chapter 16

7.6K 593 5
                                    

~Happy Reading










Seketika Bara melototkan matanya saat mendapati Izumi berada di ruang kerjanya. Kebiasaan Izumi yang suka menyusulnya ke rumah sakit tanpa mengabari lebih dulu semakin menjadi-jadi.

Bukan apa-apa, Bara hanya takut dirinya sedang tidak berada di ruang kerjanya karena menjalankan operasi. Bagaimanapun, ia adalah ahli bedah di rumah sakit ini yang tentunya sangat padat jadwalnya.

"Ngapain ke sini?"

"Kok nanyanya gitu? Enggak suka aku nyamperin ketempat kerja?" Izumi mengerucutkan bibirnya kesal.

"Bukan gitu, seharusnya kamu kasih kabar dulu kalo mau ke sini. Seandainya aku lagi ada operasi gimana?" Jelas Bara tak ingin membuat Izumi salah paham dengannya.

"Kalo aku kasih tahu namanya bukan kejutan!" Izumi mengangkat bahunya acuh.

Tak ingin berdebat, Bara hanya menganggukkan kepalanya pasrah. Pria itu tahu Izumi bukan tipe orang yang suka mengalah, terlebih dengannya.

"Aku laper nih, kamu enggak ngajak aku makan siang bareng?"

Seketika pandangan Bara menajam.

"Kamu belum makan?"

"Belum" jawab Izumi Jujur, di sertai dengan senyum manisnya.

Bara menghela napas panjang. Ini bukan kali pertama Izumi menunda acara makannya. Bara hanya takut gadis itu sakit jika telat makan.

"Kenapa belum makan? Kalo kamu sakit nanti gimana?" Tanya Bara lembut, membuat hati Izumi berbunga-bunga. Di perhatikan seperti ini oleh Bara ternyata begitu menyenangkan.

"Soalnya aku mau makan bareng kamu aja"

Nyatanya jawaban sederhana yang di lontarkan Izumi mampu membuat Bara berdebar tak karuan. Meski telah mengetahui alasan Izumi, Bara tidak senang. Baginya, kesehatan gadis itu lebih penting melebihi apapun.

"Yaudah, sekarang kita makan ya?" Tawar Bara yang tentunya di hadiahi anggukan antusias Izumi.

Dengan penuh semangat Izumi pun menggandeng lengan kekar Bara. Dua pasangan itu keluar dari ruang kerja Bara tanpa perduli dengan berbagai macam tatapan yang di layangkan oleh orang di sekitar mereka.

Bara yang sibuk menormalkan debaran jantungnya, sementara Izumi yang bersenandung kecil tanpa melepaskan gandengannya dari Bara. Seakan takut pria tampan itu akan tersasar di tempat kerjanya sendiri.

"Eh, pak Bara?"

Seketika senyum Izumi memudar, saat mendapati wanita seumuran Bara berdiri di hadapan mereka.

Melihat jas putih yang gadis itu kenakan, Izumi tahu ia pasti salah satu dokter di rumah sakit ini. Hanya saja, Izumi tidak menyukai tatapan yang gadis itu layangkan untuk Bara.

Sesama wanita, Izumi bisa tahu hanya dengan tatapan mata----wanita di hadapannya ini tertarik pada Baranya. Meski tahu Bara tidak akan berpaling dengan wanita manapun, tetap saja Izumi berwaspada. Izumi semakin mempererat gandengannya pada Bara.

"Itu siapa pak? Adeknya ya?" Tanya gadis bernama Laura Dimigo. Berhasil Izumi ketahui namanya berkat membaca name tag di jas putih yang di kenakannya.

"kenalin, Hikaru Izumi. Calon istrinya Bara" jawab Izumi cepat dengan senyum manisnya.

Diam-diam Izumi tersenyum penuh kemenangan saat mendapati ekspresi tak suka yang dilayangkan Laura padanya. Masa bodoh, Izumi hanya ingin memberitahu gadis dihadapannya ini bahwa Bara adalah miliknya.

