27

3K 255 54
                                    


.

.

.

"mau pulang mau pulangg"

Sunghoon sedaari tadi pusing mendengar Jake merengek padanya, sudah hampir satu minggu Jake berada di rumah sakit dan selama itu juga Sunghoon menemani Jake. Melupakan seluruh perkuliahannya terlebih lagi Heeseung selalu datang membuatnya kesal sendiri dan tidak mau kalah.

"jake, kamu masih sakit jangan gini ya?"

"aku juga bakal tetep sakit, gak bakal sembuh"

"jake please ya?"

Sunghoon menghela nafasnya ketika melihat Jake menarik selimutnya untuk menutupi seluruh badannya.

"yaudah, aku pulang ke rumah kamu dulu. Mau nitip apa?"

"gak usah sunghoon. kamu pulang aja, gak usah tiap hari di sini. Lagipula kamu juga kuliah kan? Jangan bolos hoon, aku sendirian gak apa-apa kok"

Kedua mata Sunghoon memandangi Jake yang masih bergelung dengan selimut itu dengan sedih, jadi ini rasanya mendapatkan penolakan dari seseorang.

"aku bakal ke sini lagi nanti. Aku pulang sebentar ambil baju"

.

.

.

Sunghoon memasukkan beberapa hal yang dia rasa perlu untuk dibawanya ke rumah sakit. Kemudian pergerakannya beralih untuk membuka satu-persatu laci di kamar Jake.

"dia mau dibawain apa—"

Seketika pergerakan Sunghoon berhenti ketika laci paling bawah terbuka. Mengeluarkan benda itu satu-persatu dan melihatnya.

Foto usg dan enam buah testpack bergaris dua.

Bahkan foto usg yang pernah dia robek-robek itu masih disimpan dan ditempelkan kembali oleh Jake. Kembali memasukkan kedua benda itu ke dalam laci dan menatap lantai kamar Jake. Kembali mengingat seluruh umpatan dan pembelaan Jake, lelaki manis itu selalu menyebutkan anak kita tiap Jake membahas janin yang pernah tumbuh di badannya.

Perlahan Sunghoon menjatuhkan badannya dan menyenderkan punggungnya di pinggiran tempat tidur. Otaknya kembali dipaksa ketika Jake menanyakan kapan dia siap untuk menjadi orang tua.

Dengan kasar Sunghoon membuka laci itu kembali dan mengambil foto usg di sana.

"maaf, maaf. Seharusnya aku bisa jadi ayah saat ini"

Park Sunghoon, menangisi anak yang sudah diaborsi karena suruhannya sendiri.

.

.

.

Perlahan Sunghoon membuka pintu di mana Jake sedang dirawat, menelisik ke dalam dan melihat bahwa Jake sudah tertidur dengan lelap. Setelah menaruh barang yang dibawanya, Sunghoon menarik kursi dan duduk di sana.

Seandainya dia tidak memperlakukan Jake seperti ini

Seandainya dia tidak menyuruh Jake untuk aborsi

Seandainya dia tidak memaksa Jake untuk meminum obat pencegah hamil

Seandainya dia lebih perduli dengan Jake

Hanya ada kata seandainya di pikiran Sunghoon sekarang.

Manusia memang seperti itu, ketika menyesali suatu perbuatan mulai berpikir seandainya, seandainya, dan seandianya.

.

.

.

"kondisi kamu sudah stabil ya, kamu diperboleh pulang. Tapi, ingat ya jake? Jaga pola makan dan berhenti minum obat-obatan selain dari resep, kontrol dua minggu sekali. Kalau mulai merasa sakit sedikit saja langsung ke sini jangan kaya gini lagi, okey?"

CYCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang