Tidak pernah terpikirkan untukmu menikah dengan seseorang yang usianya lebih muda darimu. Bukan karena kau merasa jika dirimu sosok yang dewasa sehingga membutuhkan pasangan yang seimbang, bukan. Justru kau selalu merasa bahwa dirimu masih kekanakan. Jadi kau pikir kau membutuhkan laki-laki yang lebih matang terutama dari segi pemikiran.
Tapi kau tak menyangka ketika kau bertemu dia. Dia yang seperti keajaiban besar yang sengaja Tuhan rancang untukmu. Dia yang faktanya empat tahun lebih muda darimu malah bisa menempati posisi apapun sesuai kondisi yang terjadi.
Dan tentunya dengan cinta yang terus mengalir dan membuatmu bahagia. Walau sesekali memang diselingi masalah kecil seperti perbedaan pendapat.
"Pelan-pelan, hei cowok."
Ucapmu pada sosok laki-laki yang berjalan cepat di depanmu. Dia tidak mengindahkanmu dan tetap berjalan.
"Ini masih pagi juga. Semangat sekali, orang ini. Ya ampun."
Zhoumi.
Suamimu sejak enam bulan yang lalu. Kalian sedang melakukan bulan madu di negara Italia yang terkenal dengan keromantisannya. Jika ditanya mengapa bulan madu kalian sedikit terlambat, itu karena kesibukan kalian di tempat kerja.
Maka tak heran kalau dia begitu bersemangat menikmati liburan kali ini.
"Semangat? Bukannya semalam kau yang mengancam tidak mau memenuhi kewajibanmu jika hari ini aku tidak mengajakmu berkeliling Italia?"
Kau terkekeh. Memorinya benar-benar bagus terutama dalam hal mengungkit sesuatu yang berkaitan dengan 'kewajiban'.
"Ya tapi aku agak lelah. Jadi agak santai ya."
Zhoumi langsung berhenti membuatmu ikut berhenti tepat di belakangnya. Zhoumi memutar tubuhnya yang lebih tinggi darimu agar bisa menatapmu dengan leluasa. Dia juga sedikit menundukkan kepalanya sembari menaruh telapak tangan besarnya di atas kepalamu.
Hembus napasnya terasa menyapu wajahmu saking dekatnya jarak antara wajah kalian. Dan aroma wangi tubuhnya menyerbu hidungmu.
Lihat.
Jika kau bisa meminjam sebentar tubuh orang lain, mungkin kau bisa memastikan jika kau cukup kecil daripada Zhoumi. Seperti adiknya walau faktanya kau lebih tua.
"Oh. Istriku kelelahan karena aktivitas semalam padahal dia bersikukuh untuk jalan-jalan alih-alih memulihkan tenaganya. Mau kugendong?"
Benar juga. Kaulah yang keras kepala kendati Zhoumi sudah memperingatkanmu. Kau mengambil tangan untuk selanjutnya kau lingkari.
"Begini saja cukup. Ayo."
Dan ternyata pergerakanmu malah membuatmu tersorot oleh cahaya matahari pagi secara langsung.
"Silau kan?"
Oh tidak. Jadi apakah Zhoumi sengaja berjalan cepat supaya dia selalu selangkah di depanmu untuk melindungimu dari sinar matahari?
Tuhan...
"Tidak apa-apa. Matahari di pagi hari bagus untuk kesehatan."
Kali ini tanpa ragu kau menariknya agar dapat berjalan kembali. Kalian melangkah beriringan sembari menyaksikan kesibukan kota Roma. Kalian sempat berhenti sejenak ketika sampai di depan kubah Pantheo untuk mengambil gambar.
Lalu meneruskan perjalanan menuju air mancur Trevi. Dimana ada kepercayaan jika seseorang melemparkan koin ke dalamnya, maka akan mendapat keberuntungan dan dapat kembali ke sana.
Tentu saja kalian juga melakukannya sekedar untuk bersenang-senang.
"Habis ini mau kemana lagi?"
"Um, bisakah kita mampir ke kafe sebentar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagine with Bias (ongoing)
Short StoryMari berimajinasi dengan bias-bias kita Update setiap Sabtu