Berbeda halnya dengan Bara yang salah tingkah akibat ulah Izumi itu. Bara tidak pernah menyangka Izumi mengaku-ngaku sebagai calon istrinya. Tentu saja, Bara tidak marah. Hanya ada perasaan senang dan berbunga-bunga dihatinya.

Laura beralih menatap Bara, seakan meminta penjelasan. Namun Bara tidak perduli, pria itu sibuk dengan dunianya sendiri----mengamati Izumi di sampingnya dengan tatapan penuh cinta.

Tak dapat di cegah, Laura tersenyum kecut melihat pemandangan manis di hadapannya. Pantas saja Bara selalu bersikap dingin padanya. Ternyata pria itu telah memiliki calon pendamping yang amat di cintainya. Laura cukup tahu diri, melihat tatapan yang diberikan Bara untuk Izumi, Laura tahu seberapa besar pria itu menyukai 'calon istrinya'.

Laura telah menyukai Bara sejak lama, mungkin sekitar 3 tahun yang lalu saat ia masih menggaet gelar dokter magang, hingga sekarang saat ia telah resmi menjadi dokter di rumah sakit ini. Perasaannya pada Bara tidak pernah berubah. Tapi ketika mengetahui pria itu telah memiliki calon pendamping hidupnya, Laura akhirnya memutuskan untuk menyerah.

Ia tidak ingin menjadi pelakor. Laura juga cukup tahu diri, ia merasa dirinya tidak pantas bersanding dengan sosok 'sempurna' seperti Bara yang merupakan senior para dokter di rumah sakit ini.

Dengan senyum masam Laura memutuskan untuk pamit undur diri meninggalkan pasangan serasi itu.

Sementara Izumi tersenyum miring melihat kepergian Laura. Untunglah gadis itu mengerti dan memutuskan untuk menyerah. Jika saja Laura bersikeras untuk merebut Bara darinya, Izumi tidak akan segan-segan bermain kasar dengannya.

Mereka pun kembali melangkahkan kaki menuju parkiran. Bara dengan sigap berlari ke sisi pintu penumpang dan membukakan pintu mobil Untuk Izumi. Melihat perlakuan manis Bara, Izumi sontak tersenyum hangat.

"Bar, kamu jangan deket-deket deh sama dokter cewek tadi" Bara yang tengah memasangkan sabuk pengaman untuk Izumi sontak mengerutkan dahinya tak paham.

"Kenapa?" Tanyanya tidak mengerti.

Izumi merasa gemas melihat kepolosan Bara ini. Dalam hati gadis itu bertanya-tanya, apa mungkin sekelas psikopat seperti Bara tidak menyadari bahwa salah satu rekan kerjanya itu menaruh rasa padanya?

"Ihh! Enggak usah banyak tanya deh. Pokonya enggak boleh deket-deket sama dia! Oh...ralat. sama semua cewek, kecuali aku dan Sovia"

Izumi tidak perduli Bara menganggap dirinya posesif atau sejenisnya. Izumi hanya tidak suka Bara berdekatan dengan wanita lain.  Bukankah ini reaksi normal bagi seorang gadis pada pasangannya? Izumi hanya berwaspada. Bara sangat menawan, mapan, dan pintar. Sosok sempurna bagi para ibu-ibu untuk di jadikan menantu mereka bukan?

Hanya saja, Izumi tak mengetahui bahwa Bara sangat menyukai sisi posesifnya itu. Bara suka saat Izumi melarangnya berdekatan dengan wanita lain. Walau tanpa perintah Izumi sekalipun, Bara tidak pernah berniat dan minat untuk dekat-dekat dengan wanita lain selain Izumi dan Sovia---- adiknya.

Sangat sulit untuk menjelaskan bagaimana perasaan yang tengah di rasakan seorang Bara Dirgantara saat ini. Rasanya benar-benar membuatnya melayang dan serasa akan melayang. Bara bahkan menahan mati-matian agar dirinya tidak pingsan. Berlebihan memang, tetapi memang inilah yang terjadi padanya sekarang. Sebesar itulah pengaruh Hikaru Izumi dalam hidupnya.

I'm yours ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang