chapter 28

5.4K 403 5
                                    

~Happy Reading












"Serius? Yakin enggak mau beli yang lain? Itu bajunya bagus semua loh sayang"

Pertanyaan yang sama terus berulang. Izumi memutar bola matanya malas akibat ulah Bara. Pria itu seakan tidak puas meski sebenarnya mereka telah banyak memborong pakaian calon buah hati mereka.

"Beli secukupnya aja lah Bar, ngapain banyak-banyak. Entar enggak ke pake kan rugi" jelas Izumi yang seketika membuat Bara tersenyum penuh arti.

"Kan bisa di pake buat adiknya" Izumi melotot tidak terima. Satu saja rasanya sangat lelah, apalagi jika harus menambah?!.

"Satu aja cukup! Kamu kira ngelahirin gampang apa?!" Tanya Izumi garang, langsung membuat Bara menciut karenanya. Pria itu menghujani Izumi dengan kecupan di wajah dengan gemas.

"Iya dehhh" pasrah Bara pada akhirnya. Izumi tersenyum penuh kemenangan sebelum Kembali mengalihkan tatapannya ke depan.

"Kapan ya sih baby lahir?" Tanya Bara sembari mengelus sayang perut besar Izumi.

"Tinggal beberapa bulan lagi. Sabar aja!"

"Tapi kamu harus janji ya? Kamu harus selamat. Aku enggak mau ngurus baby sendirian" pinta Bara sembari tersenyum lembut. Izumi menatap lekat wajah tampan sang suami sebelum berkata,

"Kalo takdir berkata lain, aku bisa apa Bar? Tapi satu pesan dari aku. Seandainya terjadi sesuatu, aku mohon jangan pernah mengabaikan sih baby ya?! Awas kalo nanti kamu jadi papa jahat" ancam Izumi garang.

"Kamu ngomong apa sih? Aku enggak mau denger omong kosong seperti ini. Kita akan jaga baby sama-sama!" Bentak Bara tanpa sadar, membuat Izumi sedikit tersentak kaget.

"Ya, kan kamu yang bahas ini duluan. Aku cuma mewanti-wanti aja Bar. Siapa juga yang mau mati! Aku masih mau merawat anak aku tahu!" Balas Izumi tak kalah sewot.

Seketika ekspresi Bara melembut, pria itu akhirnya melemparkan senyuman hangat sembari mengelus sayang puncak kepala sang istri.

🥀🥀🥀

Deretan gaun putih cantik kini terpampang jelas di depan mata. Sovia menatap malas gaun-gaun tersebut sebelum akhirnya berdecak tidak suka. 

Berbeda halnya dengan Levi, pria itu tersenyum puas melihatnya. Sengaja ia datangkan para desainer terkenal untuk datang ke kediaman Bara agar Sovia tidak perlu repot-repot keluar dari mansion dan berakhir kelelahan atau sekedar menghirup polusi udara di luar sana.

"Serius ya, kamu kaya orang kebelet kawin" sarkas Sovia sinis. Tidak merasa tersinggung sama sekali, Levi menaikkan bahunya acuh.

"Terserah. Yang penting kamu pilih aja gaun nya, oke?"

"Kenapa aku harus? Enggak mau! Aku enggak mau nikah sama kamu!" Teriak Sovia tidak suka. Nyatanya, bukan hanya wanita itu yang tidak suka, tetapi juga dengan Levi yang merasa sangat terganggu.

"Coba aja, aku enggak akan biarkan kamu menikah sama cowok lain" ancam Levi tak main-main.

"Yaudah, aku enggak usah nikah. Uangku banyak, enggak butuh suami buat kasih duit" jawab Sovia angkuh, wanita itu bersedekap dada sembari tersenyum miring.

Tak kehabisan akal, Levi kembali memutar otaknya agar Sovia tidak berkutik. Pria itu kemudian tersenyum penuh kemenangan setelah sebuah ide cemerlang terbesit di benaknya.

"Yaudah, aku bakal culik anak kita! Aku bakal bawa dia pergi jauh supaya kamu enggak bisa ketemu dia! Kamu tahu kan aku bukan orang sembarangan?"

Seketika Sovia menegang mendengar ucapan Levi. Memang benar pria itu bukanlah orang biasa. Bisa di katakan Levi termasuk deretan orang-orang berpengaruh di negara ini. Jika di bandingkan dengan sang kakak, Levi jelas jauh berbeda.

Tahu dirinya kalah berdebat, akhirnya Sovia memilih diam dengan ekspresi suram. Seketika moodnya hancur tak tersisa.

"Aduh mbak-mbak...aneh. padahal sih masnya ganteng dan kaya, tapi malah nolak di ajak menikah. Kalo saya jadi mbaknya bakal saya terima dengan senang hati" celetuk salah satu desainer bertubuh gempal yang sedari tadi memang menyimak perdebatan Sovia dan Levi.

Nyatanya, ucapan Desainer itu membuat para rekannya menganggukkan kepala setuju. Melihat dukungan dari banyak orang, Levi tersenyum penuh kemenangan. Berbeda halnya dengan Sovia yang memicingkan matanya tidak suka.

"Tante itu enggak tahu aja dia aslinya kaya apa! Dia itu cabul! Cabul tukang maksa lagi!" Ujar Sovia membela diri.

"Aku cabulnya cuma ke kamu aja sayang. Sama perempuan lain mah aku enggak begitu" sangkal Levi dengan senyum manisnya, mampu membuat para Desainer di sana memekik histeris.

"Mana ada maling yang ngaku! Kalo pada ngaku mah penjara penuh!"

Sovia tersenyum sinis menatap Levi. Pria itu hanya dapat menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Udah deh! Mending kamu beliin aku bakso! Ngidam nih" perintah Sovia sembari menggibaskan tangannya angkuh.

"Kamu enggak boleh makan-makanan kaya gitu. Enggak sehat! Mending suruh maid aja yang masak oke?" Bujuk Levi yang tentunya mendapat penolakan mentah-mentah dari Sovia.

"kamu tuh ya! Aku maunya yang beli di luar bukan buatan maid di sini! Sana deh pulang aja kalo enggak mau beliin. Dasar pelit!" Cibir Sovia kemudian beranjak dari duduknya, meninggalkan Levi yang hanya dapat mengacak rambutnya Frustasi.

Sovia sangat mudah meledak-ledak. Entahlah, mungkin karena hormon kehamilannya dan Levi berusaha memaklumi itu. Levi hanya tidak ingin Sovia mengonsumsi makanan tidak higienis dan berujung pada kesehatannya.

I'm yours ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang