?"

Yoo Hyun lagi-lagi mengulum senyumnya. Entahlah, tapi dia senang melihatmu salah tingkah begini. Dibandingkan sebelum-sebelumnya kau selalu tampak stres karena tulisan-tulisanmu.

"Namanya Chae Hyung Won. Dia berusia empat tahun lebih muda dari kita. Dia memang berdarah campuran. Tapi dia bukan satu-satunya blasteran di tim itu."

"Oh iya?"

Kau cukup terkejut. Dari namanya, tidak ada unsur luar negeri. Tapi wajahnya tidak menunjukkan kalau dia murni Korea.

Yoo Hyun mengangguk. Setelahnya kalian berdua hanya sibuk menonton pertandingan itu. Kau terus memperhatikan bagaimana pemuda bernomor punggung dua belas itu bermain. Dia tampak sangat handal dan itu jelas membuatmu terkesima karenanya.

Bagaimana ketika dia melakukan serve yang melambung jauh, bagaimana ketika dia melakukan block yang berhasil membendung bola, bagaimana ketika dia mampu memukul bola dengan begitu kerasnya sehingga mendarat sempurna tepat di area musuh.

Dan bagaimana sebuah senyuman terukir di bibir pemuda itu setelah dirinya mencetak skor untuk timnya. Senyuman yang tak bisa menandingi manisnya gula maupun menyaingi cerahnya sinar sang surya.

Imagine with Bias (ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang