chapter 25

5.7K 439 9
                                    

~Happy Reading














"Omayguadd...itu beneran kak Laura? Itu loh kak, temen kerjanya kak Bara" ucap Sovia terkejut melihat acara berita televisi pagi ini.

Sovia melototkan matanya terkejut melihat berita yang tengah berlangsung di televisi besar tersebut. kasus pembunuhan kali ini cukup mengerikan hingga membuat masyarakat sedikit heboh.

Di berita itu di jelaskan bahwa jenasah berjenis kelamin perempuan dengan identitas lengkap di temukan tak bernyawa di sebuah villa sepi.

Organ tubuh wanita itu berada di atas lantai dengan kondisi hancur, Wajah tak berbentuk serta kaki dan tangan yang berserakan di mana-mana. Tetapi yang paling membuat orang-orang heboh adalah ukiran bertuliskan 'jalang' di punggung yang di biarkan mulus oleh sang pelaku.

Berbeda halnya dengan Sovia yang tampak terkejut dan heboh, Izumi terdiam fokus menatap acara berita televisi di hadapanya dengan serius. Kedua alis wanita itu berkerut memikirkan Bara yang dari semalam memang tidak kelihatan batang hidungnya.

"Dia beneran lakuin itu? Padahal gue enggak serius" batin Izumi. Wanita itu 'sedikit' merasa bersalah. Akibat perkataannya beberapa hari lalu, Laura akhirnya benar-benar merenggang nyawa.

Izumi tidak sepenuhnya berbohong bahwa sebenarnya ia tidak serius dengan ucapanya hari itu. Tetapi ia melupakan satu fakta bahwa sang suami merupakan sosok psikopat haus akan darah.

Mendengar ucapan Izumi yang berkata 'tidak ingin menghirup udara yang sama', membuat Bara dengan cepat bergerak untuk menghabisi nyawa perempuan yang telah membuat rumah tangganya terancam punah.

Beberapa saat kemudian Izumi mengangkat bahunya acuh, Merasa tidak perduli dengan berita kematian Laura di televisi. Salah siapa berusaha merusak rumah tangga orang? Pikirnya.

"Kakak Dateng enggak ke makamnya?" Tanya Sovia yang sontak membuat Izumi cemberut tidak suka. Meski Laura sudah mati sekalipun, nyatanya masih membuatnya jengkel setiap kali mendengar nama wanita itu.

"Ngapain? Mending tidur" jawabnya acuh kemudian beranjak dari duduknya, meninggalkan Sovia yang menatapnya tidak mengerti.

Sovia memang tak mengetahui siapa sosok yang berusaha menghacurkan rumah tangga kakaknya, karena Izumi memang tidak memberitahukan identitas orang itu.

"Kak Izumi kenapa sih?" Gumamnya heran, sebelum mengalihkan kembali perhatiannya ke acara berita tersebut.


🥀🥀🥀

Sovia menatap gemas pada deretan pakaian bayi di hadapannya. Ya, saat ini Sovia tengah berada di pusat perbelanjaan kota untuk membeli perlengkapan bayi. Tentunya, karena kandungannya yang semakin besar dan beberapa bulan lagi akan melahirkan.

Di samping wanita itu berdiri seorang pria berjas hitam dengan postur tubuh tinggi nan tegap. Jangan lupakan wajah sangar mengerikan yang di milikinya, membuat siapapun yang berniat mendekati nonanya seketika mundur teratur.

"Pak, lucu yang ini ato yang itu?" Tanya Sovia pada bodyguard pribadinya. Wanita itu menunjuk salah satu piyama bayi bermotif bunga sakura kesukaannya.

Beberapa Minggu lalu, Sovia mengetahui ternyata anaknya berjenis kelamin perempuan dan itu sangat membuatnya senang, karena memang ia sangat menginginkan seorang anak perempuan.

"Yang kiri bagus non" jawab bodyguard itu. Sovia beralih menatap piyama yang di pilih Bodyguardnya, kemudian menganggukkan kepala setuju.

