"Kenapa kita harus bertemu lagi?"
_
_
_
Sekarang sudah tiba jam pulang sekolah. Semua murid sudah bubar sejak 10 menit yang lalu, sama halnya dengan Dira, Agha, Raga dan Sean. Tapi Kitara memilih untuk membaca buku di perpustakaan. Nata yang tau kebiasaan sahabatnya itu pun berniat menyusul Kitara ke perpus yang ada di lantai dua gedung sekolahnya.
Ketika kakinya baru saja sampai di anak tangga kelima, suara Dean yang lantang sambil menyebut namanya, membuat Nata memutar badan, lalu Dean berlari kearahnya dan langsung mencekram tangan Nata kuat.
"Lo jelasin sekarang, apa alasan lo dorong Gita," ujarnya dengan ekspresi penuh amarah.
"Lepas!" ujar Nata sambil mengehempas tangan Dean yang sejak tadi mencengkeram tangannya kuat.
"Kak Gita emang jatuh, tapi bukan gue yang dorong," Nata mulai menjelaskan.
"Halah, lo gak usah bohong, jelas-jelas Gita cerita semuanya secara rinci dan jelas, lo yang dorong dia!" Dean mulai menaikkan nada bicaranya.
Nata sempat terdiam heran, sebelum kembali menjawab.
"Kak?" ujarnya, apakah ini Dean yang ia kenal? Dia benar-benar berubah. Dia bukan Dean yang Nata kenal.
"Gue gak tau mau jelasin apa lagi,"
"Gue udah jelasin semuanya, tapi lo gak percaya,"
"Sekarang yang lo percaya cuman Kak Gita kan?" ujarnya lagi. Lalu memilih pergi, meninggalkan Dean yang masih berdiri mematung.
"Gue bakal tetep cari tau Nat," lirih Dean, setelah punggung Nata sudah tak tampak lagi.
Kejadian barusan membuat Nata merubah rencana awal, ia tidak jadi mengunjungi Kitara di perpus, ia memilih kembali turun ke lantai bawah menggunakan tangga yang lain dan langsung pulang.
Sesampainya dirumah, Nata tak melihat Devan ataupun mamanya. Mungkin mereka sedang istirahat di kamar, Nata tidak terlalu memperdulikan itu. Ia memilih untuk langsung masuk ke kamarnya.
Ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di kamarnya. Hari ini cukup melelahkan baginya. Setiap ia bertemu Dean, pasti ada saja yang mereka ributkan. Kini Nata hanya berharapa keduanya tidak lagi bertemu. Kepalanya pening, ia bingung harus apa, usahanya untuk tidak cari masalah dengan Dean ataupun Gita sudah gagal, karena mereka malah melakukan hal sebaliknya.
Sekitar 10 menit ia merenungi masalahnya itu. Lalu ia berniat untuk membersihkan diri, kakinya berjalan menuju lemari pakaian, ia memilih pakaian santai yang akan digunakannya.
Bukan seperti tipe wanita pada umumnya, Nata tak membutuhkan waktu lama untuk mandi. Tak banyak ritual yang ia lakukan, cukup sabun, shampo, cuci muka dan sikat gigi. Kini ia malah sudah teruduk di meja belajarnya, tangannya sudah membuka laptop, niat awalnya untuk menonoton sebuah drama favoritnya, namun lagi-lagi matanya menangkap sesuatu yang membuatnya terdiam sejenak.
Rupanya disana ada beberapa foto polaroid yang ia pajang, ketika ia dan Dean berlibur bersama di pantai. Hal itu membuat Nata bangkit dari duduknya, lalu melepas pajangan yang terpasang di tembok kamarnya. Rasanya belum tega untuk membuang foto itu. Alhasil ia memilih untuk menyimpannya di laci meja paling bawah dan ia tutupi dengan kertas-kertas bekas.
Setelahnya, ia bukan kembali ke meja belajarnya, tapi ia memilih tidur di kasurnya.
"Dengan tidur mungkin gue bisa sedikit lebih baik," batinnya, lalu menutup matanya dan pergi ke alam mimpi.
───✱*.。:。✱*.:。✧*.。✰───
"Pagiku cerahku, matahari bersinar," Nata bernyanyi bak seorang anak bocah sambil berjalan menyusuri lorong sekolah. Sepertinya mood-nya sudah membaik. Seperti kelihatannya saat ini, senyuman manis terulas di wajahnya, sifat periangnya juga sudah kembali muncul. Tujuannya hari ini adalah untuk sekolah dan ia akan melupakan segala hal tentang Dean. Namun sayang, sepertinya Nata tidak ingin di permudah untuk melaksanakan tujuannya itu.
Grep...
Tangan Nata ditarik, membuat Nata memberhentikan langkahnya, kepalanya reflek menoleh. Yap, sosok yang tidak Nata harapkan ternyata malah muncul persis di hadapannya.
"Nata," sosok itu adalah Dean, dia yang membuat senyum Nata kembali hilang.
"Apa? Lo mau nyalahin gue lagi tentang kejadian Kak Gita?" ujar Nata to the point.
"Huh," Nata menghembuskan nafas sejenak, sebelum kembali melanjutkan ucapannya.
"Silahkan, toh kalau gue bilang engga pun, lo gak bakal percaya kan?" lanjutnya, lalu menghempas tangan Dean yang sejak tadi masih mencengkeram tangan Nata. Ia memilih pergi dan bergabung dengan teman-teman lainnya.
Dari arah belakang, Dean hanya bisa memandangi Nata. Entah, kali ini bibirnya kelu untuk mengucapkan satu kata pun.
"Apa gue keterlaluan?" batinnya bertanya.
"Ck," mulutnya berdecih, dengan tangan yang mengacak-acak rambutnya. Ia frustasi, padahal masalah Gita tidak begitu besar, tapi kenapa malah ia besar-besarkan.
"Gue kenapa sih?" lagi-lagi ia hanya membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATADEAN: A MISUNDERSTANDING BETWEEN US
RandomKisah yang bermula ketika MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Seorang siswi baru yang sangat membenci kakak OSIS yang menjadi panitia MPLS kala itu. Kakak kelas jutek, dingin namun tampan. Namun, seiring waktu, keduanya saling menaruh hat...