chapter 13

8.1K 636 1
                                    

~Happy Reading











Izumi menatap layar televisi dihadapannya masam. Gadis itu kembali teringat kejadian semalam--- dimana Bara melamarnya.

Tentu saja, Izumi akan menerimanya dengan senang hati. Tetapi reaksi Bara selanjutnya membuat gadis cantik itu kesal. Izumi tahu Bara mungkin terkejut karena ia menerima lamarannya begitu saja, tapi Bara malah pergi dan tak kunjung menampakkan batang hidungnya hingga detik ini.

Tidak, Izumi tidak bisa tinggal diam. Berani sekali Bara mempermainkanya, padahal ia sudah sangat senang dan berharap Bara akan benar-benar menikahinya.

Dengan langkah lebar Izumi beranjak dari ranjangnya, tanpa mematikan televisi yang masih menyala di kamarnya.

"Bik, Bara mana?" Tanya Izumi pada kepala pelayan yang kebetulan sedang berlalu melewatinya

"Tuan sudah berangkat kerja non. Memangnya non ada perlu apa?"

"oh gitu...enggak ada, cuma nanya aja" jawab Izumi dengan senyum ramahnya.

Tak ingin berada di sana lebih lama, Izumi berniat menghampiri Bara di rumah sakit.

Izumi melangkahkan kaki jenjangnya berniat menyusul Bara, namun para bodyguard yang berjaga menghalanginya. Tentu saja, hal itu membuat Izumi terheran-heran. Mengapa mereka menghadangnya? Pikir Izumi.

"Minggir, saya mau lewat" ucap Izumi tajam, membuat para bodyguard itu saling pandang dengan takut.

Nyatanya, aura Izumi sangat menakutkan. Mood gadis itu sangat tidak baik pagi ini akibat ulah Bara yang seakan memberinya harapan palsu perihal pernikahan.

"Maaf nona, tetapi tuan memerintahkan kami untuk melarang nona keluar dari mansion" ujar salah satu bodyguard yang tentunya membuat Izumi melotot tidak terima.

"Apa?! Bara yang nyuruh?!" Ulang Izumi lagi dengan tidak percaya. Takut pendengarannya bermasalah.

Hanya saja, anggukan dari bodyguard itu benar-benar membuat Izumi tidak habis pikir dengan Bara. Bagaimana bisa pria itu mengurungnya setelah membuatnya terus memikirkan kejadian semalam?

Sebenarnya bukan Masalah besar bagi Izumi jika Bara memang berniat mengurungnya di mansion ini---seperti dulu, mengingat memang begitulah sifat asli seorang Bara Dirgantara.

Tanpa kata Izumi kembali melangkahkan kaki jenjangnya memasuki mansion megah nan mewah milik Bara. Gadis itu memilih mendudukkan dirinya di salah satu sofa ruang keluarga. Menyaksikan drama televisi untuk mengurangi sedikit kejengkelan dan rasa bosan yang mulai menyerangnya.

Cukup lama Izumi berada dalam posisi itu hingga tak terasa kini menunjukkan pukul 16.55 wib, tapi Sovia belum pulang juga dari sekolahnya, padahal setahu Izumi adik Bara itu seharusnya sudah pulang dari 3 jam yang lalu.

Tak tahu kenapa Izumi mulai merasa cemas. Tak biasanya Sovia pulang sangat terlambat seperti ini, bahkan jika ada tugas sekolah gadis itu akan mengabarinya atau bahkan kepala pelayan.

Masih berusaha berfikir positif, Izumi pikir Sovia mungkin sedang bermain bersama teman-teman sekolahnya.

Tetap saja, Izumi ingin memastikannya. Gadis itu meraih handphone miliknya yang terletak di sampingnya. Mencari kontak Sovia dan berniat menelponnya, namun suara kegaduhan dari depan mansion membuatnya urung melakukannya.

Izumi beranjak dari duduknya, lantas Mendekati asal keributan tadi.

Seketika mata Izumi membulat kaget saat mendapati Sovia yang tengah menangis sesenggukan. Penampilan gadis itu jauh dari kata baik. Sangat berantakan, bahkan ada bekas memar di beberapa area. Tentu saja, Izumi merasa cemas melihatnya.

"Sovia, kamu kenapa?!" Tanya Izumi sembari mendekati Sovia yang masih menangis pilu.

Gadis itu terduduk di atas ubin lantai yang dingin, seakan tak kuat membopong berat tubuhnya sendiri. Tak hanya itu, Izumi juga dapat merasakan tubuh gemetar nan dingin milik Sovia.

"Huwa..." bukannya menjawab pertanyaan Izumi, Sovia hanya menangis tanpa berhenti. Gadis itu memeluk Izumi erat, seakan mengatakan dirinya tengah ketakutan.

Izumi berusaha memahami keadaan Sovia, hingga tak menanyakan keadaan gadis itu lebih lanjut dan hanya membalas pelukannya sembari merapalkan kata-kata penenang.

Tak lama setelahnya, Sovia pun tertidur---efek lelah menangis. Dengan terpaksa Izumi pun meminta salah satu bodyguard untuk menggendong Sovia ke kamarnya, Sementara Izumi mengikuti mereka dari belakang.

Izumi memijit pelipisnya yang terasa pening. Padahal urusannya dengan Bara belum selesai, tapi kini sudah ada masalah baru.

Melihat wajah damai Sovia yang tengah tertidur pulas membuat Izumi kembali memikirkan apa yang sebenarnya telah terjadi pada gadis ini.

Melihat luka memar di beberapa bagian tubuhnya membuat Izumi khawatir. Apa jangan-jangan Sovia tengah menjadi korban bully di sekolahnya? Itulah yang ada di pikiran Izumi saat ini.

Pakaian Sovia juga sangat kotor, membuat pemikiran Izumi tentang Sovia yang tengah menjadi korban bully di sekolah semakin menjadi-jadi.

Dengan hati-hati Izumi membuka seragam sekolah milik Sovia----berniat mengganti pakaian gadis itu mengingat seragamnya yang kini sangat kotor dan tak layak pakai.

Setelah semua pakaian berhasil dibukanya, Izumi tertegun. Kini tubuh Sovia benar-benar polos tanpa sehelai benang pun, tetapi bukan itu yang membuat Izumi termenung ditempatnya saat ini.

Melihat banyaknya bercak merah di tubuh Sovia mampu membuat Izumi kaget. Dugaan sebelumnya tentang Sovia yang menjadi korban kekerasan di sekolah kini terhapus sepenuhnya. Namun benaknya di penuhi oleh dugaan yang lebih mengerikan.

Melihat bukti-bukti yang kini terpampang jelas di depan matanya, apa mungkin Sovia menjadi korban pemerkosaan? Tapi siapa? Siapa pelakunya?

"Ha..."

Izumi menghela napas berat. Ini jauh dari apa yang ia bayangkan sebelumnya.


I'm yours ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang