Hope
Jadi pulang bareng?Jadiiiiii
Tapi gue ada jadwal piket kelas :(
TUNGGU YAAAAAOk
Gak lama kok
Hehe :DNanti gue ke kelas lo
Disuruh Pak Jhonny beresin peralatan olahraga, tadi abis dipake anak kelas sebelah, gak diberesin lagiOKEEEEE (• ̀ω•́)
ㅡㅡㅡ
"Huh! Dasar! Buat apa bikin jadwal piket kalo gini? Orangnya aja pada kabur mulu! Jadi gue lagi nih sendirian!" gerutu Sera sambil menata bingkai gambar di dinding belakang.
Tap
Tap
Tap
Jeongseong yang tak sengaja lewat di depan kelas berniat menghampirinya.
"Sendirian aja?" tanya Jeongseong.
"Kagak, bertiga gue, Kak." Jawab Sera.
Jeongseong mengerutkan dahinya, "bertiga?"
"Iya, sama Raqib dan Atid."
Jeongseong terkekeh, "ck, emang yang lain kemana? Lo doang yang bersih-bersih?"
"Biasalah, pada kabur."
"Ouhhh ... yaudah sini gue bantuin deh," tawar Jeongseong.
"Nggak usah, Kak. Udah mau selesai kok ini."
"Udah sini, biar cepet." Jeongseong memaksakan diri.
"Oh, yaudah deh kalo lo maksa."
Jeongseong pun membantu Sera membersihkan kelas sore itu. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka selesai. Sangat melelahkan!
Jeongseong membuka ranselnya dan mengeluarkan 2 minuman kaleng. "Nih, minum. Haus kan lo?"
"Ehm, iya, Kak, makasih." Sera menerima minuman yang diberikan Jeongseong. Dan, Jeongseong juga minum satu.
"Sorry, udah gak dingin, gue beli udah daritadi."
"Iya, gapapa, yang penting gak kadaluarsa."
"Hahahaha!"
Glek
Glek
Glek
"Uhuk! Uhuk!"
"Pelan-pelan kali minumnya, biar gak keselek." Jeongseong menepuk-nepuk pundak Sera.
"Ehehe..."
Jeongseong berjalan mendekat, dengan tatapan lurus menatap tengkuk gadis itu yang sedikit tertutupi geraian rambutnya.
"Mau ngapain lo?"
"Hah? Oh, enggak. Itu gantungan tas lo bagus." Ucap Jeongseong.
"Hah? Ohh, ini? Dari bokap gue, dulu dia beli waktu pergi ke Hawai."
"Hm, bagus."
"Lo gak pulang?" tanya Sera.
"Nanti aja, nungguin lo."
"Tapi gueㅡ"
"Eh, sorry. Itu ada yang nyangkut di rambut lo." Sela Jeongseong.
"Eoh? Dimana?" Sera langsung mengacak-ngacak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU ㅡ 99 DAYS [HARUTO WATANABE] [END]
FanfictionAku salah. Pertemuan kita ternyata bukan takdir melainkan luka. Bukan selamanya melainkan sementara. Menyakitkan, memang.