Meski berwajah sangar, nyatanya Sovia sangat senang ditemani berbelanja dengan Bodyguardnya itu. Mereka seakan memiliki selera yang sama. 

"Oke, aku pilih yang ini!" Putus Sovia pada akhirnya.

Dengan sigap bodyguard pribadinya membawa pakaian-pakaian yang telah Sovia pilah dengan sepenuh hati menuju meja kasir, tetapi suara seseorang mampu menghentikan langkah mereka.

"Sovia"

Seketika senyum bahagia Sovia pudar. Wanita itu menatap sinis pada Levi yang juga menatapnya dengan tatapan mendamba. Melihat ekspresi tidak suka tuanya, dengan cepat Bodyguardnya menghalangi langkah Levi yang berusaha mendekati Sovia. Sayangnya, Sovia mengentikan Bodyguardnya dan berkata tidak apa-apa.

"Apa?" Tanya Sovia tidak ingin berbasa-basi. Kini hanya ada dirinya dan Levi, sedangkan bodyguardnya telah ia perintahkan untuk memantau dari kejauhan. Sovia yakin Levi tidak segila itu untuk berusaha membunuh calon anaknya di depan umum.

"Stop! Cukup di sana, Jangan melangkah lagi!" Perintah Sovia saat Levi kembali melangkah mendekatinya. Dengan senyum pahit Levi pun akhirnya berhenti melangkah, menuruti keinginan Sovia di hadapannya.

"Sov, aku minta maaf. Aku---aku menyesal dan aku mau memperbaiki kesalahanku sama kamu. Please kasih aku kesempatan, aku bakal jadi ayah terbaik untuk anak kita dan suami yang tulus untuk kamu" ucap Levi.

Sovia tersentak beberapa saat. Wanita itu menatap lekat mata Levi yang juga tengah menatapnya, seakan tengah mencari kebohongan. Tetapi yang di dapatnya hanya ada kejujuran dan ketulusan.

Menggelengkan kepalanya, lantas Sovia terkekeh sinis. Hampir saja ia terkecoh. Sovia hampir melupakan Levi adalah musuh bebuyutan sang kakak hanya karena tatapan intens pria itu.

"Apa? Hahaha aku enggak salah denger nih?" Tanya Sovia sembari tertawa terbahak-bahak, seakan mendengar lelucon.

"Aku serius Sov, aku sadar aku cinta sama kamu" jelas Levi berusaha bersabar menghadapi wanita hamil di hadapannya ini. Levi cukup sadar diri untuk bisa langsung mendapatkan kepercayaan wanita itu.

Berbeda halnya dengan Levi, Sovia mual dan seakan ingin muntah mendengar ucapan Levi. Ia tidak berbohong. Sama sekali tidak ada adegan atau acara 'salah tingkah' apalagi 'baper' mendengarnya. Hanya ada perasaan jijik yang di rasakannya.

"Oh ya? Tapi sorry banget, aku enggak percaya. Kalo kamu serius aku perlu pembuktian" tantang Sovia dengan senyum manis 'terselubungnya'.

"Pembutian seperti apa? Apapun itu Sov, asalkan kita bisa bersama"

Sovia terkikik geli beberapa saat sebelum berkata,

"Semua harta kamu. Aku mau semuanya berganti atas nama aku. Gimana?" Tanyanya dengan seringai licik, tetapi Dimata Levi itu malah menambah kadar kecantikan wanita hamil tersebut.

Tanpa ingin menunggu respon ataupun jawaban Levi selanjutnya, Sovia melangkahkan kakinya meninggalkan toko pakaian bayi itu. Tentu saja, apa yang di katakannya barusan tidak benar-benar serius.

Sovia yakin, Levi tidak akan Sudi memberikan seluruh harta kekayaan yang pria itu miliki untuk dirinya. Bukankah pria itu tengah bermain-main dengannya? Pikir Sovia.
























I'm yours ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang